Saya juga heran ketika bapak kita tercinta, mantan Presiden kita, Susilo Bambang Yudhoyono merasa pedih kita merasakan lapar dan haus saat berpuasa...
Bulan Ramadhan itu adalah bulan suci bagi umat Islam, dimana selama sebulan itu Tuhan memberikan remisi bagi manusia untuk membersihkan jiwanya dari kotoran atau dosa2 yang selama ini melekat. Salah satu cara paling efektif supaya kotoran itu mudah dibersihkan adalah dengan mengekang nafsu, dan puasa menahan lapar dan haus itu adalah media untuk mengekang nafsu.
Lalu ketika menahan lapar dan haus itu media untuk membersihkan jiwa,
kenapa menjadi pedih ? Seharusnya gembira ria, karena ini fasilitas yang
disediakan untuk manusia pada bulan ini.
Pak SBY mungkin belum memahami makna bulan Ramadhan ini sesungguhnya, karena itu beliau hanya fokus pada kepedihan. Atau memang kebiasaan beliau berpedih -pedih dalam segala hal, terutama saat memimpin negara ini selama 10 tahun lamanya. Karena itu, wajar saja beliau selalu prihatin.
Mungkin karena rasa pedih itu juga yang membuat beliau harus berhutang triliunan dari asing untuk mengucurkan Bantuan Langsung Tunai dan dibagikan kepada masyarakat supaya konsumtif. Daripada pedih, nih saya kasih duit ya.. Begitulah kira2.
Atau beliau pedih juga saat melihat banyak proyek mangkrak di masanya dan baru terlihat saat sudah pensiun. Pedih, kenapa baru tahu sekarang ? Seharusnya dulu aku bisa bla bla...
Pedihnya beliau juga mungkin sangat terasa ketika harus menghabiskan dana 40 miliar saat pernikahan anak kesayangannya. Pedih karena seharusnya uang sebesar itu bisa buat hal yang berguna, tapi gimana lagi, nanti bisa2 di lecehkan mosok anak Presiden pernikahannya sederhana. Seperti makan buah simalakama, di makan bapak pedih, gak dimakan emak yang pedih.
Jadi, tidak usah dipersoalkan lagi kepedihan pak SBY karena kita juga merasakan kepedihan yang begitu panjang, 10 tahun lamanya, ketika negara ini dikeruk habis2an dan dilemahkan sehingga tidak bisa berkembang bahkan untuk mengalahkan negara sekecil Singapura saja.
Mari kita jadikan Ramadhan ini bulan kepedihan mengenang betapa kita banyak membuang waktu untuk sekedar bangkit saja. Kita harus terus merangkak dalam waktu selama itu, menundukkan kepala ketika berada di negara lain, karena kita tidak punya kebanggaan terhadap negeri sendiri...
Kita berpuasa begitu lama dan itu sangat pedih...
Puasa itu pedih, Jenderal...
Sepedih Fahri Hamzah yang harus membela mati2an kedudukannya di DPR meski sudah dipecat.. Gimana gak pedih, lha trus ntar anak istrinya makan apa ?
Pedih, ada rokok gak ada korek.. Pedihhh..
Seperti judul buku Jonru. "Cowok di seberang jendela.." Itu cowok pedih banget. Ngapain juga dia di seberang jendela.. Kayak orang ngintip dan anunya kejepit..
Seruput dulu, pak Jenderal....
Penulis: Denny Siregar
Pak SBY mungkin belum memahami makna bulan Ramadhan ini sesungguhnya, karena itu beliau hanya fokus pada kepedihan. Atau memang kebiasaan beliau berpedih -pedih dalam segala hal, terutama saat memimpin negara ini selama 10 tahun lamanya. Karena itu, wajar saja beliau selalu prihatin.
Mungkin karena rasa pedih itu juga yang membuat beliau harus berhutang triliunan dari asing untuk mengucurkan Bantuan Langsung Tunai dan dibagikan kepada masyarakat supaya konsumtif. Daripada pedih, nih saya kasih duit ya.. Begitulah kira2.
Atau beliau pedih juga saat melihat banyak proyek mangkrak di masanya dan baru terlihat saat sudah pensiun. Pedih, kenapa baru tahu sekarang ? Seharusnya dulu aku bisa bla bla...
Pedihnya beliau juga mungkin sangat terasa ketika harus menghabiskan dana 40 miliar saat pernikahan anak kesayangannya. Pedih karena seharusnya uang sebesar itu bisa buat hal yang berguna, tapi gimana lagi, nanti bisa2 di lecehkan mosok anak Presiden pernikahannya sederhana. Seperti makan buah simalakama, di makan bapak pedih, gak dimakan emak yang pedih.
Jadi, tidak usah dipersoalkan lagi kepedihan pak SBY karena kita juga merasakan kepedihan yang begitu panjang, 10 tahun lamanya, ketika negara ini dikeruk habis2an dan dilemahkan sehingga tidak bisa berkembang bahkan untuk mengalahkan negara sekecil Singapura saja.
Mari kita jadikan Ramadhan ini bulan kepedihan mengenang betapa kita banyak membuang waktu untuk sekedar bangkit saja. Kita harus terus merangkak dalam waktu selama itu, menundukkan kepala ketika berada di negara lain, karena kita tidak punya kebanggaan terhadap negeri sendiri...
Kita berpuasa begitu lama dan itu sangat pedih...
Puasa itu pedih, Jenderal...
Sepedih Fahri Hamzah yang harus membela mati2an kedudukannya di DPR meski sudah dipecat.. Gimana gak pedih, lha trus ntar anak istrinya makan apa ?
Pedih, ada rokok gak ada korek.. Pedihhh..
Seperti judul buku Jonru. "Cowok di seberang jendela.." Itu cowok pedih banget. Ngapain juga dia di seberang jendela.. Kayak orang ngintip dan anunya kejepit..
Seruput dulu, pak Jenderal....
Penulis: Denny Siregar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar