Breaking News

Islam

Politik

Sabtu, 30 Juli 2016

MEMELIHARA MONSTER


Ideologi Wahabi Takfiri yang kaku dan hobi mengkafirkan orang lain, adalah bahan dasar terorisme. Sikap merasa pemahaman agamanya paling benar dan merasa punya hak menghukum orang, menjadikam semangat radikal menemukan wujudnya.
Saudi Arabia paling getol menyebarkan pemahaman ini kemana-mana. Dulu bersama AS dan sekutunya, Saudi membentuk Kaum Mujahidin dan Al Qaedah di Afganistan untuk menghadang Rusia.
Mereka tidak sadar sedang menciptakan monster ganas. Setelah Rusia pergi dan Taliban berkuasa, monster yang bernama Al Qaedah harus mencari mangsa. Lalu mereka membuat teror di New York dengan menghancurkam menara WTC.


AS yang sebelumnya menjadi majikan Al Qaedah akhirnya berbalik. Hewan peliharaan buas yang diciptakannya malah menggigit bokong tuannya.
Untuk menumbangkan Asaad di Suriah, Saudi, AS dan Turki memgulang lagi taktik yang sama. Mereka menciptakan monster baru bernama ISIS. Ditenggarai pembentukannya juga disupport agen-agen Israel. Ini terbukti di Irak misalnya, dengan tertangkap beberapa perwira senior Israel yang menjadi komandan ISIS. Jadi jika serangan ISIS lebih berfokus ke negara-negara muslim --khususnya yang juga musuh Istael-- itu wajar.

Di luar dugaan monster ini tumbuh tak terkendali. Kekejaman yang ditunjukan membuat publik ngeri. Bukan hanya di Irak dan Suriah, ISIS malah bergerak kemana-mana. Negara-negara Eropa jadi sasaran.
Lalu Turki juga kena dampaknya. Berkali-kali ISIS melakukan peledakan di Turki. Korbannya ratusam orang. Belakangan Saudi juga kaget. Ada bom bunuh diri mengguncang negaranya. Bahkan hampir masuk kenjantung Madinah : Masjid Nabawi.
Padahal selama ini mereka paling rajin memberi makan monster-monster itu. Kok, ya, kini malah berbalik kena gigitan.

Mereka tidak pernah sadar, yang mereka ciptakan adalah seekor monster. Dalam alur kehidupan monster tidak ada aturan untuk berterimakasih pada tuan dan pemelihara. Tidak ada aturan untuk menghormati majikan.

Di Indonesia banyak juga ormas berideologi radikal, meski cuma lokal. Dasar keyakinannya sama : Wahabi takfiri. Sikap yang paling kentara adalah hobi mengkafirkan dan merasa pembawa kunci surga. Mereka inilah cikal bakal monster ganas yang bakal menyusahkan nantinya.

Daripada nanti membuat kerusakan dimana-mana, lebih baik diwaspadai sejak dini. AS dan Turki sudah merasakan gigitannya. Kemaren Saudi yang kena gigit dengan bom bunuh diri...

Penulis: Sumanto Al Qurtuby
Read more ...

Kamis, 28 Juli 2016

SAMPEL


Dalam beberapa tahun terakhir ini menemani para geosaintis dari berbagai oil company juga dari kantor saya sendiri - SKK Migas melakukan fieldtrip dari Sumatra sampai Papua, saya suka mengamati soal pengambilan sampel batuan. Ternyata yang paling banyak membawa pulang sampel batuan adalah saya - gurunya.

Para peserta kebanyakan tidak membawa pulang sampel, atau kalau pun mengambil ya hanya beberapa saja itu pun berukuran kecil saja, nampaknya buat kenangan. Kalau saya tidak, saya mengambil setiap sampel batuan secara sistematik -yang mewakili setiap formasi yang dijumpai. Dan ukuran sampel itu umumnya sebesar kepalan tangan saya.

Para peserta tidak mengambil sampel bisa dengan dua alasan: (1) menyediakannya untuk geolog generasi yang akan datang, (2) repot membawanya sebab ini hanya fieldtrip bukan survei geologi jadi tak ada angkutan khusus untuk membawa sampel. Alasan (1) bagus, saya juga mengambil sampel setelah melihat bahwa begitu berlimpah singkapannya berkilometer-kilometer - mengambil sampel segenggam saja tak apa-apalah. Mungkin alasan (2) yang menyebabkan mereka tak mengambil sampel. Lagipula mereka berpikir: ah buat apa juga sampel itu toh saya tak akan mengggunakannya.

Terus buat apa saya mengambil sampel batuan? Tentu saja untuk saya pelajari dan kemungkinan analisis lab sebab saya sedang menyusun buku Geologi Indonesia. Saya harus punya sampel batuan dari berbagai wilayah di Indonesia kalau bisa. Kan saya bisa saja pergi ke Badan Geologi untuk melihat koleksi batuan hasil pemetaan geologi bersistem yang sudah puluhan tahun mereka lakukan? Iya bisa saja, tetapi kalau saya sedang di lapangan dan ada batuan di depan mata yang saya perlukan dan bisa saya ambil tanpa mengganggu konservasinya masa saya tak mengambilnya.


-----

Minggu lalu pun saat saya menemani kawan-kawan saya dari SKK Migas fieldtrip ke Aceh dan Sumatra Utara, sebisa mungkin saya mengumpulkan sampel-sampel batuan secara sistematik yang mewakili setiap formasi di Cekungan Sumatra Utara, kebetulan saya belum punya sampel-sampel batuan Cekungan Sumatra Utara. Saya pun membawa sampel minyak dari penambangan tradisional di dekat sumur eksplorasi pertama di Indonesia yang menemukan minyak secara komersial - Telaga Tunggal-1 (1885).

Saat pulang, menjadi pikiran tersendiri bagaimana bila sampel-sampel itu tidak boleh dibawa naik pesawat atau tak boleh dibawa keluar dari Sumatra Utara. Ah dicoba saja dulu: kalau tidak dicoba pasti gagalnya, kalau dicoba ada kemungkinan berhasil. Batu-batu yang hampir 10 kg beratnya itu pun saya masukkan di tas bagasi, ditumpuk di antara pakaian-pakaian kotor, yang nampak mudah hancur saya taruh di atas.
Sampel minyak saya pindahkan ke botol bekas minuman kopi dan madu yang sengaja saya beli di Medan. Kedua botol ini kuat, botol madu bahkan dari beling. Saya lalu memasukkannya juga ke tas bagasi menyusunnya sedemikian rupa agar botol tak pecah atau tumpah isinya. Kalau ditanya petugas itu botol apa saya akan menjawab itu botol madu dan botol kopi (memang iya kan) hanya kopinya sudah diminum, madunya dipindahkan ke botol lain, diganti minyak bumi. Warna minyak bumi kebetulan mirip kopi, mirip madu...


Saat bagasi masuk pemetiksaan di bandara, petugas menghentikan tas saya dan menanyakan:
Petugas: "Apa itu di dalam bagasi?"
Saya: "Batu-batu kali, saya baru pulang melakukan penelitian geologi, saya seorang geolog." -saya sambil bersiap menunjukkan ID card SKK Migas saya bila diperlukan
Petugas: "Oh..." (entah dia mengerti penjelasan saya atau tidak, he2...) - mungkin dia heran batu kali kok dipungut...

Untung petugasnya tidak cerewet atau rasa ingin tahu dan curiganya tinggi. Batu-batu dan minyak pun (yang tak ditanyakannya) lolos...saya senang.


Beberapa kawan seperjalanan saya yang membawa beberapa batu di tas kabin mesti meninggalkan batunya, - harusnya mereka menyimpannya di tas bagasi. Tetapi ada juga batu-batu di tas kabin yang diloloskan yaitu yang berwarna gelap, sementara yang berwarna terang (batupasir kuarsitik) mesti ditinggalkan. Saya tahu alasannya: mungkin yang berwarna terang nampaknya bagus buat digosok...he2...
Pebbly mudstone Bohorok berumur 300 juta tahun yang mengembara dari Gondwana dilepaskannya sebab warnanya gelap saja dan nampak tak menarik, sementara batupasir glaukonitik dan kuarsitik Middle Baong berumur 15 juta tahun ditahannya... Ah terbalik Pak..he2..

