Breaking News

Islam

Politik

Senin, 18 April 2016

PADA SUATU HARI DI SADAHURIP, GARUT

Sebuah kampung terpencil bernama Sadahurip di Kabupaten Garut, Jawa Barat pada tahun 2011-2012 mendadak terkenal secara nasional. Sebuah bukit berbentuk limas atau seperti piramid di wilayah kampung itu menjadi penyebabnya.

Ada sekelompok organisasi masyarakat yang tidak tinggal di kampung itu, tetapi jauh di kota tiba-tiba mengklaim bahwa bukit itu bukan bukit volkanik, tetapi sebuah piramida ala Mesir yang sengaja dikubur masyarakat prasejarah. Isu ini pun dalam era media modern begini menggelinding dengan cepatnya kemana-mana dan isu semakin besar bak bola salju saja.

Lalu mulailah perdebatan-perdebatan yang pasti pro dan kontra atas isu itu terjadi, juga melibatkan para ahli, para peneliti. Isu ini pun senafas dengan Gunung Lalakon di Kabupaten Bandung dan Gunung Padang di Kabupaten Cianjur yang jauh lebih panas.

Seminar demi seminar pun digelar, meskipun sampai kini belum ada fakta terlihat nyata dengan mata semua orang ada apa di bawah Gunung Lalakon, Gunung Sadahurip dan Gunung Padang itu. Gunung Padang jelas adalah sebuah situs megalitik di atasnya, di dalam gunung inilah yang jadi perdebatannya. Di atas Gunung Sadahurip tak ada apa-apa selain sebuah lubang bekas galian yang sepertinya urung diteruskan, di kaki dan lerengnya adalah ladang tempat penduduk Sadahurip bertani dari zaman dahulu.

SADAHURIP GARUT

------------

Sebagai sebuah komunitas pecinta warisan geo-histori Nusantara, Geotrek Indonesia menangkap isu-isu ini dengan mendatangi langsung baik Gunung Padang maupun Gunung Sadahurip bersama para peserta yang berminat, mereka berasal dari berbagai latar belakang pendidikan dan profesi. Kami mendatangi Sadahurip pada Januari 2012.

Tentang Sadahurip, Geotrek Indonesia tidak berpendapat apakah itu hanya bukit volkanik atau piramida, tetapi saya sebagai gurunya menunjukkan kepada para peserta bagaimana membedakan antara fakta, interpretasi, dan spekulasi di lapangan. Batuan-batuan volkanik jelas tersingkap, bekas galian batu skala besar jelas ada, pun bekas runtuhan tebing secara alamiah juga ada. Lalu saya menerangkan bagaimana interpretasinya, dan bagaimana bila orang lalu berspekulasi.

SADAHURIP GARUT

------------

Tetapi yang ingin saya ceritakan kali ini bukanlah tentang Sadahurip itu sendiri, tetapi tentang antusiasme masyarakat Kampung Sadahurip mengikuti "kuliah" saya di depan sebuah rumah di kampung mereka.
Setelah meminta izin menempel poster di dinding rumah, saya pun mulai berceramah menggunakan bahasa sederhana yang bisa dipahami setiap orang. Ceramah saya sebenarnya untuk para peserta Geotrek Sadahurip. Tetapi karena ini kuliah di tempat terbuka maka mulailah masyarakat pun berkumpul, semakin lama semakin banyak, dan akhirnya memenuhi jalan di depan rumah itu, lebih banyak dari para peserta geotrek sendiri.

Ada anak-anak, ada ibu-ibu yang sambil menggendong bayinya, ada bapak-bapak yang baru pulang membawa lalaban, dan banyak lagi. Saya pun mengantisipasi para peserta kuliah penduduk lokal ini dengan makin menyederhanakan bahasa saya, termasuk menggunakan bahasa Sunda ala Garut, kebetulan kakek saya lahir di Garut juga..he2...

Usai kuliah di depan rumah, lalu kami mendaki Gunung Sadahurip yang lintasannya pendek saja namun sangat terjal. Ternyata masyarakat Kampung Sadahurip, terutama anak-anaknya, masih mengikuti kami sampai ke puncaknya. "Pa, pangmawakeun ku abdi kertasna...", kata seorang anak menyapa saya menawarkan jasa baik membawakan poster-poster saya. Saya pun memberikannya.

SADAHURIP GARUT

"Bejana aya piramid di gunung ieu, ari piramid teh naon?", begitu antara lain yang saya dengar dari masyarakat Sadahurip peserta kuliah. Ya mereka harus tahu mengapa kampungnya yang semula tenang tiba-tiba didatangi banyak orang dari kota. Namun isu hanyalah isu, cepat datangnya cepat pula hilangnya....
Saya juga tak punya pendapat soal Sadahurip sebab saya belum melakukan penelitian detail pribadi atasnya, saya hanya mengajarkan kepada para peserta bagaimana di lapangan membedakan fakta, interpretasi, dan spekulasi.***

Penulis: Awang Satyana

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Indonesia

Air Hidup

Advertise Here

Designed By VungTauZ.Com