Breaking News

Islam

Politik

Kamis, 30 Juni 2016

RAZIA DI SEBERANG JENDELA SERANG BANTEN


Pak Walikota Serang,

...daripada merazia warung makan kenapa gak lebih dulu merazia hati, apakah bapak lebih mulia daripada seorang ibu yang sedang mencari makan dengan halal ?
Apakah bapak lebih bersih dalam mencari makan, di bandingkan seorang penjual nasi yang berjualan di bulan Ramadhan ?

Apakah bapak merasa nyaman dengan pendapatan yang besar, sehingga sudah tidak perduli lagi dengan mereka yang harus ngebut mencari tambahan menghadapi lebaran ?
Bulan Ramadhan sesungguhnya bulan instropeksi.. Ketuklah dulu pintu hati, benarkah saya "berpuasa" ?
Perut saya menahan lapar, tapi terus mencari cara bagaimana korupsi tidak kelihatan..
Perut saya menahan lapar, tapi harus memainkan anggaran dengan bijak supaya semua kebagian dan bisa lebaran.


Perut saya menahan lapar, tapi harus buat kesepakatan dengan rekanan siapa dapat apa, berapa dan bagaimana caranya supaya berjalan dengan aman dan tentram...
Apa bedanya dengan "menjual nasi" di bulan Ramadhan ?

Sama2 melayani orang makan.... Sama2 mengejar lebaran.
Hanya yang satu melakukannya dengan terang2an, satunya lagi dengan diam2.... Satunya di razia, satunya semoga tidak di razia satu saat oleh KPK...

Semoga...

Semoga tidak seperti kata pepatah, " Gajah di pelupuk mata tidak tampak, cowok di seberang jendela kelihatan..."

Penulis: Denny Siregar
Read more ...

Selasa, 28 Juni 2016

MERANGKUL UNTUK MENJEGAAL AHOK


Ngomong soal Ahok, ah.

Partai rupanya belum ikhlas jika mereka jadi anak bawang dalam Pilkada. Tidak bisa dipungkiri dalam Pilkada Jakarta isunya hanya berputar di sekitar Ahok.
Gubernur DKI ini memang sedang mendobrak semuanya. Pertama dia mengobrak-abrik kongkakikong anggaran DPRD dan pejabat Pemda. Reaksi keras muncul. Tapi perlawanan itu lunglai. Mereka kocar-kacir sekarang.
Kedua Ahok mengobrak-abrik model politik aliran. Orang-orang yang masih sibuk dengan isu agama dan kedaerahan gerah. Tapi toh, mereka cuma teriak sayup-sayup. Melawan Ahok dengan isu agama dan rasial, sama saja menempel sepatu yang haknya copot dengan nasi. Bloon.
Ketiga, Ahok mengobrak-abrik budaya politik. Selama ini kandidat mendatangi rakyat memohon untuk dipercaya omongannya. Tim kampanye seperti sales kecap yang jualan jagoannya. Jika rakyat belum tergiur, disiapkan sembako atau angpau buat menarik perhatian.

Ahok ingin mengubah paradigma bahwa urusan Pilkada melulu urusan kandidat dan politisi. Dia justru mengembalikan itu menjadi urusan rakyat. Teman Ahok sebagai tim, mencoba menggulirkan ide kerja bersama. Siapa saja bisa menjadi relawan. Artinya publik ditempatkan sebagai subjek. Bukan sekadar objek politk.

Ahok

Keempat, Ahok mengobrak-abrik dominasi partai politik. Meski bukan yang pertama maju via jalur independen tapi fenomena Ahok ini dianggap berbahaya. Rakyat yang pada dasarnya kehilangan kepercayaan pada parpol, seperti mendapat jurus perlawanan baru.
Maka isu deparpolisasi justru mencuat saat ini. Dan parpol sadar, melawan fenomena Ahok tidak bisa secara langsung. Orang ini harus dirangkul sambil dihalangi jalannya.

Caranya pada UU Pilkada yang baru, syarat lulus calon independen diperberat. Soal pembuktian dukungan salah satunya. Kini harus dilakukan dengan sensus. Didatangi satu-satu. Jika pas didatangi petugas, orang bersangkutan tidak ada di tempat, tim pasangan calon wajib menghadirkannya di KPU selang tiga hari.
Katakanlah ada 1 juta dukungan buat Ahok. Kebanyakan adalah warga yang sibuk kerja. Ketika petugas KPU datang ke rumahnya mereka sedang ke kantor. Misal 65% tidak bisa ditemui. Lalu untuk memastikan betul dia mendukung Ahok, tim Cagub kudu menghadirkan mereka ke KPU.
Bayangkan. Menghadirkan 650ribu orang secara serentak. Ini sama saja dengan memasang tembok untuk mencegah calon independen. Sebelumnya cukup verifikasi administrasi dengan pembuktian model sampling. Kini, wajib didatangi satu-satu.