Hm..begitulah membawa sampel batuan atau minyak juga ada suka dukanya. Suka saat sampel-sampel itu bisa dibawa pulang dan akhirnya bisa masuk ke koleksi saya, duka bila batu-batu itu harus ditnggalkan.
Sampel batubara Fm Tanjung dan Fm Warukin misalnya pernah harus saya tinggalkan di bandara Banjarmasin saat fieldtrip ke Pegunungan Meratus bersama ConocoPhillips, saat itu penambangan batubara di Kalimantan Selatan sedang marak. Apa hubungan antara penambangan batubara yang marak dengan tak boleh membawa sampel batubara segenggam saja saya pun gagal paham...

Lalu saya juga beberapa bulan lalu harus rela meninggalkan sampel-sampel batu belerang dari Kawah Ijen di bandara Surabaya hasil mengambil sampel belerang yang membeku saat melakukan fieldtrip ke sana bersama kawan-kawan Geotrek Indonesia. Menurut petugas belerang termasuk bahan berbahaya dan terlarang dibawa di pesawat penumpang. Saya mencoba mendebat sampai agak lama termasuk bertemu dengan kepala para petugas bandara, saat ditunjukkan bukunya dan aturan tertulis bahwa belerang dilarang dibawa di dalam pesawat penumpang, saya pun menyerah dengan duka... Ya sudah.

-----

Sebagai seorang geolog, saya dan batu berkawan, saya sediakan satu kamar di rumah untuknya, tempat rak-rak batu berada...Tanpa batu, bukan geolog...***

Penulis: Awang Satyana
Read more ...

Selasa, 26 Juli 2016

TERMINAL SUCI


" Bayangkan begini...

Ketika lahir, semua manusia itu sejatinya jiwa-nya dalam keadaan suci. Perjalanan panjang manusia di dunia-lah yang membuat jiwanya akhirnya kotor. Hawa nafsu kita yang membangun sifat2 hewan dalam diri kita, sehingga kita akhirnya terbentuk menjadi seekor serigala, hyena, kerbau, babi dan lain2.
Tetapi Tuhan itu Maha Penyayang..

Dalam perjalanan panjang hidup kita, Tuhan menyediakan banyak fasilitas untuk mencuci dosa2. Selain dalam bentuk kesulitan, sakit, kesedihan dan segala penderitaan lainnya, Tuhan menyediakan "tempat pemberhentian" untuk kita mandi, menyucikan diri dari kotoran2 hati yang selama ini kita kumpulkan.
Disanalah kita membersihkan diri, menggosok keras2 semua karat yang melekat.








Salah satu fasilitas yang disediakan Tuhan itu adalah bulan Ramadhan ini. Ini tempat pemberhentian panjang yang disediakan untuk kita beristirahat sejenak dan melepaskan semua lumpur yg mengikat.


Tetapi, seberapa bersih kita tentu berbanding lurus dengan seberapa keras kita berusaha menggosok jiwa kita sendiri. Seberapa suci kita ingin kembali tentu harus sebanding dengan seberapa mau kita ingin kembali.
Di sinilah yang disebut ke-Maha Adilan Tuhan.... Bahwa manusia diberikan kehendak bebas dan Tuhan hanya memberikan fasilitas-Nya saja, tidak mencampuri apa yang manusia pilih dalam hidupnya.
Hanya kadang manusia ini seperti anak kecil. Ketika disediakan fasilitas tanpa perintah, belum tentu fasilitas itu mereka gunakan. Karena itu diperintah-kanlah untuk segera men-sucikan diri mumpung ada di bulan ini. Itulah sebab turun perintah berpuasa, karena dengan berpuasa maka manusia akan lebih mudah membersihkan dirinya dari kotoran2.

Dengan berpuasa, manusia mengekang nafsunya sendiri. Dan ketika nafsu itu mampu mereka kekang, maka proses pembersihannya pasti akan lebih mudah...

Dengan semua fasilitas yang diberikan Tuhan kepada kita, supaya nanti di hari pengadilan tidak berat timbangan dosa, maka wajar saja Tuhan berfirman, "Nikmat mana dari-Ku yang kalian dustakan, wahai manusia ?"

Temanku menyeruput kopinya. Lumayan menu berbuka hari ini. Tongseng kambing pedas dan segelas es teh manis dengan kopi sebagai penutupnya.

Duh, habis makan kambing gada lawannya gini....

Penulis: Denny Siregar
Read more ...

Minggu, 24 Juli 2016

CINTA TERPENDAM, PDI-P SAYANG AHOK


Tiba-tiba bermunculan spanduk Ahok - Jarot dimana2..
Ada apa ini ? Kenapa ? Dan muncullah banyak spekulasi yang rumit yang kadang bacanya aja seperti mengurai sempak kusut dalam lemari...

Sebenarnya, kalau pun memang terpasangkan Ahok - Jarot juga tidak apa2, toh selama ini mereka juga bekerja dengan baik. Meski sempat bersitegang di awal ketika Ahok memutuskan independen, tapi dalam kerja mereka masih bisa koordinasi. Pak Jarot dulu juga adalah pilihan Ahok sendiri untuk menjadi wagub-nya.

Lepas dari kebanggaan bahwa Ahok mempunyai massa yang kuat, hal yang saya khawatirkan adalah posisi Ahok tetap rentan. Ketika ada yang "testing the water" dengan masalah meterai saja, tim di belakang Ahok sempat kelabakan. Serangan jurus pertama ini, sebenarnya hanya serangan awal untuk serangan2 selanjutnya yg lebih kuat.


Dan yang saya khawatirkan adalah penjegalan Ahok di KPU, mulai saat pencoblosan sampai penghitungan suara. Begitu banyak lubang kecurangan yang bisa terjadi ketika KPU masih "gitu-gitu aja". Ahok punya pengalaman sangat pahit dengan KPU ketika pilgub babel tahun 2007.

Nah, untuk mengamankan suara di KPU inilah di butuhkan kekuatan2 dibelakangnya, dan kekuatan itu berasal dari partai. Partai yang terbesar secara perolehan kursi ya masih PDI-P.
PDI-P, seperti yang dulu pernah saya ceritakan, sebenarnya kekurangan figur bagus untuk menjadi Gubernur. Karena tidak ada yg kuat, mereka menarik,2 Risma dr Surabaya, tetapi si ibu menolak keras. Akhirnya di lakukan-lah "penjaringan" calon yang sudah jelas sia2. Seperti jaring nelayan yang ditebar ke segala arah tapi yang dapet ikan kecil2. Ga ada calon yg menarik, sedangkan dari kadernya sendiri ya gitu lah.. kerjannya masih manyun ajah.

Ketika akhirnya Golkar berbalik arah mendukung Ahok, ketar ketir juga si banteng. "Waduh, piye iki banggg... piyeeee iki..?" Dan PDI-P tidak ingin nasibnya seperti pilgub Jatim di 2013 lalu. Mereka dulu begitu bangga mengusung kadernya sendiri Bambang DH. Malah pake bawa2 Jokowi yang dengan jengah senyam senyum di panggung, untuk kampanye. Hasilnya ? Jeblok blok blok...
Karena itu, bisa diterima akal bahwa PDI-P sendiri ketar ketir melihat krisis tokoh yg bisa di usung. Nah, daripada berhadapan lebih bagus kembali bekerjasama. Begitulah saudara2.....
Kalau memang Ahok - Jarot kembali, rasanya Pilgub DKI 2017 ini kurang seksi, mirip pemilihan walikota Surabaya dimana Risma menang ,80 persen lebih.

Tidak ada duel seperti Pilpres 2014 yang begitu fenomenal, yang menyisakan sakit hati paling dalam sepanjang sejarah hidup para pendukung Prabowo. Bahkan ada yang masih rela men-jomblo sampai kini, karena buat dia selama pak Prabowo belum memenangkan Pilpres, dia tidak akan pernah mencari pasangan. Alasan yang gagah untuk menutupi banyak kekurangan...

Jadi, apakah saya mendukung Ahok dan Jarot supaya bersatu kembali ?
Ahhhhh... Saya kasian sama mereka yang masih sibuk memcari "calon muslim" ituuhhh.. sampe sekarang ga ketemu2.. pak yusril gada yg mau melamar, adhyaksa dault mundur tanpa kabar. Sjafrie samsoedin siapa ituhh banyak yang ga kenal. Ahmad dhani seperti jenggotnya sendiri, mati segan hidup pun sungkan..
Jadi saya akan bilang, jangan satukan merekaaa bang.. jangan satukannn lagii..

