"Bang, boleh kami undang untuk berbicara di kelompok kami ? Tapi
maaf, kami tidak bisa memberi banyak. Kami hanya bisa memberi uang sangu
sekian juta rupiah saja.."
Malam itu menjadi momen yang penting bagi saya. Seseorang menghargai apa yang saya lakukan dengan nilai materi yang cukup besar bagi saya. Seharusnya saya bahagia. Tetapi entah kenapa saya jadi teringat sebuah peristiwa.
Pada situasi sulit, seorang teman menawarkan saya beberapa proyek, hal yang sebenarnya biasa saya kerjakan dulunya. Dia berniat ingin membantu saya dengan mengangkat kembali ekonomi saya.
Saya berterima-kasih atas niat baiknya. Tetapi ada hal yang sulit saya jelaskan, bahwa saya bukan tidak bisa mencari pekerjaan itu lagi, tetapi lebih karena nurani saya sudah menolaknya. Saya paham betul bahwa proses untuk mendapatkan proyek itu harus saya lalui mulai entertain, menyuap dan lain-lain. Dan, damn, di bidang itu saya adalah ahlinya.
Proses kembali menjadi manusia mematangkan cara berfikir, bahwa materi hanyalah ukuran kesuksesan di mata manusia. Saya menjadi budak angka, sebuah bilangan yang bernafas. Kenyamanan saya dapatkan melalui penghargaan dan penghormatan. Padahal sejatinya saya labil karena kosong dan miskin.
Saya sampai pada satu titik pemikiran bahwa Tuhan adalah CEO alam semesta dengan perhitungan yang maha detail. Saya harus membawa laporan keuangan kepada-Nya darimana sumber materi yg saya dapat, bagaimana cara saya menghabiskannya, dan bagaimana saya memperlakukannya.
Dan saya tidak ingin gagap, berkeringat dingin dihadapan-Nya hanya karena saya tahu bahwa mulai dari ujung sampai pangkal, mulai dari cara mencari sampai membagi, saya sudah salah semua. Saya berkhianat terhadap amanat yang dititipkan.
Dan sebagai "hukuman" supaya sadar bahwa apa yang saya lakukan salah, saya pun di-miskinkan. Semua yang haram dibuang dengan proses yang menyakitkan.
Temanku memaki "goblok", karena saya menolak "rezeki" yang dia tawarkan. Saya berkata, "saya memang goblok.." Bertahun-tahun saya goblok, bodoh, sombong karena tidak mampu memahami apa fungsi saya didunia, kecuali menyamankan ego saja.
Sulit sekali menyampaikan alasannya, karena dimensi berfikirnya sudah berbeda.
Dan ketika seseorang menawarkan sejumlah uang hanya supaya saya bisa membagi pengalaman dalam perjalanan hidup, saya tersenyum dan menolaknya.
"Tuhan tidak berhitung apa yang diberikan-Nya kepada saya, dan saya tidak ingin berhitung terhadap apa yang bisa saya bagikan. Saya hanya harus berterima-kasih terhadap semua pemberian-Nya dan mensyukuri semua nikmat-Nya.
Saya tidak ingin kembali menjadi manusia angka, saya hanya ingin datang kepada-Nya dan melapor bahwa saya sudah berusaha berfungsi sebagaimana layaknya manusia.."
Butuh bercangkir-cangkir kopi dalam perjalanan waktu, hanya untuk memahami sebuah pelajaran yang sebenarnya sangat sederhana....
Penulis: Denny Siregar
Read more ...
Malam itu menjadi momen yang penting bagi saya. Seseorang menghargai apa yang saya lakukan dengan nilai materi yang cukup besar bagi saya. Seharusnya saya bahagia. Tetapi entah kenapa saya jadi teringat sebuah peristiwa.
Pada situasi sulit, seorang teman menawarkan saya beberapa proyek, hal yang sebenarnya biasa saya kerjakan dulunya. Dia berniat ingin membantu saya dengan mengangkat kembali ekonomi saya.
Saya berterima-kasih atas niat baiknya. Tetapi ada hal yang sulit saya jelaskan, bahwa saya bukan tidak bisa mencari pekerjaan itu lagi, tetapi lebih karena nurani saya sudah menolaknya. Saya paham betul bahwa proses untuk mendapatkan proyek itu harus saya lalui mulai entertain, menyuap dan lain-lain. Dan, damn, di bidang itu saya adalah ahlinya.
Proses kembali menjadi manusia mematangkan cara berfikir, bahwa materi hanyalah ukuran kesuksesan di mata manusia. Saya menjadi budak angka, sebuah bilangan yang bernafas. Kenyamanan saya dapatkan melalui penghargaan dan penghormatan. Padahal sejatinya saya labil karena kosong dan miskin.
Saya sampai pada satu titik pemikiran bahwa Tuhan adalah CEO alam semesta dengan perhitungan yang maha detail. Saya harus membawa laporan keuangan kepada-Nya darimana sumber materi yg saya dapat, bagaimana cara saya menghabiskannya, dan bagaimana saya memperlakukannya.
Dan saya tidak ingin gagap, berkeringat dingin dihadapan-Nya hanya karena saya tahu bahwa mulai dari ujung sampai pangkal, mulai dari cara mencari sampai membagi, saya sudah salah semua. Saya berkhianat terhadap amanat yang dititipkan.
Dan sebagai "hukuman" supaya sadar bahwa apa yang saya lakukan salah, saya pun di-miskinkan. Semua yang haram dibuang dengan proses yang menyakitkan.
Temanku memaki "goblok", karena saya menolak "rezeki" yang dia tawarkan. Saya berkata, "saya memang goblok.." Bertahun-tahun saya goblok, bodoh, sombong karena tidak mampu memahami apa fungsi saya didunia, kecuali menyamankan ego saja.
Sulit sekali menyampaikan alasannya, karena dimensi berfikirnya sudah berbeda.
Dan ketika seseorang menawarkan sejumlah uang hanya supaya saya bisa membagi pengalaman dalam perjalanan hidup, saya tersenyum dan menolaknya.
"Tuhan tidak berhitung apa yang diberikan-Nya kepada saya, dan saya tidak ingin berhitung terhadap apa yang bisa saya bagikan. Saya hanya harus berterima-kasih terhadap semua pemberian-Nya dan mensyukuri semua nikmat-Nya.
Saya tidak ingin kembali menjadi manusia angka, saya hanya ingin datang kepada-Nya dan melapor bahwa saya sudah berusaha berfungsi sebagaimana layaknya manusia.."
Butuh bercangkir-cangkir kopi dalam perjalanan waktu, hanya untuk memahami sebuah pelajaran yang sebenarnya sangat sederhana....
Penulis: Denny Siregar