Jika Ahok terus maju via jalur perseorangan, aturan ini bisa menjadi batu sandungan serius. Metode pembuktian dengan sensus banyak celah untuk dimainkan. Petugas di lapangan bisa didekati untuk membuat laporan fiktif. Akibatnya data yang masuk juga ngaco.
Ahok dijegal dengan aturan yang dibuat lartai-partai di Senayan. Tapi di lapangan Ahok justru dirangkul. PDIP misalnya, kini membuka kembali ruang buat Ahok untuk didukung partai. Akan dipasangkan dengan Djarot, wakilnya selama ini. Statemen Surya Paloh juga mengindikasikan kesana. "Nasdem akan tetap mendukung Ahok, jika dia maju lewat jakur partai," ujarnya.

Bagaimana dengan Teman Ahok? Mungkin nantinya akan dijadikan relawan kampanye. Bagaimana dengan Heru? Tampaknya beliau harus berbesar hati melihat fenomena konyol ini.
Dalam.politik semua memang bisa terjadi. Ini mungkin cara partai menyelamatkan diri dari dobrakan Ahok. Dan saya pikir, jika begini kondisinya, Ahok akhirnya akan akomodatif juga.
Partai seperti seorang petinju. Mereka merangkul, dan rangkulan itu sekaligus membatasi tangan Ahok untuk melepasksn jab.

Penulis: Eko Kuntadhi
Read more ...

Sabtu, 25 Juni 2016

SELAMAT MENANTIKAN BERBUKA PUASA

Setiap orang beriman akan berpasrah diri hanya kepada Allah. Kitapun percaya bahwa Allah yang memberi dan Allah pula yang akan mengambilnya termasuk urusan nyawa.
Bencana alam, kelaparan, korban kejahatan dan segala hal musibah dapat terjadi pada diri manusia setiap saat tanpa direncanakan.

Kita sering membaca berita bayi yang sudah terkubur reruntuhan selama berhari hari ternyata masih hidup. Banyak pula orang yang mengalami nyaris tewas namun masih hidup.
Sedangkan di sisi lain, bangkai manusia terkapar akibat kelaparan dan bencana alam termasuk akibat aksi brutal kejahatan.

Seringkali kita berpikir kenapa Allah memberikan bencana kepada ciptaan-NYA. Sebagian dari kita menyayangkan dan menyalahkan si Pemberi Kehidupan.


Dunia ini hanyalah tempat sementara kita untuk hidup sebelum kita semua menuju kehidupan yang abadi.
Allah belum "memanggil" kita karena kita masih diberikan kesempatan untuk memperbaiki hidup kita dan menjadi berkat bagi orang lain, yang kalau orang Manado bilang Si Tou Timou Tumou Tou, manusia hidup untuk menjadi berkat bagi orang lain.

Dengan otak kita yang kecil dan segala keterbatasan kita tidak perlu terlalu jauh berpikir kenapa Allah membiarkan manusia hidup dalam kesengsaraan bahkan saat meninggalpun dengan cara yang sengsara.
Lihatlah apa yang sudah kita perbuat kemarin, hari ini dan rencana kita esok hari.
Sudahkah kita melakukan kebaikan terhadap sesama ciptaan Allah ataukah kejahatan dan kebusukan lah yang justru kita lakukan ???

Perbanyaklah amal dan ber zakat fitrah di bulan Ramadhan ini walaupun tanpa perlu dipertunjukan / dipertontontan kepada orang lain. Apa yang kita tanam itulah yang akan kita tuai. Allah Maha Tau.
Selamat menantikan saatnya berbuka puasa. Semoga puasa kita hari ini dapat menjadi berkat bagi diri kita maupun orang lain.

Salam sejahtera dan sehat selalu dari kami sekeluarga.

Penulis: Raymond Liauw
Read more ...

Kamis, 23 Juni 2016

PUASA, KEMBALI KE PERUT


Makanlah sebelum lapar, berhentilah sebelum kenyang. Begitu nasihat kanjeng Nabi. Ukuran makan, bagi Nabi adalah perut. Sebuah tempat dalam tubuh manusia yang punya ukuran. Punya kapasitas.
Makan dengan ukuran perut ada waktunya untuk kenyang. Ada saatnya untuk berhenti. Daya tampungnya terbatas.

Tapi toh, soal makan bukan hanya mengisi perut. Makan juga untuk memanjakan lidah. Bagi perut makanan apapun bukan masalah. Bagi lidah, ini berkenaan dengan selera. Dengan rasa. Ada makanan yang dipilih. Nah, perkara lidah ini yang tidak ada ukurannya. Tidak ada batasnya. Lidah tidak kenal kenyang.
Maka orang bisa serakah. Bisa jadi koruptor meski sudah memiliki kekayaan segudang. Bisa berlaku curang. Bisa bermewah-mewah atau menimbun-nimbun aset. Sebab, mungkin saja dia mengikuti ukuran lidah. Batasnya hanya makam.


Makan dengan ukuran perut kapasitasnya cuma sepiring dua piring. Makan dengan ukuran lidah tidak ada batas akhirnya. Seluruh APBD masuk ke kantongnya juga belum tentu kenyang. Seluruh hutan dan kekayaan laut masuk ke mulutnya tidak akan cukup.

Alat transportasi itu ukuran perut, tapi mobil-mobil mewah maunya lidah. Tempat berteduh dan berlindung yang layak adalah ukuran perut, tapi rumah bertingkat yang gemerlap adalah selera lidah.
Benarlah kata Gandhi. "Dunia ini cukup untuk memberi makan semua manusia. Tapi sangat kurang untuk memenuhi keserakahan segelintir orang."

Ada nasihat berkenaan dengan puasa. Berapa banyak orang berpuasa yang didapatkan hanya lapar dan haus. Mungkin nasihat itu karena kita sering hanya berpuasa untuk perut. Kita tidak mempuasakan lidah. Tidak mempuasakan ekspektasi dan angan-angan. Tidak mempuasakan keserakahan.
Maka gema nasihat Nabi tadi jadi pas, berhentilah makan sebelum kenyang. Atau kembalilah ke ukuran perut yang punya batas dan kapasitas.

Dan puasa, pada akhirnya mengajak kita untuk hidup mengikuti perut.

Penulis: Eko Kuntadhi
Read more ...

Selasa, 21 Juni 2016

MAIN CATUR ALA JOKOWI


Bang Yos Sutiyoso mulai menunjukkan taringnya.
Sesudah sempat kepleset dengan memilih Banyu Biru sbg salah satu anggotanya, ia langsung masuk gigi 4 untuk membayar kesalahannya.
Hasilnya ? Dua orang koruptor besar yang selama ini tidak terjamah, dilibas. Dan bukan itu saja, ia sudah mengeluarkan ancaman kepada 33 koruptor lainnya untuk mengejar mereka ke ujung dunia, dimanapun mereka berada.

Bang Yos mematahkan gigi mereka yang dulu meremehkannya, sebagai seorang yang berada pada posisi kepala BIN karena "berjasa" kepada Jokowi waktu pilpres. Seakan2 kursi BIN itu hanya sebuah hadiah belaka, tanpa meihat kapasitasnya.
Hal yang sama terjadi pada Budi Waseso.

Samadikun dan Bang Yos

Buwas banyak dilecehkan dan di bully ketika ia menjabat sebagai kepala Bareskrim. Ia seperti "attack dog" yang hanya menerima perintah majikannya. Kacamata kuda Buwas sudah banyak memakan korban dalam bentuk kriminalisasi, terutama pada beberapa pimpinan KPK waktu itu. Memang aneh sekali Buwas kala itu.
Keanehan Buwas bukannya menghantam dia karena dianggap "melawan" perintah Presidennya. Ia malah ditarik keatas dan ditempatkan pada posisi yang tepat. "Mengonggonglah disana sekeras2nya..", begitu pesan yg tersirat.

Dan Buwas bukan hanya menggonggong ketika menjadi kepala Badan Narkotika, ia menggeram, mengejar, menghantam transaksi2 narkotika besar di seluruh Indonesia. Harga barang haram itu melambung sangat tinggi ketika Buwas menggantikan Anang Iskandar, yang sama gilanya. Gemetar lutut bandar2 itu dibuatnya. Dan lihatllah, Bareskrim yang sekarang dipimpin Anang Iskandar pun kembali tenang dan profesional.
Apa yang menarik disini ?

Yang menarik adalah kemampuan Jokowi menempatkan orang2 pada tempatnya. Ia mampu menempatkan buah2 catur sesuai posisinya yang tepat dengan meihat karakter dan kapasitasnya.
Jokowi bukan orang yang sibuk menyerang balik ketika ia diserang. Ia dingin. Ia mengamati dulu situasinya, meng-kalkulasinya, mengenali orang2nya dan kemudian menempatkan bidak pada posisi sempurna. Ia menata kuda, benteng dan peluncur pada posisi yang tepat dan - tanpa disadari musuh - itu menjadi kekuatan.

Dengan penempatan yang strategis seperti itu, siapapun yang dulu meremehkannya, mulai berhitung dengan cermat. Mau menyerang darimana ? Jangan2 serangan malah jadi skak mat.
Jokowi merangkul orang2 yang pantas dirangkul, meski secara politik, orang itu sempat berseberangan dengan dirinya.