Seruputtttt....

 Penulis: Denny Siregar
Read more ...

Jumat, 22 Juli 2016

POLIGAMI, HUKUM YANG MENJADI SENJATA


Ada bab tentang poligami dalam bukuku..
Dan pertanyaan terbanyak di inbox yg tdk sempat kujawab adalah, "Apakah bang Denny mendukung poligami ?"

Daripada capek menjawab satu persatu, lebih baik saya jawab disini saja..

Ketika saya berbicara tentang poligami, jangan kemudian saya di cap mendukung, menentang ataupun ingin berpoligami. Sama seperti ketika saya berbicara tentang kematian, bukan berarti saya ingin mati.
Saya hanya berbicara tentang fenomena yang terjadi, terutama pada sisi kaum hawa yang di poligami. Dan saya ingin menggambarkan bagaimana hukum itu terbuat, supaya mudah dipahami bahkan oleh mereka yang menolak hukum itu sekalipun.


Inspirasi itu saya dapat ketika ada seorang yg curhat kepada saya ketika ia di poligami.
Sebagai catatan, hukum poligami itu di keluarkan pada masa jahiliyah, dimana pada waktu itu perkawinan dilakukan tanpa batas istri. Tujuannya bukan hanya seks semata, tetapi juga utk membangun klan sbg bagian dr penguasaan wilayah. Karena itulah Nabi Muhammad Saw mengatur perkawinan dalam jumlah yg terbatas, supaya seorang lelaki tetap bisa berlaku adil pada pasangannya.
Apakah relevan pada situasi sekarang ?

Relevan atau tidak, kita tidak bisa mengukurnya melalui diri kita karena manusia itu banyak modelnya. Dan kitab suci mengatur secara general hukumnya. Titik terpentingnya bagi seorang lelaki adalah berlaku adil.
Hanya antara hukum dan manusianya memang jauh berbeda. Banyak hukum di manfaatkan untuk kepentingan seorang manusia. Hanya karena nafsu semata, dijadikanlah hukum itu sebagai senjata. Hukumnya benar, niatnya yang salah.

Karena itu wajar ketika poligami dipaksakan hanya karena "berdasarkan hukum Tuhan", banyak wanita yg tersakiti hatinya karena ia sudah merasa berbakti kepada suaminya, tetapi suaminya ingin ia lebih berbakti lagi dengan membagi perasaannya. Seorang wanita harus belajar ikhlas sampai tingkat tertinggi dan itu perjuangan yang sangat berat.

Dalam konsep poligami, disitulah hal yang paling menarik bagi saya.
Sebuah ketaatan tanpa batas seorang wanita, sebuah pengorbanan, perjuangan hanya untuk mendapatkan cinta Tuhan. Pada titik ikhlas tertinggi, seorang wanita hanya melihat suaminya sebagai tangga-nya untuk menuju surga, yaitu keikhlasan-nya kepada sang pencipta.
Sesudah mendengar ceritanya, saya tidak mau lagi menjadi hakim bagi wanita yang di poligami. Malah saya menaruh hormat yg tinggi padanya, yang tidak semua orang mampu melalui situasinya.

Enak dong laki2nya kalau begitu...
Saya biasanya tersenyum kalau mendengar pernyataan itu. Teringat nasihat Imam Ali as : " Ketika seorang wanita menangis karena perbuatan seorang lelaki, maka malaikat akan mengutuk setiap langkah lelaki itu.. "
Hati-hatilah... Jangan sampai hukum itu menjadi senjata yang memakan tuannya..

Menunggu sahur, secangkir kopi panas rasanya bisa menjadi teman yang tepat.. Seruput dulu, ah...

Penulis: Denny Siregar
Read more ...

Rabu, 20 Juli 2016

BELAJAR = MENGULANG & MENGGUNAKAN


Seorang mahasiswa mengirimkan message FB kepada saya dua hari yang lalu.
Pak Awang, selamat siang. Saya ----- dari Universitas -----
Saya ingin bertanya satu hal, satu saja pak, mohon sempatkan waktunya untuk menjawab sebentar.
Kalau Pak Awang rajin sekali membaca dan belajar sejak kuliah, bagaimana caranya agar materi-materi yang Bapak pelajari tidak terlupakan pak? Karena saya belajar dan satu bulan kemudian saya sudah lupa materi yang saya pelajari. Saya sangat ingin belajar dan tetap mengingatnya Pak
Terimakasih banyak Pak Awang.
----
Saya menjawabnya.
-----, selamat siang.
Induk dari belajar adalah mengulang. Saya sering mengulangnya, kemudian saya memakainya, bekerja dengannya, kemudian saya mengajarkannya. Maka kemudian pengetahuan itu jadi milik permanen saya.
Selama masih menjadi mahasiswa banyaklah mengulang-ulang belajar atau menggunakan pengetahuan itu untuk berdiskusi bersama teman, atau menggunakannya dalam tugas2 kuliah. Bila hanya belajar satu kali atau dua kali kemudian tak pernah mempelajarinya lagi maka akan segera lupa, saya juga akan sama begitu.
Kemudian saya banyak belajar sendiri, mencari pengetahuan sendiri dari buku-buku atau paper2. Itu proses yang lebih sulit daripada belajar seperti biasa di ruang kuliah. Tetapi saya percaya apa yang dengan sulit kita memperolehnya pasti akan dengan sulit pula akan terlepas dari kita, yang mudah kita memperolehnya akan mudah pula lepasnya dari kita (easy come, easy go).
Jadi saran saya: 1) ulang2 terus jangan bosan, 2) gunakan pengetahuan itu dalam diskusi, membuat tugas, 3) cari sendiri pengetahuan itu. Coba saja dan lihat nanti hasilnya.
Salam.
----
Mahasiswa itu melanjutkan.
Pak Awang, terimakasih banyak atas jawabannya. Saya akan langsung mencatat saran dari Pak Awang di buku harian saya. Sekali lagi terimakasih banyak atas waktu dan jawabannya Pak. Semoga tetap diberi kesehatan dan terus menyumbang ilmu pengetahuan untuk Indonesia.
Saya juga akan mengaplikasikannya.
Selamat siang.
----
Saya merespons.
Amin. Terima kasih -----. Iya dicoba saja dulu saran saya dan nanti dirasakan hasilnya. Cara itu berdasarkan pengalaman saya. Salam.
----
Demikianlah percakapan singkat saya dengan mahasiswa itu. Meskipun jawaban saya singkat dan lugas, jawaban tersebut dilatarbelajangi pengalaman belajar saya selama 33 tahun dari saya mahasiswa sampai saya menjadi seorang geolog senior sekarang ini.


Contoh sederhana bagaimana saya mengulang belajar. Saya mengajar kursus petroleum geology of Indonesia, juga petroleum geochemistry, dalam kelas-kelas lima hari nonstop sudah 14 tahun. Murid-murid saya yang mengikuti kursus saya itu hanya belajar sekali di tahun mereka mengambil kursus itu. Saya, gurunya belajar setiap tahun selama 14 tahun itu. Maka jadi siapa yang lebih banyak belajar, muridnya atau gurunya? Tentu gurunya. Dia belajar dengan cara mengulang-ulang.
Belum lagi saya melakukan banyak riset pribadi, publikasi paper-paper saya banyak sekali, saya sering diundang pula menjadi narasumber di berbagai seminar dan projek-projek pekerjaan, lalu saya pun membimbing banyak mahasiswa baik formal maupun nonformal. Artinya pengetahuan-pengetahuan yang saya peroleh itu saya gunakan: learning by doing!
Dan saya mengajarkannya - inilah pencapaian tertinggi atas penguasaan suatu ilmu: yaitu bila kita bisa mengajarkannya dengan mudah kepada orang lain sebab yang sulit-sulitnya sudah berhasil diatasi.
Maka, mengulanglah belajar, jangan bosan. Dan gunakan pengetahuan itu. Niscaya itu akan masuk sebagai memori permanen dalam benak kita.***

Penulis: Awang Satyana
Read more ...

Senin, 18 Juli 2016

Agama di Dunia Maya


Pernah saya berdiskusi dengan seorang ustaz di rumah saya. Saya sampaikan hal-hal yang menjadi pertanyaan saya tentang Islam. Setelah itu kami salat berjamaah, dan saya persilakan dia untuk menjadi imam. Usai salat dia bercerita. “Waktu diskusi tadi sebenarnya saya sedang berusaha keras menahan emosi. Hampir saja Pak Hasan saya terjang dan saya pukuli, kalau saya tidak berpikir panjang,” katanya.
“Kenapa begitu?” tanya saya.

