Breaking News

Islam

Politik

Sabtu, 23 April 2016

HANYA SATU BUMI (Bag 1)

Merenungi kembali Bumi kita, planet kehidupan, Gaia, pada Hari Bumi yang diperingati Dunia kemarin, 22 April.
Sebagai seorang geolog, yang sudah belajar geologi (secara sederhana: ilmu tentang Bumi) selama 32 tahun, baik di bangku kuliah maupun selama menjalani karier sebagai seorang geolog selama 25 tahun ini, tentu saya mencintai Bumi ini baik sebagai sebuah planet di Alam Semesta, pun sejarahnya, sumberdayanya, dan semua makhluk hidup yang diam di atasnya.
-----
22 April, sejak tahun 1970 ditetapkan sebagai Hari Bumi, diperingati oleh lebih dari 175 negara yang mendiami permukaan bola Dunia. Hari Bumi 22 April bertepatan dengan musim semi di belahan utara Bumi, simbolisme awal kehidupan.
Bumi kita, yang umurnya telah 4560 juta tahun, adalah sebuah titik renik bewarna biru pucat di keluasan Alam Semesta ini, “a pale blue dot”, kata Carl Sagan (1994), seorang astronom terkenal pada masanya. Bumi, meskipun belakangan ditengarai ada sistem planet lain di Alam Semesta yang secara hukum-hukum langit mirip Bumi, belumlah tentu mereka mengusung kehidupan yang kompleks dan maju serta berbudaya seperti di Bumi kita. Maka Bumi kita hanya satu, “Only One Earth” tulis Barbara Ward dan RenĂ© Dubos (1972), para ahli lingkungan, dalam bukunya yang sangat terkenal itu.
Bumi adalah planet yang hidup, bukan planet yang mati, begitu tulis James Lovelock (1979). Ia adalah GAIA, Mother Earth. Seperti makhluk hidup, Bumi juga bisa sehat, bisa sakit. Bumi bisa punya rasa senang, pun rasa benci. Bumi bisa memberi, tetapi ia juga bisa membalas dendam kepada manusia – the revenge of Gaia (Lovelock, 2006), atau menghapus wajahnya agar manusia yang mendiaminya tidak melihatnya lagi (the vanishing face of Gaia) (Lovelock, 2009).
Planet seperti Bumi kita ini dengan kehidupan kompleksnya, benar-benar langka atau mungkin tidak ada duanya di Alam Semesta, Rare Earth, tulis Peter Ward dan Don Brownlee (2000). Banyak planet mirip Bumi (earth-like planets), tetapi tak mengusung kehidupan kompleks seperti Bumi kita.
Saya akan detailkan mengapa Bumi kita begitu unik.
-----
Bumi Memenuhi Syarat Planet yang Hidup
Bentuk kehidupan seperti di Bumi ini jarang, langka di Alam Semesta. Mengapa jarang ? Sebab bentuk kehidupan kompleks di Bumi ini muncul oleh banyak peristiwa astronomi dan geologi sedemikian rupa yang sulit terjadi di tempat lain. Serangkaian syarat-syarat itu adalah seperti berikut:
(1) planet harus berada di dalam galactic habitable zone,
(2) bintang dan sistem planetnya punya karakter tersendiri,
(3) planet harus berada dalam circumstellar habitable zone –zone layak kehidupan di sekeliling bintang,
(4) ukuran planet harus tepat, tak boleh terlalu kecil tak boleh terlalu besar,
(5) planet harus punya satelit yang besar yang bisa mengakibatkan planetnya mendukung kehidupan,
(6) planet harus mempunyai magnetosfer dan gerak tektonik lempeng,
(7) komposisi kimiawi listosfer harus mendukung kehidupan,
(8) planet harus memiliki atmosfer dan lautan,
(9) planet harus punya peristiwa katastrofik yang justru dapat memicu evolusi –‘evolutionary pumps’ seperti glasiasi masif dan benturan benda langit seperti yang terjadi saat ledakan jumlah spesies pada Cambrian explosion.
Kemunculan makhluk cerdas seperti manusia butuh syarat-syarat lainnya lagi –misalnya planet mengalami peristiwa evolusi dalam jangka panjang.