Menariknya, kepada koruptor besar-pun ia menggunakan strategi yang cerdas. Ia tidak langsung menghantam mereka, karena ketika diancam untuk dihantam, maka hilang-lah uang negara yang dulu pernah dirampok. Ia menggunakan taktik "pengampunan bersyarat", terutama pada masalah lama. Anda kembalikan uangnya dulu, sesudah itu mari bicara keringanan.

Dan lihat, Samadikun Hartono koruptor BLBI lama berjanji akan mengembalikan 169 miliar rupiah hasil rampokannya. Begitu juga kepada pengemplang pajak yang menempatkan uangnya di luar negeri. Jokowi memegang nama2 mereka. Ia menaruh jaring pengampunan pajak, asal mereka kembali membawa uangnya ke Indonesia. Ambil peluang bagus ini, atau kami sikat. "Ini masalah kewibawaan pemerintah, " kata Bang Yos.

Apa yang dilakukannya mirip dengan China. China menerapkan hukuman mati kepada koruptor baru, bukan koruptor lama. Yang lama diberikan pengampunan bersyarat. Tetapi yg korup sesudah UU hukuman diberlakukan, maka eksekusi segera.

Ini sebenarnya menjawab pertanyaan seorang teman, "kenapa abang tidak pernah menyerang kebijakan Jokowi ?" Kebijakan Jokowi tidak bisa dirasakan langsung pada hari ini. Orangnya visioner dan kita baru bs merasakan dampaknya di kemudian hari. Menyerang kebijakannya pada waktu ia mengeluarkan kebijakan, sama saja menelan paku. Ketika ternyata ia benar, paku itu nyangkut di tenggorokan. Susah nelan jadinya.
Ah, jadi pintar awak gegara nonton pakde maen catur ini. Perlu bercangkir kopi untuk memahami langkah2nya yang dingin. Secangkir kopi, cukuplah untuk pemanasan..

Seruputtt, pakde....

Penulis: Denny Siregar
Read more ...

Minggu, 19 Juni 2016

Perempuan-Perempuan Perkasa dalam Sejarah Islam

Ada banyak pihak yang menganggap (atau bahkan menuduh) Islam itu tidak memuliakan dan menghargai kaum perempuan. Mereka menilai Islam itu sebagai "agama kejam" yang menempatkan kaum perempuan semata-mata sebagai "objek kekerasan", baik "kekerasan domestik" (rumah tangga) maupun "kekerasan publik", baik "kekerasan kultural" maupun "kekerasan struktural" (politik-kekuasaan).
Anggapan ini dibangun dan didasarkan pada sejumlah fakta yang memang sangat miris tentang derita kaum Hawa semasa Rezim Taliban, Afganistan, misalnya. Parahnya lagi, ada sejumlah tokoh dan kelompok Islam yang memandang perempuan itu tidak lebih sebagai "mahluk pemuas laki-laki" belaka yang sudah "selayaknya" untuk "ditindas" baik di ranjang maupun diluar ranjang. Dunia bagi sejumlah kelompok "misoginis" adalah milik kaum laki-laki karena itu wajar apabila kaum perempuan itu mundur atau dimundurkan, terbelakang atau diterbelakangkan

Persepsi, penilaian dan tindakan "miring" terhadap kaum perempuan ini justru bertolak belakang dengan fakta-fakta tentang penghargaan Islam yang luar biasa terhadap kaum perempuan. Ini misalnya dibuktikan dengan munculnya cukup banyak nama perempuan-perempuan Muslimah perkasa dalam sejarah kebudayaan Islam klasik dan pertengahn apalagi era modern. Mereka muncul dengan beragam profesi sebagai ahli hadis, penulis, pendidik, dokter, pustakawati, mistikus, saudagar, ahli hukum, intelektual, sejarawan dan masih banyak lagi.
Nama-nama seperti Aisyah, Al-Shifa bint Abdullah, Umm Darda al-Sughra, Hafsa bint Umar, Sayyida Nafisa, Rabia Basri, Fatimah al-Fihri, Ammat al-Wahid, Fahrun Nisa Shuhdah, Fatimah al-Batayahiyah, Lubna, Zainab bint Umar al-Kindi, dan masih banyak lagi hanyalah sekelumit contoh dari para perempuan perkasa yang memberi sumbangan luar biasa besarnya dalam sejarah dan perkembangan peradaban Islam di berbagai bidang: pendidikan, politik-pemerintahan, keilmuan dan kajian keagamaan dlsb. Mereka menjadi bintang-bintang cemerlang yang bersinar terang di saat Eropa sedang gelap gulita, apalagi Amerika yang baru lahir beberapa abad lalu.