“Apa yang Bapak pertanyakan, apa yang Bapak kritikkan itu adalah hal-hal yang selama ini saya baca di internet. Setiap kali saya baca, saya sangat marah, rasanya ingin saya tinju monitor komputer saya. Nah, kini hal-hal yang saya baca itu saya dengar langsung dari orangnya sendiri, hadir di depan muka saya,” jelasnya. Saya memang menanyakan, tepatnya mempertanyakan banyak hal dalam Islam secara kritis. Untungnya di akhir diskusi dia akhirnya paham bahwa saya tidak sedang menghina Islam, melainkan sedang berusaha memahami. Di akhir cerita, dia menyarankan saya untuk berdiskusi dengan ulama lain, yang dia anggap lebih mumpuni. “Doktor harus dihadapkan dengan doktor,” kata dia. Saya datangi ulama yang dia sarankan, tapi diskusi tidak berkembang baik. Ulama itu menjawab singkat,”Saya tidak pernah berpikir tentang hal itu.” Selesai.


Internet membuat dunia menjadi seakan tanpa batas. Media sosial membongkar batas-batas yang selama ini masih tersisa di dunia internet, menjadi benar-benar tanpa batas. Kita yang biasanya bergaul dengan orang dari kalangan yang sangat terbatas, kini dicampurkan dalam suatu bak besar bernama media sosial. Topik-topik sensitif yang biasanya enggan kita bahas di ruang nyata, menjadi hal yang tak lagi tabu dibahas di ruang maya. Interaksi yang memuat kejutan seperti yang terjadi antara saya dengan ustaz tadi, berlangsung hampir setiap menit di ruang maya.

Yang terjadi di dunia maya adalah manusia-manusia yang nyaris tanpa profil, saling berinteraksi. Manusia-manusia yang tak saling kenal satu sama lain, berbicara tanpa batas. Lebih pelik lagi, jalur komunikasi yang dipakai adalah bahasa tulis, yang sering kali gagal menyampaikan maksud secara utuh. Maka media sosial adalah dunia yang sangat rawan konflik.

Tidak hanya itu. Dunia sosial juga menghilangkan strata sosial dan segmen usia. Seorang cendekia dengan posisi terhormat di dunia nyata, bisa berinteraksi dengan anak SMP, atau buruh kasar di proyek konstruksi. Kiyai besar dengan ilmu mendalam, bisa berinteraksi dengan anak kemarin sore yang baru belajar agama lewat majelis halaqah. Perbedaan status sosial, level pengetahuan, dan sebagainya juga bisa menimbulkan konflik.

Pernah saya ungkapkan suatu fakta sejarah tentang rumah tangga nabi, yaitu konflik antara nabi dengan istri-istri beliau terkait kehadiran Maria Qibtiyah. Fakta itu sebenarnya tertulis di kitab-kitab tafsir, sesuatu yang biasa didiskusikan. Masalahnya, sangat banyak orang yang berislam tanpa belajar. Mereka hanya mendengar secuil doktrin, dan mempercayainya tanpa periksa. Kontan mereka marah dengan fakta yang saya ungkap tadi, dan menuduh saya memfitnah dan menghina nabi.

Semua itu menjadi tambah panas bisa bercampur dengan kepentingan politik. Politik kita masih sebatas politik emosi. Laksana penonton bola, publik kita melihat politik dengan bingkai nalar “yang penting pihak saya menang”, bukan atas kepentingan-kepentingan yang lebih mendasar seperti terpenuhinya hak-hak dia sebagai warga negara. Akibatnya, semangat untuk menang lebih mendominasi pola komunikasi.
Ketika pikiran kita sudah dipenuhi oleh keberpihakan berbasis emosi, maka tidak ada lagi objektivitas. Tadi saya membaca posting orang yang memuat kritik saya terhadap Aa Gym, soal anjing pelacak di bandara. Ia menuduh saya bersikap kurang ajar. Kata-kata saya dia anggap kurang ajar. Tapi persis di bawah posting itu, ia memuat posting yang memaki-maki Ahok. Padahal kritik saya terhadap Aa Gym hanya berupa sindiran satire, tanpa makian. Bahkan, menurut teman saya yang berteman dengan dia, orang ini sebenarnya biasa memaki orang lain.

Apakah saya selalu objektif? Saya tidak berani mengklaim begitu. Yang bisa saya klaim adalah saya berusaha untuk selalu objektif. Obejektivitas, sayangnya, sering ditetapkan secara subjektif. Itulah peliknya.
Jadi bagaimana? Saya menetapkan platform dalam bermedia sosial, agar tidak larut dalam konflik, meski konflik sering kali memang tidak bisa dihindari. Pertama, saya menjunjung tinggi kemerdekaan berpikir dan berekspresi. Dalam hal ini saya bahkan terpaksa berbenturan dengan admin Facebook sendiri, apa boleh buat. Kedua, saya bermedia dengan basis pengetahuan dan fakta. Sering saya merevisi atau menghapus sebuah posting yang kemudian saya sadari tidak kuat basis faktanya. Ketiga, saya tidak berminat mengubah pandangan orang-orang yang memang sudah diametral pertentangannya dengan saya. Yang bisa saya lakukan hanya membuka dialog untuk saling memahami. Bila pun itu tidak tercapai, minimal saya memberi kepercayaan diri kepada orang-orang yang sepaham dengan saya. Banyak orang yang punya pendirian tertentu tapi tidak tahu cara mempertahankan pendiriannya itu dengan argumen yang akurat. Saya menyediakan itu bagi mereka.

Facebook bagi saya hanyalah media untuk bertaaruf dengan jujur. Inilah saya. Sosok saya, atau apa yang saya pikirkan tidak selalu menyenangkan bagi orang lain. Dalam dunia nyata pun sebenarnya demikian. Hanya saja, saya tidak berinteraksi di dunia nyata sebanyak interaksi saya di dunia maya.

Penulis: Hasanudin Abdurakhman
Read more ...

Sabtu, 16 Juli 2016

Muhammad Ali dan Islam di Amerika (2)

Sambungan dari Muhammad Ali dan Islam di Amerika (1)

Seperti saya uraikan sebelumnya, keliru besar jika menganggap Amerika itu sebagai melulu "negeri Kristen-Yahudi". Amerika adalah negara "melting pot" tempat ngumpulnya berbagai agama dan sekte dan kelompok non-agama. Amerika juga rumah buat aneka ragam sekte Islam dan kelompok keislaman. Sekte-sekte dan berbagai kelompok Islam yang dilarang di negara-negara tertentu (misalnya Ahmadiyah atau Hizbut Tahrir), bisa menikmati kebebasan disini, ketawa-ketiwi, egal-egol, dan kentat-kentut dengan bebasnya karena konstitusi Amerika menjamin kebebasan beragama semua warganya.


Meskipun sebagian umat Islam dan sejumlah ormas keislaman di AS ada saja yang rajin dan istiqamah mengkopar-kapirkan Mamarika, tetapi mereka tetap dibiarkan sepanjang tidak melakukan tindakan terorisme, kekerasan, dan hal-ikhwal yang mengganggu ketentraman publik. Karena alasan "demokrasi agama" inilah, Amerika menjadi salah satu tumpuan hidup dan eksistensi buat aneka ragam kelompok agama, termasuk Islam. Jane Smith, dalam buku Islam in America, bahkan menyebut negara Paman Sam ini yang paling heterogen dan paling banyak menampung berbagai kelompok dan mazhab umat Islam.

Menurut catatan sejumlah sejarawan, dari sekian banyak suku-bangsa Muslim di Amerika, kaum Muslim Afrika-Amerika konon yang paling banyak populasinya. Kaum Muslim Afrika-Amerika (disebut "Black Muslims") kontemporer merupakan keturunan para budak Afrika yang didatangkan oleh Amerika sejak awal abad ke-18. Karena politik rasisme anti-negro (white supremacy) yang begitu kuat di Amerika kala itu, sejumlah tokoh Muslim Afrika-Amerika sejak awal abad ke-20 kemudian menggelar sejumlah perlawanan teologi-budaya untuk melawan "supremasi kulit putih".

