Breaking News

Islam

Politik

Sabtu, 24 Oktober 2015

BELAJAR CERDAS

Politik di Indonesia ini sekarang mirip agama.

Begitu sensitifnya ketika menyangkut nama, sehingga yang merasa idola-nya tersentil langsung tersinggung. Postingan saya tentang pak Prabowo membuat saya di inbox beberapa orang yang bertanya kenapa saya membenci Prabowo, dan seperti biasa, terakhirnya, "Oh, pantas syiah.."

Haters dan Lovers adalah konsep yang saya tidak paham, karena disitu ada konsep fanatisme. Dan saya bukan orang yang fanatik terhadap siapapun. Mereka yang membaca postingan saya tanpa rasa fanatik, pasti bisa melihat pesan yang ada di dalamnya.


Berpolitik Cerdas



Saya bukan fanatik terhadap Jokowi, tetapi saya menghargai kinerjanya. Bukan "siapa" dia tetapi "apa yang dilakukannya. Bukan "subjek"nya tetapi "objeknya". Dan saya hanya meng-analisa dari apa yg beliau lakukan, untuk saya sendiri. Sebagai pembelajaran bagus tentang strategi, pencapaian, kerendahan hati dan mampu keluar dari budaya lama yang puluhan tahun mendominasi perilaku pejabat kita.

Begitu juga dengan Ahok. Seandainya Ahok itu beragama budha dan dia orang batak bukan tionghoa, tetap saya akan menulis apa yang dilakukannya yang sangat menggugah. Langkah2nya fenomenal buat saya dan saya belajar banyak darinya, dari apa yang dilakukannya, bukan karena bajunya bahwa dia kristen dan china. Salah besar jika melihat itu.

Intinya sebenarnya kepada apa yang dilakukannya. Begitu juga ketika saya mengkritik para penentang Jokowi, bukan karena saya benci dengan mereka. Tetapi lebih kepada perbuatan dan perilaku mereka yang juga fenomenal. Bahwa ketika akhirnya saya menyebut nama ya karena merekalah carrier atau pembawa perilaku itu. Dari mereka juga saya banyak belajar, terutama belajar kesalahan pola pikir mereka.

Fanatisme itu ada di kulit luar dan sungguh itu sama sekali tidak menarik. Saya hanya mencoba menangkap inti dari peristiwa dan menuangkannya sebagai - lagi lagi - tempat belajar. Apa itu berpengaruh utk saya ? Sangat.

Saya orang yang percaya bahwa cara Tuhan berkomunikasi dgn kita adalah dengan menghadirkan peristiwa dan manusia pembawanya. Dari situ akal kita dituntut untuk mendapat setiap makna dalam setiap langkah mereka. Mengenal kebenaran dan kesalahan.

Saya tidak bilang saya netral, karena netral itu sama saja tidak mampu mengenal apapun. Nihil. Nol. Berarti sia2 Tuhan menghadirkan peristiwa jika saya tidak mendapat apa2 disana. Keberpihakan itu penting, karena tidak ada yang abu2 di dunia ini. Hitam putih. Kiri kanan. Yin dan Yang. Semua condong dan pada akhirnya berpihak. Tinggal berpihak ke yang benar atau ke yang salah, itu saja poinnya.

Saya sering membaca status orang2 tentang keberpihakan Iwan Fals dan Bimbim Slank ke Jokowi dan Ahok. Kata mereka, Iwan Fals dan Bimbim sudah melacur karena tidak lagi menjadi oposisi pemerintah. Disini yang salah kaprah. Oposisi itu jika pemerintah salah, kalau benar ya didukung. Ini akibat dari ketidak-mampuan memilah karena buta oleh fanatisme, oleh sosok.

Politik Kita Saat Ini


Sama saja dengan ber-agama, kan ? Ketika beragama tertentu maka akan sibuk membela agamanya, fanatik pada ulamanya. Akhirnya, agama jadi tidak mengajarkan apa2 kecuali taklid buta. Tidak ada inti yang berhasil diserap sedikitpun dari sejarahnya, dari petunjuknya apalagi ngomong dari Firman-Nya.

Apapun yang dikatakan si Denny jangan dipercaya karena dia syiah. Stigma itu yang membuat apapun yg saya katakan menjadi salah. Jika kata2 saya kasar maka saya disebut penghujat, jika kata2 saya lembut dianggap munafik. Trus maunya. gimana ? Tidak akan pernah benar ketika orang memandang sesuatu itu dari bajunya yang dipakai, bukan dari inti perbuatannya.

Malas sebenarnya ngomong ini, karena mau dikasih jawaban apapun tetap saja mental. Imam Ali as pernah berkata, orang bodoh itu tawanan lidahnya. Ia hanya setuju dengan pendapatnya saja. Membuktikan kebenaran kepada mereka itu mudah, yang susah membuat mereka menerimanya.

Jadi penjelasan ini bukan buat mereka yang inbox, tetapi buat yang lain yang merendahkan dirinya untuk mencoba mengambil inti dari setiap peristiwa. Tulisan saya jangan dianggap Tuhan, tapi juga jangan dianggap setan. Apa yang pernah saya tuangkan adalah keping puzzle untuk digabungkan dgn keping puzzle yang anda pegang. Akal-lah yang merangkai semuanya.

"Saya adalah hamba dari seorang yang mengajari saya, walaupun satu huruf..." Imam Ali as.

Silahkan diminum kopinya.

Penulis: Denny Siregar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Indonesia

Air Hidup

Advertise Here

Designed By VungTauZ.Com