Al-Shifa bint Abdullah misalnya dikenal sebagai perempuan pertama yang memiliki kemampuan menulis di Mekah pada zaman Nabi Muhammad sehingga ia mengajari menulis komunitas Muslim awal dalam sejarah awal Islam, termasuk Hafsah, putri Umar. Bukan hanya itu ia juga dikenal sebagai seorang "dokter tradisional" yang sangat berjasa mendampingi Nabi Muhammad. Kemudian Fatimah al-Fihri berjasa dalam mendirikan Masjid Qarawiyyin dan madrasah di Fez, Maroko, pada abad ke-9 yang kini menjadi University of Qarawiyyin dan diklaim sebagai universitas tertua di dunia, sementara masjidnya menjadi salah satu yang termegah di Afrika Utara.

Sayang seribu sayang peranan, jasa, dan kontribusi luar biasa dari para perempuan Muslimah perkasa ini lambat laun tenggelam dan "ditenggelamkan" oleh sejumlah kaum lelaki yang sok berkuasa, sok jagoan, sok keminter, sok penentu surga, dan sok-sok yang lain. Karena monopoli kaum lelakilah (baik monopoli wacana keagamaan maupun monopoli dunia kepolitikan dan kebudayaan), nama-nama hebat kaum perempuan Muslimah menjadi tenggelam dalam limbo sejarah. Celakanya lagi, banyak kaum perempuan Muslimah kini yang rela "dieksploitasi" dan "dikadali" oleh para ustad karbitan yang rajin mengiming-imingi surga dan menakut-nakuti mereka dengan neraka. Kaum perempuan, selamat meneladani Raden Ajeng Kartini dan jangan mau ya dikibuli oleh "Ustad Kartono"...

Jabal Dhahran, Arab Saudi

Penulis: Sumanto Al Qurtuby
Read more ...

Jumat, 17 Juni 2016

SAMADIKUN AKAN MENYERET MEGAWATI ?

Ada komentar yang menarik dari seorang teman.
Komentarnya kira2 begini, "Pemulangan Samadikun Hartono Koruptor BLBI akan dimanfaatkan Jokowi untuk mulai menelusuri kasus mega korupsi BLBI yang melibatkan Megawati.."
Terus terang saya tidak setuju. Itu sama sekali bukan sifat Jokowi, setidaknya dari pandangan saya. Dan saya pernah menulis itu di bulan Februari 2015 ketika ramai2nya KPK vs Polri. Lucunya, saya kehilangan tulisan itu dan ternyata saya menemukannya kembali sesudah googling di blog seseorang.
Sambil ngopi, kita buka kembali analisa lama. Seruputt dulu....

LELAKI DI TENGAH BADAI

Akhir 1999, keputusan mengejutkan datang dari Boris Yeltsin Presiden Rusia kala itu. Ia mengundurkan diri dari kursi Presiden dan menunjuk Vladimir Putin, Wakil Perdana Menteri, untuk bertindak sebagai Presiden sampai Pemilu di tahun 2000.
Yeltsin meninggalkan hutang triliunan rupiah dari hasil hutang kepada IMF dan World Bank. Hutang ini dinikmati kaum Oligarki "kaya raya" yang sebenarnya adalah binaan Yeltsin juga, untuk membeli perusahaan negara atau privatisasi.Hancurnya ekonomi Rusia pada waktu itu, yang disebut Yeltsin sebagai kesalahan administrasi, membuat Rusia pada posisi "miskin". Bahkan dikabarkan, untuk menopang hidup pasukan Rusia terpaksa harus berjualan sayur mayur.
Vladimir Putin bergerak merubah konsep ekonominya ke arah pasar bebas yang disesuaikan dengan situasi Rusia. Rusia seperti kembali ke masa Uni Sovyet saat dipimpin Lenin. 5 tahun kepemimpinannya, Putin berhasil membayar hutang-hutan negaranya dan bahkan karena tertarik dengan Putin, beberapa kreditor Internasional mau hutangnya tidak dibayar dulu.

Samadikun Ketika Sampai di Jakarta

Dalam kepemimpinannya, Putin berhasil membongkar skandal keuangan negara. Tapi satu yang tidak dilakukannya, yaitu mengungkit kesalahan Boris Yeltsin sampai ia meninggal.
Inilah yang mungkin mendasari keputusan Presiden Jokowi dalam kebijakannya. Niat KPK untuk kembali membuka kasus BLBI yang terjadi saat pemerintahan Megawati, memunculkan riak yang besar. Apalagi Abraham Samad pernah mengatakan bahwa ia tidak takut memanggil Megawati, meski mereka sekarang berkuasa.