Di antara tokoh Muslim Afrika-Amerika yang memelopori gerakan "perlawanan teologi-budaya" atas "bangsa kulit putih" adalah Noble Drew Ali dan yang paling fenomenal adalah Wallace Fard Muhammad yang mendirikan Nation of Islam (NOI) pada awal 1930-an. Puncak gemilang NOI ketika dipimpin oleh tokoh Muslim Afrika-Amerika karismatik bernama Elijah Muhammad (1837-1975). Tokoh Muslim yang hobi berpeci, berjas, dan berdasi inilah yang menjadi mentor sejumlah tokoh Muslim Afrika-Amerika legendaris termasuk Malcolm X (Malcolm Little), Louis Farrakhan, Warith Deen Mohammed, dan "sang petinju legenda" Muhammad Ali.

Mereka adalah para tokoh Muslim yang bergemuruh menentang perang dan politik rasisme serta memperjuangkan martabat dan hak-hak kemanusiaan yang dipenjarakan oleh rezim Amerika waktu itu. Mereka bahu-membahu berjuang bersama sejumlah tokoh Kristen kharismatik penentang rasisme seperti Martin Luther King, Jr. Di antara sekian tokoh Muslim Afrika-Amerika, Malcolm X yang paling fenomenal. Pidato-pidatonya menggelegar bergemuruh laksana petir yang menyambar-nyambar yang mampu menyihir beribu-ribu orang dan mampu memikat hati dan pikiran banyak warga Afrika-Amerika untuk bergabung menjadi umat Islam.

Menariknya, meskipun mereka adalah para tokoh Muslim hebat di Amerika ini, tidak ada satupun yang berjubah apalagi berjenggot panjang menjuntai tak terurus. Mereka berjas dan berdasi dan kelimis. Mereka juga tidak mengkhotbahkan tentang jubah, celana cingkrang setengah tiang, jilbab/hijab, apalagi poligami he he. Kenapa? Ya memang buat mereka semua itu gak penting banget lah karena bukan esensi ajaran Islam hanya "bunga-bunga" budaya Arab saja yang tidak perlu diterapkan di Amerika.

Kent Vale, Singapore

Penulis: Sumanto Al Qurtuby
Read more ...

Kamis, 14 Juli 2016

Sadar Kompetensi

Saya sering bertanya pada mahasiswa, nanti kalau sudah lulus mau jadi apa? Mau kerja sebagai apa? Sebagian dari mereka menjawab tidak tahu. Sebagian lagi menjawab ingin jadi ini dan itu, tapi ketika ditanya tentang apa kompetensi yang diperlukan untuk mendapatkan pekerjaan yang diinginkan tersebut, mereka tidak tahu. Mereka hanya bermimpi ingin menjadi sesuatu, tapi tidak menempuh jalan menuju impian tersebut.

Ada kawan saya mahasiswa jurusan komunikasi. Dia ingin jadi wartawan. Maka dia fokus menekuni kuliah-kuliah yang akan menjadi bekal untuk jadi wartawan. Mata kuliah pilihan yang dia ambil semua terkait dengan persiapan menjadi wartawan. Dia kemudian memang jadi wartawan setelah lulus.
Seperti itulah cara menempuh jalan menuju mimpi Anda.Tanpa upaya itu maka mimpi Anda adalah mimpi kosong belaka. Bila kebetulan cita-cita Anda tidak paralel dengan jurusan kuliah maka Anda harus belajar ekstra, dari sumber-sumber di luar kuliah.



Bagaimana mengetahui kompetensi yang diperlukan untuk suatu pekerjaan yang Anda inginkan? Baca! Artikel-artikel soal ini banyak bertenaran di internet. Stay in touch with your future! Bergaullah dengan orang-orang yang sudah bekerja di bidang yang ingin Anda tuju, baik secara nyata maupun virtual. Pergaulan itu sekaligus membuatkan Anda jaringan untuk masuk ke dunia kerja. Ingat, jaringan sangat penting dalam mencapai sukses.

Waktu kuliah dulu IP saya pas-pasan. Tapi saya sadar soal kompetensi. Saya memahami struktur ilmu fisika yang saya pelajari. Saya menguasai kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh seorang sarjana fisika, di antaranya menguasai sistem pengukuran serta analisa dan interpretasi data hasil pengukuran. Makanya ketika masuk bekerja sebagai field engineer di industri minyak saya tenang saja. Semua prinsip kerja yang merupakan prinsip pengukuran sudah saya kuasai. Saya hanya perlu belajar know how saat menggunakan alat ukur yang spesifik.

Di sisi lain, untuk jalur karir di dunia riset saya juga siap. Saya bisa menyusun proposal riset, dan sama seperti di atas saya bisa membangun sistem pengukuran dalam eksperimen fisika. Maka saya tidak kesulitan dalam wawancara seleksi penerima beasiswa.

Selain itu, bahasa Inggris skornTOEFL saya 570. Saya sudah biasa menulis di media massa. Saya juga sudah biasa berpidato atau presentasi di depan orang banyak, bahkan sanggup memberi training.
Begitulah. Mahasiswa harus sadar kompetensi apa yang harus mereka bangun, dan menempuh jalan untuk membangunnya. Ada kompetensi inti, ada pula kompetensi tambahan. Tanpa hal itu, sebaiknya Anda berhenti kuliah saja. Karena lulus sarjana pun kemungkinan Anda akan jadi pengangguran saja.

Penulis: Hasanudin Abdurakhman
Read more ...

Selasa, 12 Juli 2016

PKI BULAT, DIGORENG DADAKAN


Entah kenapa isu kebangkitan PKI berhimpitan waktunya dengan fenomena tahu bulat digoreng dadakan yang hadir di tengah masyarakat. Tahu yang biasanya segiempat, sebagai simbol empat pilar kebangsaan, diubah bentuknya secara subversif menjadi bulat.
Kamu tahu makna bulat? Lengkungannya bisa dimaknai sebagai arit. Sedangkan cabe yang menghiasinya bisa diasosiakan dengan palu. Maka, wajar jika orang berteriak PKI sudah bangkit di Indonesia. Ciri-cirinya, tahu menjadi bulat. Sedangkan digoreng dadakan adalah kode bakal hadirnya revolusi : panas dan mendadak.


"Bagi PKI semuanya bisa terjadi," ujar seorang teman. Saya maklum dengan argumennya. Dia adalah pengagum berat Kivlan Zein. Buktinya saban berdendang, teman saya menyanyikan lagu yang sama. "Insyallah, insyallah, insyallah you'll find your way..."
Bagi Kivlan semua memang masih insyallah. Wahyu Setiadji yang katanya sebagai ketua PKI baru, apakah itu orang benar atau tokoh kartun, masih insyaallah. 15 juta anggota PKI juga masih insyaallah ada atau tidaknya. Bukti otentik kebangkitan PKI cuma empat lembar kaos oblong disablon palu dan arit.
Majakah Tempo pernah mengulas Kivlan yang bermimpi jadi Presiden. Dia merasa kejatuhan bintang kemukus. Untuk mengatuk-gatukan dengan ramalan Ronggowarsito, Kivlan mengganti namanya menjadi Sutiyogo.

Nama itu kedengarannya seperti gabungan dua mantan Gubernur DKI --Sutiyoso dan Wiyogo Atmodarminto. Entah apa alasan Kivlan, mau jadi Presiden kok, nama yang dipilihnya cuma sekelas Gubernur.

Kembali ke isu kebangkitan PKI, Kivlanlah yang paling lantang berteriak. Ibaratnya suara Kivlan satu oktaf di bawah Axl Rose. Kivlan juga sempat berharap pemerintah membiayai kegiatan perang dengan PKI.
Mungkin beliau ingin mengulang sukses Pam Swakarsa yang dulu digagasnya. Tapi jaman sudah berubah. Pam sekarang sudah tudak ada lagi, digantikan PDAM. Itupun di Jakarta pengelolaannya diserahkan ke perusahaan asing. Sedangkan Pamela Anderson sejak lama keluar dari Baywatch. Saat ini 'Pam' yang tersisa hanyalah akhiran dari 'Sat'.

Sayangnya sekeras-kerasnya Kivlan teriak, Menkopulhukam Luhut Panjaitan tidak percaya pada isu kebangkitan PKI. Tapi Kivlan baik hati. Dia mau mengajari Menko tentang isu ini.
Saya membayangkan kedua purnawirawan itu berjumpa. Di depannya ada camilan tahu bulat, digoreng dadakan. Masih panas, lengkap dengan rawitnya.

