Tiga foto terlampir saya ambil gambarnya tadi pagi dari perjalanan
Jakarta-Bogor, seperti biasa menggunakan angkutan masal KRL.
Ada foto dua wanita duduk di salah satu pilar peron sebuah stasiun di Jakarta menunggu kereta datang. Mereka asyik melihat sebuah dunia kecil dalam genggaman bernama gadget, sementara mereka nampaknya tidak mempedulikan lingkungan sekelilingnya termasuk saya yang mengambil gambarnya dari jarak dekat.
Ada foto dua pria di dalam gerbong kereta saat melintas seusai stasiun Bojonggede. Keduanya melakukan hal yang sama, yaitu menyumbat kedua telinganya dengan earphone yang dihubungkan ke gadget di genggamannya yang juga tengah diamatinya dengan raut muka kadang-kadang memberengut, kadang-kadang tersenyum.
Mereka asyik dengan dunia kecil di genggamannya, tidak mempedulikan lingkungan sekelilingnya termasuk saya -seorang observer yang mengambil gambarnya dari jarak dekat. Saya berpikir kedua orang ini nampaknya tengah menutup kedua inderanya bagi dunia sekelilingnya, yaitu mata dan telinga. Matanya hanya mengamati dunia kecil gadget, telinganya tertutup oleh musik yang keluar dari alat ajaib itu.
Serentak saya teringat beberapa korban tabrak KRL adalah para penyeberang rel yang tengah menutup kedua inderanya itu oleh gadget. Pikiran dan mata mereka tengah terfokus ke layar dunia kecil mereka, dan telingannya tak mendengar peluit kereta yang meraung sebab musik yang hingar bingar mungkin tengah didengarnya. Dan mereka pun tertabrak, terlempar, atau terseret...
Ketidakpedulian akan dunia sekeliling, maaf saja, saya menyebut kedua foto itu begitu. Maaf juga buat keempat orang di dalam foto tersebut bila saya posting. Banyak orang melakukan seperti begitu, mungkin termasuk saya juga.
Sampai di Stasiun Bogor, juga di setiap stasiun yang saya singgahi di mana pun di Jabodetabek, di dekat pintu masuk sekaligus keluar saya selalu melihat satu atau dua kursi roda yang tengah terlipat siap untuk digunakan. Kursi roda ini dijaga petugas. Dan sekali dua kali saya melihat penumpang renta atau disabilitas tengah didorong oleh petugas stasiun menuju pintu keluar atau menuju gerbong kereta. Kursi roda begini semula hanya saya lihat ada di bandara-bandara untuk membawa penumpang renta atau disabilitas ke/dari pesawat terbang. Sekarang, di setiap stasiun ada, pun di stasiun kecil. Hebat.
Saya menyebut foto kursi roda itu kepedulian akan dunia sekeliling.
Ketidakpedulian dan kepedulian akan dunia sekeliling selalu ada dan terjadi setiap hari.
Saya memilih untuk peduli, sekecil apa pun yang saya lakukan untuk sekeliling saya. Kalau saya tak peduli, saya tak akan menulis, mengajar, menemani kawan-kawan ke lapangan, memberikan nasihat dan pencerahan, menjawab banyak sekali pertanyaan dari penanya yang saya tak kenal, dan lain-lain.
Manusia adalah Homo socius, jangan menutup inderamu terhadap sekeliling...paling tidak untuk dirimu sendiri, tetap waspadalah sebab tak sedikit nyawa telah melayang oleh sebab terlalu asyik dengan gadget..Gadget itu sangat penting saat ini, tetapi bukan segalanya.***
Penulis: Awang Satyana
Read more ...
Ada foto dua wanita duduk di salah satu pilar peron sebuah stasiun di Jakarta menunggu kereta datang. Mereka asyik melihat sebuah dunia kecil dalam genggaman bernama gadget, sementara mereka nampaknya tidak mempedulikan lingkungan sekelilingnya termasuk saya yang mengambil gambarnya dari jarak dekat.
Ada foto dua pria di dalam gerbong kereta saat melintas seusai stasiun Bojonggede. Keduanya melakukan hal yang sama, yaitu menyumbat kedua telinganya dengan earphone yang dihubungkan ke gadget di genggamannya yang juga tengah diamatinya dengan raut muka kadang-kadang memberengut, kadang-kadang tersenyum.
Mereka asyik dengan dunia kecil di genggamannya, tidak mempedulikan lingkungan sekelilingnya termasuk saya -seorang observer yang mengambil gambarnya dari jarak dekat. Saya berpikir kedua orang ini nampaknya tengah menutup kedua inderanya bagi dunia sekelilingnya, yaitu mata dan telinga. Matanya hanya mengamati dunia kecil gadget, telinganya tertutup oleh musik yang keluar dari alat ajaib itu.
Serentak saya teringat beberapa korban tabrak KRL adalah para penyeberang rel yang tengah menutup kedua inderanya itu oleh gadget. Pikiran dan mata mereka tengah terfokus ke layar dunia kecil mereka, dan telingannya tak mendengar peluit kereta yang meraung sebab musik yang hingar bingar mungkin tengah didengarnya. Dan mereka pun tertabrak, terlempar, atau terseret...
Ketidakpedulian akan dunia sekeliling, maaf saja, saya menyebut kedua foto itu begitu. Maaf juga buat keempat orang di dalam foto tersebut bila saya posting. Banyak orang melakukan seperti begitu, mungkin termasuk saya juga.
Sampai di Stasiun Bogor, juga di setiap stasiun yang saya singgahi di mana pun di Jabodetabek, di dekat pintu masuk sekaligus keluar saya selalu melihat satu atau dua kursi roda yang tengah terlipat siap untuk digunakan. Kursi roda ini dijaga petugas. Dan sekali dua kali saya melihat penumpang renta atau disabilitas tengah didorong oleh petugas stasiun menuju pintu keluar atau menuju gerbong kereta. Kursi roda begini semula hanya saya lihat ada di bandara-bandara untuk membawa penumpang renta atau disabilitas ke/dari pesawat terbang. Sekarang, di setiap stasiun ada, pun di stasiun kecil. Hebat.
Saya menyebut foto kursi roda itu kepedulian akan dunia sekeliling.
Ketidakpedulian dan kepedulian akan dunia sekeliling selalu ada dan terjadi setiap hari.
Saya memilih untuk peduli, sekecil apa pun yang saya lakukan untuk sekeliling saya. Kalau saya tak peduli, saya tak akan menulis, mengajar, menemani kawan-kawan ke lapangan, memberikan nasihat dan pencerahan, menjawab banyak sekali pertanyaan dari penanya yang saya tak kenal, dan lain-lain.
Manusia adalah Homo socius, jangan menutup inderamu terhadap sekeliling...paling tidak untuk dirimu sendiri, tetap waspadalah sebab tak sedikit nyawa telah melayang oleh sebab terlalu asyik dengan gadget..Gadget itu sangat penting saat ini, tetapi bukan segalanya.***
Penulis: Awang Satyana