PDI-P secara bergelombang melindungi simbol partainya supaya tidak terjadi kehancuran fisik dan mental. Mulai dari cara halus sampai cara kasar diperlihatkan demi sebuah tujuan. Komjen BG disiapkan untuk menghalangi niat KPK dan menghajarnya..
Yang terjadi dan sudah kita lihat adalah benturan yang diciptakan dan membuat rakyat ini terbelah. Presiden melakukan 2 langkah sekaligus, tidak melantik BG karena mengikuti kehendak rakyat dan memberhentikan 2 pimpinan KPK, untuk mencegah situasi membesar dan tidak terkendali. AS dan BW memang harus dihentikan langkahnya. Bukan karena Presiden tidak berterima-kasih kepada mereka, tetapi untuk melindungi keutuhan bangsa. Masyarakat yang tidak mengerti "situasi besar" yang terjadi, bergerak dengan naluri untuk melindungi KPK. Dan potensi benturan massal begitu kuatnya. Supaya situasi tidak memburuk, harus ada yang berkorban dan dikorbankan.

Seperti Putin, Jokowi lebih memprioritaskan membangun negara ini supaya bisa membayar hutang-hutang negara dan menuju ke arah yang lebih sejahtera. Dan fokus program ini akan terganggu ketika "isu sensitif" menjadi bola salju yang membesar. Sebenarnya memang ketika rakyat sudah sejahtera, mereka cenderung tidak memperdulikan apa yang terjadi di masa lalu.
Kebanggaan-kebanggan terhadap nasionalisme bangsa ditanamkan, sehingga diharapkan publik tidak terlalu sensitif bahwa pernah terjadi "kesalahan administrasi". Lapangan pekerjaan dibangun supaya perut kenyang, karena rasa lapar bisa membuat seseorang menjual dirinya. Jokowi mencoba meredam semua konflik yang mungkin terjadi. Ia tidak menyentuh BLBI, tidak menyentuh Century, bahkan tidak menyentuh peristiwa '98. Ia lebih fokus bekerja untuk masa depan karena masa lalu ketika dibahas tidak akan ada habisnya. Karena itu keputusannya cenderung bijaksana dan menengahi daripada mengambil posisi.

Seperti masa kanak-kanak, Jokowi kecil menyuruh AS kecil dan BW kecil untuk menjauh sebentar karena ibunya sedang tidak suka kepadanya, dan mencarikan tempat untuk BG kecil yang disayang ibunya, supaya sang ibu tetap tersenyum di hari senja-nya. Ia bukan anak yang selalu menuruti kata ibunya, bahkan cenderung kepala batu dan bersimpangan. Tapi yang pasti, ia bukan anak durhaka. Ia menunjukkan rasa sayang dan terima-kasihnya dengan caranya sendiri. Bengal, tapi tidak menanggalkan rasa hormat.
Bagai secangkir kopi, Jokowi memainkan takaran, menyeimbangkan pahit dan manis, dalam menyelesaikan masalahnya. Tidak terlalu pahit, tapi juga tidak terlalu manis. Pas! Dan menariknya, takaran yang ia buat disukai masyarakat Indonesia. Meski ada beberapa orang yang tidak suka, itu wajar. Toh, ia tidak bisa menyenangkan semua orang.

Apa yang dilakukan Vladimir Putin dan Jokowi mengajarkan kepada kita, bahwa seorang lelaki teruji dari ketenangannya saat menghadapi badai.

Penulis: Denny Siregar
Read more ...

Rabu, 15 Juni 2016

MELAYANI MASYARAKAT

Pemuda di tepi kiri, berbaju hitam yang sedang memeriksa tekanan darah seorang wanita itu adalah anak kedua saya: Mario Joel Satyana. Itu sebuah bakti sosial para mahasiswa kedokteran Universitas Kristen Maranatha -Bandung di acara car free day Jl Ir. H. Juanda, Bandung pada hari Minggu pagi kemarin. Sekaligus mereka berkampanye untuk mengurangi konsumsi gula demi mengurangi kecenderungan peningkatan penyakit diabetes.
Mereka mengecek tekanan darah, memeriksa kadar gula darah sesaat, dan memberikan konsultasi kesehatan bagi masyarakat yang berminat. Tentu semuanya gratis.


---------
Bila ke Bandung, seperti kemarin saya tentu sekalian menengok kedua anak saya. Mereka tinggal di Bandung, kota kelahiran ayahnya karena memilih kuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha (UKM). Tiga puluh tiga tahun yang lalu, 1983 ayahnya tercatat juga sebagai mahasiswa kedokteran di tempat yang sama, sekaligus sebagai mahasiswa geologi di Universitas Padjadjaran. Apa daya karena kurang biaya, akhirnya cita-cita menjadi dokter yang telah disiapkan sangat serius dari SD-SMA sebelumnya, termasuk membeli textbooks bekas kedokteran dari tukang loak, mesti dikubur. Jadilah saya sebagai seorang geolog, bukan dokter.