Dari camikan itulah analisa kebangkitan PKI akan diterangkan.

Penulis: Eko Kuntadhi
Read more ...

Minggu, 10 Juli 2016

Muhammad Ali dan Islam di Amerika (1)


Anggapan atau tuduhan sejumlah kelompok “Islam ekstrim” di Indonesia bahwa Amerika adalah “negeri kafir” Kristen-Yahudi adalah tidak tepat. Menuduh “kafir” saja keliru karena mereka jelas bukan kafir tapi umat beriman. Apalagi menganggap Amerika sebagai negeri Kristen-Yahudi. Jelas bombastis dan mengandung unsur propaganda murahan. Amerika—atau Barat secara umum—adalah kawasan multi-agama. Ini persis dengan dunia Arab yang juga kawasan multi-agama.

Kemajemukan agama itu sebagai dampak dari arus migrasi yang sangat kuat. Seperti negara-negara Arab Teluk, Amerika juga dibanjiri oleh kaum migran, termasuk kaum migran Muslim tentunya. Memang Kristen menjadi agama dominan sebagaimana Islam di Arab. Tetapi umat Kristen, sebagaimana kaum Muslim, juga jauh dari kesan tunggal dan monolitik. Kedua kelompok ini bukan sekumpulan “bebek kuwek-kuwek” yang seragam. Baik “dunia Islam Arab” maupun “dunia Kristen Amerika” sangat beragam, majemuk, dan sangat kompleks: kelompoknya, mazhabnya, suku-bangsanya, kultur-tradisinya, pandangan keagamaannya, sikap politiknya dan seterusnya.



Karena itu keliru besar jika menganggap Amerika itu adalah “negeri kafir Kristen-Yahudi” yang anti-Islam seperti yang didakwahkan secara konyol oleh kelompok “Islam pentungan” itu. Ini sama kelirunya yang menganggap Arab atau Muslim itu anti-Amerika atau anti-Kristen. Bahkan menurut pencandraan para ilmuwan sosial, populasi kaum Muslim sebentar lagi akan menyalip warga Yahudi di Amerika hal itu dikarenakan kaum Muslim suka memproduksi anak, selain faktor lain tentunya (seperti migrasi). Menjadi Muslim juga mudah: hanya membaca sebaris kalimat syahadat sim salabim ting jadilah Muslim.

Ada cukup banyak kaum Muslim dari berbagai suku-bangsa yang tinggal di Amerika: Afrika, Arab, Iran, India, Pakistan, Bangladesh, Turki, Kurdi, Afganistan, Indonesia, negara-negara Muslim pecahan Uni Soviet (Kazahtan, Uzbekistan, Tajikistan, Kyrgistan, dlsb), atau bahkan kaum “bule Muslim” itu sendiri yang menjadi mualaf, baik setelah menikah dengan suami Muslim atau istri Muslimah atau lantaran ketertarikan sendiri dengan ajaran-ajaran Islam. Dari sekian banyak suku-bangsa, warga Afrika-Amerika-lah yang paling banyak mendominasi keislaman di Amerika (mereka sering disebut dengan “Black Muslims”).

Dalam konteks sejarah, meski dipastikan kaum Muslim sudah mendarat di Amerika jauh sebelum pendaratan Christopher Columbus (1451 – 1506), arus migrasi kaum Muslim ke AS dalam jumlah signifikan baru terasa sejak akhir abad ke-18 terutama setelah pendirian negara AS pada tahun 1776. Kala itu, sebagai penguasa baru menggantikan Inggris, Amerika membutuhkan banyak budak untuk dipekerjakan di berbagai sektor pembangunan serta pembukaan lahan baru (babat alas) di berbagai wilayah di AS yang masih belantara tak bertuan. Para budak itu kebanyakan didatangkan dari Afrika. Tercatat pada tahun 1800, ada sekitar 500 ribu budak dari Afrika di AS. Para sejarawan, misalnya Michael Gomez, menaksir sekitar 30% dari para budak laki-laki dan 15% budak perempuan beragama Islam. Hal ini bisa dimaklumi mengingat para budak itu didatangkan dari berbagai kawasan Afrika yang diantaranya sudah lama diislamkan oleh para penguasa Muslim, misalnya Afrika Utara dan Afrika Barat.

Petinju legendaris Muhammad Ali yang nama aslinya Cassius Marcellus Clay yang meninggal beberapa hari lalu adalah dari generasi Afrika-Amerika ini. Lalu, bagaimana kisah orang-orang kulit hitam Afrika di Amerika seperti Ali ini kemudian berbondong-bondong masuk Islam? Jangan kemana-mana, panteng terus di channel FB-ku ini he he

Kent Vale, Singapore

Bersambung ke  Muhammad Ali dan Islam di Amerika (2)

Penulis: Sumanto Al Qurtuby
Read more ...

Jumat, 08 Juli 2016

Kasih Ayah

Ada 2 fenomena yang masih baru terjadi di time line saya, yang pertama adalah seorang guru SMP yang di tuntut di pengadilan akibat mencubit siwanya (entah benar dicubit atau hanya di elus) dan yang kedua adalah seorang ayah yang kebetulan seorang anggota DPR RI meminta fasilitas penjemputan kepada KJRI yang ada di kota New York atas putri nya yang sedang mengikuti Summer Camp Stage Manor di Loch Sheldrake.

Kedua tipe ayah diatas menurut saya adalah sama, yaitu memberikan yang terbaik buat anak mereka menurut versi mereka masing-masing sehingga si anak bisa lebih nyaman dan merasa disayang oleh ayah mereka. Namun anehnya, justru si anak dan orang tua nya di bully di dunia maya (mungkin juga di dunia nyata hanya tak terekspose). Apa yang salah? Masalahnya dimana?

Jika menurut nalar kedua ayah tersebut, perbuatan mereka adalah benar dan dapat dibenarkan. Kenapa mereka harus mendapat penolakan dari sebagian besar masyarakat di Indonesia yang berada di dunia maya?

Kita rinci satu per satu.


Kasus pertama adalah seorang anak yang di cubit oleh gurunya. Kalaupun itu bener dicubit, sekeras apa sih seorang guru mencubit murid nya yang bolos ketika ada salat berjamaah di mushola sekolah. Inikah yang dipermasalahkan oleh "sang" ayah yang melaporkan guru tersebut?
Saya jadi teringat ketika dulu saya masih SD dan menerima didikan dari seorang guru berupa tamparan dan cubitan hanya karena bermain di halaman sekolah yang kondisinya sedang dalam pembangunan dan hari sedang gerimis padahal sudah dilarang terlebih dahulu oleh guru tersebut. Apa maksud guru saya? Supaya saya tidak terluka akbiat material bangunan (paku atau kerikil) dan gerimis yang bisa menyebabkan saya sakit. Saya orang pertama yang di tampar oleh guru tersebut dari 6 orang yang "didakwa" bersalah. Apakah perlu pengadilan untuk hal tersebut?
Apa maksud ayah tersebut melaporkan guru anak nya ke kantor polisi untuk diadili? Apakah cara tersebut menjadi pendidikan yang baik buat anaknya? Bahkan di salah satu foto yang di share oleh anaknya di Instagram, terlihat anak SMP tersebut sedang merokok bersama dengan temannya. Apakah ayahnya sudah mengetahuinya?
Hai orang tua, didiklah anak mu dengan sebaiknya. Jangan engkau beri roti plastik saat anak mu meminta roti untuk dimakan.


Kasus kedua adalah penggunaan posisi di DPR RI untuk mendapatkan fasilitas negara untuk urusan pribadi. Kalau politisi yang satu ini sangat terkenal di Indonesia. Bak aktor DPR terkenal. Mungkin dia juga tidak sadar mendidik anaknya dengan fasilitas negara yang bukan milik pribadi. Kira-kira apa ya percakapan antara ayah dan putri nya ini ketika dia menitip pesan kepada anaknya bahwa sudah ada yang akan menjemputnya di bandara JFK New York oleh orang kedutaan. Mungkin dia mengatakan, "tenang aja nduk, anggota bapak sudah ada yang jemput kamu disana. Nanti bapak yang hubungi mereka. Kamu kan anak dari seorang anggota DPR RI", dan sianak pun menjawab, "Ok deh papi, makaci ya. Papi memang hebat". :)

Kedua kasus tersebut memiliki persamaan. Sama-sama memiliki ayah yang hebat. Mungkin anak mereka belum pernah merasakan rotan ketika mereka di didik.