Satu Bumi

-----
Galactic Habitable Zone Membuat Bumi Hidup
Sebagian besar Alam Semesta itu, termasuk sebagian besar galaksi Bima Sakti kita tidak dapat mendukung bentuk kehidupan yang kompleks (dead zones). Bagian galaksi yang bisa memunculkan kehidupan kompleks adalah galactic habitable zone.
Zona kehidupan ini merupakan fungsi utama terhadap jarak dari pusat galaksi. Semakin jauh dari pusat galaksi, maka metallicity (kandungan logam-logam, di luar hidrogen dan helium) bintang-bintang semakin berkurang. Padahal logam-logam itu diperlukan untuk membentuk rocky planets. Sinar X dan radiasi sinar gamma dari lubang hitam di pusat galaksi dan bintang-bintang neutron di dekatnya menjadi berkurang semakin menjauhi pusat galaksi. Radiasi sinar-sinar ini berbahaya untuk suatu kehidupan yang kompleks. Maka wilayah-wilayah di galaksi dengan kepadatan bintang yang tinggi dan banyak ledakan supernova, bukanlah wilayah yang layak untuk kehidupan kompleks. Gangguan gravitasi tehadap planet oleh bintang-bintang akan semakin kecil bila kerapatan bintang semakin berkurang.
Maka semakin jauh planet dari pusat galaksi akan semakin kecil kena hantaman benda langit berukuran besar. Sebuah impact yang cukup besar dapat memusnahkan kehidupan kompleks di planet. Tetapi akan kita lihat bahwa impact pun dibutuhkan sebagai pemicu evolusi kehidupan.
Kehidupan kompleks memerlukan air dalam keadaan cair seperti di lautan dan danau. Karenanya, planet harus berada pada jarak yang tepat dari bintangnya (Goldilocks Principle, Hart-1979). Planet tidak boleh terlalu dekat atau terlalu jauh terhadap bintangnya. Mengacu kepada Matahari dan Bumi, maka jarak yang aman untuk zone kehidupan kompleks adalah pada indeks 0,95 – 1,15 SA (SA-satuan astronomi, 1 SA = jarak Matahari-Bumi = 150 juta km).
Jarak habitable zone ini pun berevolusi bergantung kepada tipe dan umur bintangnya. Pada saat bintang dalam tahap/sekuen red giant (si raksasa merah) atau white dwarf (si bajang putih) jarak habitable zone-nya akan berlainan. Bintang yang tipenya panas (bukan menengah seperti Matahari) biasanya berumur pendek, dan akan menjadi red giant dalam waktu “hanya” 1 Ga (1 miliar tahun). Belajar dari Bumi, periode 1 miliar tahun bukanlah waktu yang cukup untuk evolusi sampai kepada makhluk seperti manusia (paling tidak perlu 3,5 Ga).
Red Giant -bintang yang mengembang menjadi raksasa yang akan melahap planet-planet di dekatnya, jelas tak akan mendukung kehidupan kompleks. Tipe bintang yang cocok untuk mendukung kehidupan adalah bintang-bintang dari kelas F7 – K1 (bintang-bintang dikelompokkan menjadi kelas O, B, A, F, G, K, M –klasifikasi Morgan-Keenan dari yang paling panas sampai paling dingin). Matahari kita kelas G. Dan di Bima Sakti hanya ada 9 % bintang kelas Matahari (G).

Bersambung ke  HANYA SATU BUMI (Bag 2)

Penulis: Awang Satyana

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Indonesia

Air Hidup

Advertise Here

Designed By VungTauZ.Com