Tuhan tentu tahu cita-cita saya itu. Anak saya pertama, Hans, tiga puluh tahun kemudian setelah ayahnya drop out dari kuliah kedokteran memutuskan memilih kedokteran kuliah di tempat ayahnya dulu drop out, lalu tiga tahun kemudian adiknya mengikuti jejak langkah kakaknya kuliah di tempat yang sama.
Tuhan memanggil ayahnya untuk menjadi seorang geolog bagi Indonesia. Dan saya berjanji sejak drop out dari kedokteran itu untuk menjadi seorang geolog yang baik, bagi Indonesia. Maka jadilah saya seorang geolog yang tetap geolog "garis keras" , meskipun telah 33 tahun berlalu sejak saya kuliah geologi.
Sebagai gantinya, Tuhan memberikan saya sekaligus dua calon dokter -kakak beradik...Amin...yang memilih dan memutuskan sendiri jalan hidup mereka. Orang tuanya memberikan kebebasan dan menghormati serta mendukung yang mereka pilih dan putuskan.

"Jadilah kalian dokter yang baik yang berhati kemanusiaan yang melayani masyarakat Indonesia, kalian adalah rekan sekerja Tuhan, perpanjangan Tangan Tuhan untuk menyelamatkan nyawa manusia yang dikehendakiNya masih hidup. Setiap pilihan dan keputusan selalu ada risikonya, jangan kuatir orang tuamu pasti selalu mendukungmu. Tugas kalian hanyalah berkuliah dengan sebaik kalian bisa. Biaya yang dulu menghentikan ayahmu dari kuliah kedokteran tidak akan jadi masalahmu. Tuhan beserta kita. Yakinlah. Amin", begitu ucap saya kepada anak-anak saya saat mereka diterima di Fakultas Kedokteran Maranatha.
Lalu waktu pun berjalan. Hans, yang sulung, kini telah menyelesaikan semua tugas kuliahnya dan tengah menunggu waktu untuk memulai ko-ass, praktik calon dokter di RS sambil menjadi asisten dosen di kampusnya.



Mario, adiknya, baru memulai kuliahnya setahun berjalan. Dia aktif di senat mahasiswa fakultasnya, termasuk ikut dalam bakti-bakti sosial. Walaupun anak kedua saya ini belum genap setahun kuliah di kedokteran, baguslah dia sudah melibatkan dirinya dalam pelayanan nyata kepada masyarakat. Saya menyarankannya agar dia sering mengikuti bakti-bakti sosial supaya dia kelak saat menjadi dokter lebih punya hati untuk melayani sesamanya.

Dan anak-anakku, kelak jadilah kalian para dokter yang baik yang melayani masyarakat Indonesia seperti juga ayahmu berusaha keras menjadi geolog yang baik untuk Indonesia. Untuk semua pekerjaan baik yang kita lakukan, yakinlah Tuhan selalu memberikan kita kekuatan untuk menjalaninya. Amin.***

Penulis: Awang Satyana
Read more ...

Senin, 13 Juni 2016

Murid Saudi-ku yang Spesial

Di antara sekian ratus murid-murid Arabku semester ini, ada beberapa yang cukup spesial seperti dalam foto ini. Yang satu dari suku Badui, satunya lagi dari suku al-Faifi (atau al-Fifa). Kedua suku ini sangat unik di Saudi. Nama "Badui" (English: Bedouin) berasal dari kata "badawi" dalam Bahasa Arab yang berarti "penduduk padang pasir". Kata "badawi" sendiri berasal dari akar kata "badiyah" yang berarti "daratan padang pasir". Sebutan "badui" sebetulnya dari orang lain. Mereka sendiri menyebutnya sebagai "Arab".
Suku Badui masa kini yang pecah menjadi berbagai suku dan klan ('asya'ir) merupakan keturunan para nomads yang tinggal dan hidup berpindah-pindah di daerah gurun Arabia dan Suriah. Kini mereka tinggal di berbagai wilayah gurun di Afrika Utara dan Timur Tengah. Dalam sejarahnya, mereka tinggal di tenda-tenda dan selalu pindah tempat tergantung musim dan cuaca. Ciri lain dari kelompok ini adalah penggembala onta dan kambing.