Karena ada tertulis, "Engkau memukulnya dengan rotan, tetapi engkau menyelamatkan nyawanya dari dunia orang mati."

So... Orang tua, kita mulai mendidik anak dengan lebih baik lagi, jangan memanjakan anak mu karena engkau sama saja memberikan roti imitasi saat mereka ingin makan roti.

Penulis: The Tampan Man
Read more ...

Kamis, 07 Juli 2016

Lebaran, Ketupat, Sungkem, dan Halal Bihalal

Semua postinganku sebetulnya bertujuan untuk mendidik publik masyarakat agar bersikap cerdas dan dewasa dalam menyikapi isu-isu sosial-kemanusiaan-keagamaan. Menggugah masyarakat akan pentingnya makna toleransi dan pluralisme dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat, beragama, berbangsa, dan bernegara. Menyadarkan akan bahaya "etnosentrisme" dan pentingnya "relativisme budaya" dalam menyikapi kemajemukan umat manusia. Menghargai tradisi sendiri, budaya sendiri, bahasa sendiri, bangsa sendiri, dan negara sendiri diatas tradisi, budaya, bahasa, bangsa, dan negara lain tanpa harus merendahkan tradisi, budaya, bahasa, bangsa, dan negara lain itu.



Lebaran berarti "lebar" atau "selesai". Bisa juga berarti "lebur" yang berarti "hangus" atau "lenyap". Tentu saja lenyap segala kesalahan dengan jalan saling memaafkan satu sama lain. Konon tradisi ini pertama kali digagas oleh Sunan Bonang yang bertujuan untuk "menyempurnakan" bulan suci Ramadan. Jika dengan puasa, Tuhan mengampuni dosa-dosa kita dengan-Nya, maka dengan saling meminta maaf kepada sesama, lenyaplah dosa-dosa dan kesalahan kita dengan sesama umat manusia. Denagn demikian, dosa dengan Tuhan lebur, dosa dengan sesama manusia juga lebur.
Lambang dari pengampunan kesalahan dan permintaan maaf itu disimbolkan dengan ketupat atau kupat dalam Bahasa Jawa yang berarti "ngaku lepat" atau mengakui kesalahan atau kekhilafan. Tradisi makan kupat ini konon pertama kali diperkenalkan oleh Sunan Kalijogo, satu-satunya anggota Walisongo yang "njawani" dan gemar nguri-uri atau merawat tradisi dan kebudayaan lokal.
Selain makan ketupat, Lebaran juga diiringi dengan tradisi "sungkeman", sebuah tradisi Jawa yang konon dimulai dari Pangeran Samber Nyowo atau KGPA Arya Mangkunegara I dari Keraton Kartasura. Sungkem adalah sebuah tradisi permintaan maaf dan sekaligus permintaan berkah dari orang tua atau orang yang dituakan.

Terakhir adalah halal bihalal. Nah ini sejarahnya agak rumit dan banyak versi. Tetapi diantara sekian versi, saya menganut versi yang mengatakan bahwa nama "halal bihalal" itu diperkenalkan oleh KH Abdul Wahab Chasbullah (Mbah Wahab), salah satu pendiri NU. Konon dulu, Presiden Sukarno minta nasehat Mbah Wahab untuk mengatasi perselisihan, ketegangan, dan konflik para elit poltik di awal-awal kemerdekaan RI. Mbah Wahab kemudian mengusulkan kepada Bung Karno untuk mengundang semua elit politik dari berbagai etnis dan agama dalam sebuah acara silaturahmi akbar di "istana" yang dinamakan "Halal Bihalal" tujuannya supaya saling "menghalalkan" dan "memaafkan" kesalahan, tidak ribut melulu dan saling "mengharamkan" dan "menyalahkan".

Demikian sekilas "santapan rohani" dari Negeri Singa. Insya Allah, besuk mudik kampung untuk ikut merayakan Lebaran, makan kupat, sungkeman, dan halal bihalal.

Penulis: Sumanto Al Qurtuby
Read more ...

Rabu, 06 Juli 2016

TUAN RUMAH TERKEJAM DI HARI YANG FITRI


Saya tahu, teman saya adalah tuan rumah yang kejam. Tapi lebaran kali ini, saya tetap harus mendatanginya. Seberapa kejamkah dia, hingga saya tidak mau berlebaran?
Saya rasa sekejam apapun dia sebagai tuan rumah, saya tidak punya alasan untuk memutus silaturahmi.
Jadi pagi ini, di hari raya yang agak mendung, saya telah duduk di ruang tamunya. Setelah berbasa-basi, saya melirik kaleng Khong Guan di atas meja. Saya membayangkan sebentar lagi menggigit biskuit dengan kismis di dalamnya. Ini salah satu jenis yang paling saya suka.
Ternyata kekejaman tuan rumah belum berubah. Saat saya membuka kaleng biskuit, saya hanya menenukan rengginang warna merah jambu. Keras dan kasar. Ini jenis penipuan klasik saat lebaran. Mungkin nasi aking untuk membuat rengginang kurang lama dijemurnya, hingga alot digigit. Butuh setengah jam untuk menghabiskan sepotong rengginang.

Meskipun dia adalah tuan rumah yang kejam, tapi saya adalah tamu yang beradab. Tidak mungkin saya campakkan rengginang alot itu di depan mukanya. Itu sungguh tidak sopan.
Obrolan kami terus dilanjutkan. Mata saya tertumpu pada toples nastar. Bentuknya bulat terbuat dari plastik transparan. Isinya kelihatan masih penuh. Saya tertarik dengan irisan keju kecil di ujungnya.
Pelan-pelan tangan saya meraih toples kecil itu. Tanpaknya masih baru. Mungkin karena saya tamu pertama yang datang ke rumahnya pada lebaran ini. Tapi saya kesulitan membuka tutupnya. Sepanjang obrolan saya sibuk mencari ujung solatip yang merekatkan tuup toples itu. Sial. Saya menghabiskan 30 menit berbasa-basi dengan jari tangan terus memutari tutup toples, hasil akhirnya nihil. Entah dimana ujung solatip itu.
Sudahlah. Nastar memang belum rezeki saya, pikirku. Bagaimana jika kacang atau kolang kaling? Hmmm, boleh juga. Tapi kacangnya juga berada di toples yang sama dengan nastar. Masih penuh isinya. Saya trauma dan tidak berani lagi mencari ujung solatipnya. Trauma itu telah meninggalkan bekas sangat dalam pada diri saya.


Mungkin hanya manisan kolang-kaling rezeki saya. Penutupnya pasti gampang dibuka, sebab ini adalah toples beling. Tidak mungkin ada solatip di tutupnya. Alhamdulillah, benar saja. Bukanya memang gampang.
Tapi, busyet dah. Rupanya tuan rumah yang kejam ini tidak menyiapkan piring kecil beserta sendoknya. Bagaimana caranya saya makan manisan kolang kaling, yang licin dan lengket itu? Apakah saya harus mencomot sebiji lalu memasukannya langsung ke mulut? Ah, itu sangat tidak sopan.
Tapi apakah saya harus pulang dengan tangan hampa? Pikiran-pikiran berkecamuk. Berbagai rencana disusun, tapi untuk menjalankannya saya butuh situasi yang kondusif.
Untung saja ada tamu lain yang mampir ke rumahnya. Sepertinya tamu itu cuma sekadar mengucapkan selamat lebaran. Tuan rumah beranjak untuk menyambut tamunya yang baru.
Buru-buru tangan saya masuk ke toples manisan kolang-kaling, mencomot satu buah. Begitu saya angkat kolang-kaling yang licin itu malah melompat keluar. Melejit dari genggaman tangan. Jatuh di lantai, dekat kaki tuan rumah yang kejam itu.

Untung dia tidak memperhatikan. Saya rasa dia masih sibuk berbasa-basi dengan tamu barunya.
Kakinya bergerak sedikit. Saya mulai khawatir, ketika langkahnya mendekati biji kolang kaling di lantai meramik itu. Ah, benar saja. Dia menginjak kolang-kaling yang licin, lalu --gubrak! Saat tubuhnya oleng sebelah tanganya meraih taplak meja. Segelas kopi ikut tumpah menyiram baju koko barunya yang berwarna putih bersih.
Setelah dia membersihkan diri, saya buru-buru pamit pulang. Sebetulnya dia menahan saya, tapi seperti biasa, saya beralasan harus ke rumah famili lain. Jadi dia tidak mungkin menahan saya terus di ruang tamunya.

