Selasa, 18 Oktober 2016
NEGERI DIMAS KANJENG
Dimas Kanjeng itu bukan cuma satu orang. Jujur aja deh, sebagian besar kita pernah bermimpi jadi Dimas Kanjeng. Kerja sedikit, ongkang-ongkang kaki, tapi duitnya segudang. Murid Dimas Kanjeng tersebar dimana-mana.
Ada PNS di kehakiman, gajinya cuma Rp 8 juta sebulan, tapi dia punya Rumah Sakit, Hotel, Rumah Mewah dan 19 biji mobil. Dari mana duitnya kalau bukan dengan mengikuti jalan Dimas Kanjeng? Dimas Kanjang menggndakan duit dengan sulap, sedangkan dia dengan menjual perkara di pengadilan.
Ada perawat, kerja di RS swasta. Suaminya bekas perawat juga tapi sudah gak aktif lagi. Dari profil FB dia menunjukan mobil mewah dan rumah yang juga mewah. Dia meniru Dimas Kanjeng menggandakan uang. Pasangan itu memilih dengan jalan membuat vaksin palsu.
Ada seorang anggota DPRD DKI. Ketangkap tangan KPK, dengan uang yang tidak sedikit. Dia meniru Dimas Kanjeng dengan cara berbeda, kali ini dengan menjual isi Perda.
Dimas Kanjeng punya murid dimana-mana. Dalam skala kecil, orang-orang yang suka mengutak-atik kuitansi agar dapat untung adalah murid Dimas Kanjeng juga. Mereka yang malas kerjakeras, atau tidak menghargai kerja keras orang, tapi mau menikmati hasilnya secara maksimal, adalah Dimas Kanjeng juga.
Pada intinya, sebagian kita mungkin pernah menjadi Dimas Kanjeng. Kerja seupil, kecurangan segudang, agar cepat kaya. Repotnya, ketika sudah berhasil dengan kecurangannya, kita bangga dan memamerkan kekayaan. Seolah dia sudah bekerja sangat keras. Seperti pasangan suami-istri pembuat vaksin palsu itu.
Ideologi Dimas Kanjeng adalah ideologi yang tidak peduli dengan proses. Ideologi yang mencela proses. Ini ideologi yang berfikiran, hasil jauh lebih penting, proses adalah tetek bengek menyebalkan. Dia ingin menjadi Tuhan : Kun Faya Kun. Jadilah, maka jadilah. Cling! Mau nyolong, kek. Nipu, kek. Mainin kuitansi, kek. Makan duit anak yatim, kek. Semua gak penting. Tujuannya adalah menggandakan uang.
Cara berfikir Dimas Kanjeng ini melanda banyak orang. Mereka yang mau cepat kaya dengan cara instan, atau dengan cara curang, atau dengan korupsi, atau dengan memeras. Atau mark-up, atau memainkan kuitansi. Semua adalah Dimas Kanjeng dengan wujud yang lain.
Dimas Kanjeng ada di sekitar kita. Atau jangan-jangan, kita adalah Dimas Kanjeng juga, dengan wujud yang lain?
Padahal negeri ini hancur, karena populasi Dimas Kanjeng terlalu banyak!
Penulis: Eko Kuntadhi
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar