Breaking News

Islam

Politik

Sabtu, 16 Juli 2016

Muhammad Ali dan Islam di Amerika (2)

Sambungan dari Muhammad Ali dan Islam di Amerika (1)

Seperti saya uraikan sebelumnya, keliru besar jika menganggap Amerika itu sebagai melulu "negeri Kristen-Yahudi". Amerika adalah negara "melting pot" tempat ngumpulnya berbagai agama dan sekte dan kelompok non-agama. Amerika juga rumah buat aneka ragam sekte Islam dan kelompok keislaman. Sekte-sekte dan berbagai kelompok Islam yang dilarang di negara-negara tertentu (misalnya Ahmadiyah atau Hizbut Tahrir), bisa menikmati kebebasan disini, ketawa-ketiwi, egal-egol, dan kentat-kentut dengan bebasnya karena konstitusi Amerika menjamin kebebasan beragama semua warganya.


Meskipun sebagian umat Islam dan sejumlah ormas keislaman di AS ada saja yang rajin dan istiqamah mengkopar-kapirkan Mamarika, tetapi mereka tetap dibiarkan sepanjang tidak melakukan tindakan terorisme, kekerasan, dan hal-ikhwal yang mengganggu ketentraman publik. Karena alasan "demokrasi agama" inilah, Amerika menjadi salah satu tumpuan hidup dan eksistensi buat aneka ragam kelompok agama, termasuk Islam. Jane Smith, dalam buku Islam in America, bahkan menyebut negara Paman Sam ini yang paling heterogen dan paling banyak menampung berbagai kelompok dan mazhab umat Islam.

Menurut catatan sejumlah sejarawan, dari sekian banyak suku-bangsa Muslim di Amerika, kaum Muslim Afrika-Amerika konon yang paling banyak populasinya. Kaum Muslim Afrika-Amerika (disebut "Black Muslims") kontemporer merupakan keturunan para budak Afrika yang didatangkan oleh Amerika sejak awal abad ke-18. Karena politik rasisme anti-negro (white supremacy) yang begitu kuat di Amerika kala itu, sejumlah tokoh Muslim Afrika-Amerika sejak awal abad ke-20 kemudian menggelar sejumlah perlawanan teologi-budaya untuk melawan "supremasi kulit putih".

Di antara tokoh Muslim Afrika-Amerika yang memelopori gerakan "perlawanan teologi-budaya" atas "bangsa kulit putih" adalah Noble Drew Ali dan yang paling fenomenal adalah Wallace Fard Muhammad yang mendirikan Nation of Islam (NOI) pada awal 1930-an. Puncak gemilang NOI ketika dipimpin oleh tokoh Muslim Afrika-Amerika karismatik bernama Elijah Muhammad (1837-1975). Tokoh Muslim yang hobi berpeci, berjas, dan berdasi inilah yang menjadi mentor sejumlah tokoh Muslim Afrika-Amerika legendaris termasuk Malcolm X (Malcolm Little), Louis Farrakhan, Warith Deen Mohammed, dan "sang petinju legenda" Muhammad Ali.

Mereka adalah para tokoh Muslim yang bergemuruh menentang perang dan politik rasisme serta memperjuangkan martabat dan hak-hak kemanusiaan yang dipenjarakan oleh rezim Amerika waktu itu. Mereka bahu-membahu berjuang bersama sejumlah tokoh Kristen kharismatik penentang rasisme seperti Martin Luther King, Jr. Di antara sekian tokoh Muslim Afrika-Amerika, Malcolm X yang paling fenomenal. Pidato-pidatonya menggelegar bergemuruh laksana petir yang menyambar-nyambar yang mampu menyihir beribu-ribu orang dan mampu memikat hati dan pikiran banyak warga Afrika-Amerika untuk bergabung menjadi umat Islam.

Menariknya, meskipun mereka adalah para tokoh Muslim hebat di Amerika ini, tidak ada satupun yang berjubah apalagi berjenggot panjang menjuntai tak terurus. Mereka berjas dan berdasi dan kelimis. Mereka juga tidak mengkhotbahkan tentang jubah, celana cingkrang setengah tiang, jilbab/hijab, apalagi poligami he he. Kenapa? Ya memang buat mereka semua itu gak penting banget lah karena bukan esensi ajaran Islam hanya "bunga-bunga" budaya Arab saja yang tidak perlu diterapkan di Amerika.

Kent Vale, Singapore

Penulis: Sumanto Al Qurtuby

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Indonesia

Air Hidup

Advertise Here

Designed By VungTauZ.Com