Ketika berpamitan, dia memeluk saya sangat erat. Saya pikir dia merasa berat melepaskan sahabat lamanya pulang. Kami memang jarang bertemu. Mungkin hanya setahun sekali saja.
Tapi rupanya bukan itu. Dalam pelukan eratnya dia berbisik. "Aku tahu kamu sengaja menjatuhkan kolang-kaling ke dekat kakiku," katanya. Pelukannya tambah erat.
"Kamu juga sengaja menambah solatip di toples nastarmu," jawabku tidak mau kalah. Lalu dia melepaskan pelukannya. Memandang wajahku dalam-dalam.
"Kamu tidak berubah," katanya lagi. Kali ini wajahnya serius.
"Kamu juga tidak berubah. Lebaran tahun lalu, semurmu cuma berisi lengkuas. Aku makan ketupat hanya dengan kuah semur sambil menghisap-hisap lengkuas. Aku masih ingat itu," balasku.
"Tapi tahun lalu aku menyediakan permen karet," dia seperti membanggakan diri.
"Iya. Kamu juga menyajikan tepung gula. Kalau permen karet sudah tidak manis, kamu mempersilahkan tamumu mencocolnya dengan tepung gula. Begitu terus berulang-ulang. Mulut kami gak sempat makan kue yang lain," balasku.

"Aku berusaha jadi tuan rumah yang baik meski harus mengorbankan baju baruku."
"Siapa bilang. Kamu adalah tuan rumah yang kejam."
Lantas kami saling berpandangan. Dalam sekali.
Lalu kami tertawa. Tertawa sangat keras di hari yang fitri itu. Karena hidup begitu menyedihkan, kami ingin tertawa-tawa saja sepuasnya.


Penulis: Eko Kuntadhi

Selamat Idul Fitri 1437 H
Mohon Maaf Lahir dan Batin
Read more ...

Senin, 04 Juli 2016

Penyakit Tahunan Umat Islam


Setiap bulan puasa, sejumlah kelompok dan umat Islam (sejumlah lo ya, gak semuanya, nanti ada yang menuduh lagi saya anti Islam dan kaum Muslim) di Indonesia selalu saja ada yang melakukan berbagai tindakan arogan, anarkis, ngamuk, mau menangnya sendiri, betul-betul memuakkan dan memalukan.
Yang rutin mereka lakukan setiap tahun di bulan puasa misalnya, "sweeping" warung-warung yang buka di siang hari, ngobrak-abrik tempat-tempat yang mereka anggap "sarang maksiat", kemudian khotbah dimana-mana pletar-pletor kayak petasan minta semua orang, khususnya non-Muslim, untuk menghormati kaum Muslim yang sedang menjalankan ibadah puasa dengan cara tidak makan-minum di hadapan orang-orang yang berpuasa atau menutup warung makan di siang bolong. Inilah yang saya maksud dengan "penyakit kambuhan tahunan" (sebagian) umat Islam. 



Dengan berlagak seperti "satpam Tuhan", mereka tidak sungkan-sungkan membentak-bentak orang lain atau bahkan melakukan kekerasan terhadap orang/kelompok lain yang menurut mereka tidak "menghormati" bulan Ramadan. Bukankah tindakan ini seperti "anak-anak" balita yang merengek-rengek minta diperhatiin orang tuanya? Atau, barang kali, seperti "Tuan Takur" dalam film India itu atau "tuan-tuan" lain yang "gila hormat"? Apakah kira-kira Tuhan bangga dengan kelakuan arogan mereka?

Jika kita dengan mudahnya minta umat agama lain untuk menghormati ibadah-ritual kita, apakah kita juga sudah melakukan hal yang sama: menghormati ibadah-ritual umat agama lain? Jika kita ingin dihormati orang lain, maka kita juga harus menghormati orang lain. Jika kita merasa sakit karena tidak dihormati orang lain, maka begitulah umat lain juga akan merasakan sakit jika kita tidak menghormati dan bahkan mengolok-olok mereka.

Puasa bukan hanya menahan makan-minum tapi juga menahan hawa nafsu, termasuk nafsu amarah dan mau menangnya sendiri. Tuhan tidak butuh "satpam" atau "satpol PP". Jangankan masalah puasa, soal keimanan dan kekafiran orang saja, Tuhan santai banget. Manusia saja yang ribut.

Akhirul kalam, jika kita minta orang yang tidak berpuasa untuk menghormati orang yang berpuasa, maka kita yang berpuasa juga harus menghormati mereka yang tidak berpuasa. Selamat menjalankan ibadah puasa bagi yang berpuasa, dan selamat menikmati makan-minum seperti biasa bagi yang tidak berpuasa.

Kent Vale, Singapore

Penulis: Sumanto Al Qurtuby
Read more ...

Sabtu, 02 Juli 2016

PUASA ITU PEDIH, JENDERAL


Saya juga heran ketika bapak kita tercinta, mantan Presiden kita, Susilo Bambang Yudhoyono merasa pedih kita merasakan lapar dan haus saat berpuasa...

Bulan Ramadhan itu adalah bulan suci bagi umat Islam, dimana selama sebulan itu Tuhan memberikan remisi bagi manusia untuk membersihkan jiwanya dari kotoran atau dosa2 yang selama ini melekat. Salah satu cara paling efektif supaya kotoran itu mudah dibersihkan adalah dengan mengekang nafsu, dan puasa menahan lapar dan haus itu adalah media untuk mengekang nafsu.


Lalu ketika menahan lapar dan haus itu media untuk membersihkan jiwa, kenapa menjadi pedih ? Seharusnya gembira ria, karena ini fasilitas yang disediakan untuk manusia pada bulan ini.
Pak SBY mungkin belum memahami makna bulan Ramadhan ini sesungguhnya, karena itu beliau hanya fokus pada kepedihan. Atau memang kebiasaan beliau berpedih -pedih dalam segala hal, terutama saat memimpin negara ini selama 10 tahun lamanya. Karena itu, wajar saja beliau selalu prihatin.

Mungkin karena rasa pedih itu juga yang membuat beliau harus berhutang triliunan dari asing untuk mengucurkan Bantuan Langsung Tunai dan dibagikan kepada masyarakat supaya konsumtif. Daripada pedih, nih saya kasih duit ya.. Begitulah kira2.

Atau beliau pedih juga saat melihat banyak proyek mangkrak di masanya dan baru terlihat saat sudah pensiun. Pedih, kenapa baru tahu sekarang ? Seharusnya dulu aku bisa bla bla...
Pedihnya beliau juga mungkin sangat terasa ketika harus menghabiskan dana 40 miliar saat pernikahan anak kesayangannya. Pedih karena seharusnya uang sebesar itu bisa buat hal yang berguna, tapi gimana lagi, nanti bisa2 di lecehkan mosok anak Presiden pernikahannya sederhana. Seperti makan buah simalakama, di makan bapak pedih, gak dimakan emak yang pedih.

Jadi, tidak usah dipersoalkan lagi kepedihan pak SBY karena kita juga merasakan kepedihan yang begitu panjang, 10 tahun lamanya, ketika negara ini dikeruk habis2an dan dilemahkan sehingga tidak bisa berkembang bahkan untuk mengalahkan negara sekecil Singapura saja.
Mari kita jadikan Ramadhan ini bulan kepedihan mengenang betapa kita banyak membuang waktu untuk sekedar bangkit saja. Kita harus terus merangkak dalam waktu selama itu, menundukkan kepala ketika berada di negara lain, karena kita tidak punya kebanggaan terhadap negeri sendiri...

Kita berpuasa begitu lama dan itu sangat pedih...

Puasa itu pedih, Jenderal...

Sepedih Fahri Hamzah yang harus membela mati2an kedudukannya di DPR meski sudah dipecat.. Gimana gak pedih, lha trus ntar anak istrinya makan apa ?

Pedih, ada rokok gak ada korek.. Pedihhh..

Seperti judul buku Jonru. "Cowok di seberang jendela.." Itu cowok pedih banget. Ngapain juga dia di seberang jendela.. Kayak orang ngintip dan anunya kejepit..

Seruput dulu, pak Jenderal....

Penulis: Denny Siregar
Read more ...

Indonesia

Air Hidup

Advertise Here

Designed By VungTauZ.Com