Masyarakat Badui dikenal sangat sederhana, ramah, pemurah, dan sangat menghormati tamu. Seperti ditunjukkan dalam berbagai studi antropologi, konon jika ada tamu atau orang asing datang atau mampir, orang-orang Badui akan minta para tamu untuk menginap di tenda-tenda mereka sambil menikmati hidangan ala kadarnya, khususnya "teh Arabia" yang aduhai rasanya. Bukan hanya itu, mereka juga akan memotong kambing atau domba untuk dihidangkan kepada sang tamu tadi, meskipun sebetulnya mereka sangat membutuhkan domba / kambing itu. Bagi mereka, yang penting tamu kenyang meskipun mereka lapar.
Meski cukup banyak dari komunitas Badui yang sudah mengalami "transformasi gaya hidup" dalam hal berpakaian (seperti muridku ini yang mengenakan pakaian formal khas Saudi) dengan tinggal di kota-kota, mereka masih memelihara dan mempraktekkan tradisi dan warisan kebudayaan Baduwi seperti berpuisi / berpantun, musik tradisional, "tarian pedang" dlsb. Mereka juga menggelar aneka "festifal Badui" di berbagai daerah.


Selain Suku Badui, Suku Al-Fifi juga unik. Mereka hidup dan tinggal di pegunungan berbatu atau dataran tinggi yang sangat terjal dan sulit dijangkau di wilayah Jizan, Saudi. Karena medan darat yang sangat sulit untuk transportasi, akhirnya mereka mengembangkan "transportasi udara" yang antik (seperti dalam foto ini). Sangking tingginya daerah dimana suku ini tinggal, maka daerah ini sering disebut sebagai "tetangga bulan" atau "surga bumi". Suku Faifi ini memiliki kostum / busana, makanan, adat, tradisi & kebudayaan sendiri. Mereka juga memiliki Bahasa Arab sendiri yang tidak bisa dipahami oleh masyarakat Arab lain. Hanya yang orang-orang yang bermental baja (seperti muridku ini) yang mau berkelana mencari ilmu dan berani berkompetisi dengan suku-suku lain. Melihat mereka berdua, saya seperti melihat diriku sendiri: orang gunung dan mantan penggembala kambing...

Jabal Dhahran, Arab Saudi

Penulis: Sumanto Al Qurtuby
Read more ...

Sabtu, 11 Juni 2016

PAGI, PAKDE JOKOWI

Pagi, pakde..
Sekarang sedang di Belanda ya ? Senangnya lihat pakde dikerumuni orang2 Indonesia disana. Karena saya hanya lihat foto2nya, jadi saya bs meihat banyak yang ngajak selfi ma pakde.
Pakde punya banyak penggemar disana. Mereka2 yang berfikiran terbuka dan positif melihat perkembangan Indonesia di tangan pakde. Mereka tidak terpengaruh oleh nyinyiran orang2 sini yang merasa sok tahu dengan apa yg pakde lakukan. Orang2 yang merasa tidak ada perkembangan apapun, karena buta. Buta hati.

Pakde Jokowi

Mereka yang dulu sibuk nyinyir karena BBM kita sempat menyentuh harga termahal di dunia, tapi sama sekali tidak berterima-kasih ketika harga BBM kita sekarang termurah kedua di ASEAN sesudah Malaysia. Mereka yang selalu bertanya, "Mana hasil kerja Jokowi ? Mana ?" Tapi tidak melihat pergerakan massif pembangunan infrastruktur di luar Jawa mulai jalan smp jembatan. Mereka ga pernah main ke Kalimantan, Sulawesi apalagi Papua. Mungkin buat mereka Indonesia ini hanya Jawa.. Yah seperti katak dalam celana gitulah, pakde... Sesak.

Kasian sebenarnya mereka, hidup dalam kebencian gada habisnya. Padahal seandainya mau merendahkan hati sedikit, banyak yg mereka bisa temukan. Investasi triliunan rupiah mengalir deras ke Indonesia. Uang2 yg ada di luar negeri bahkan yg dulu dijarah, mulai kembali. Mereka tidak paham, pakde.. Bahwa membangun bahtera raksasa tidak bisa dalam sehari. Mungkin mereka hidup dalam dongeng Sangkuriang, yang tingga nendang doang jadilah perahu raksasa kebalik atau tangkuban perahu. Pakde kan ga mungkin gitu ya, wong pakde kuyussss kelontang dan tidak sakti...

Sebenarnya, mereka2 itu ga butuh Presiden.. Mereka butuh pak Tarno, pakde.. Prok prok jadi apa, jadi apa, sim salabim.. Indonesia tiba2 sejahtera...

Saya jadi keinget masa pilpres, ketika teman2 yg sedang di Jerman dan Belanda dan banyak negara lain, rela antri untuk memilih Presidennya. Padahal waktu itu sedang hujan, tp antrian sangat panjang. Duh, antusias sekali mereka menaruh harapannya. Dan kayaknya pakde sudah bs memberi kepercayaan kpd mereka, bahwa pakde sesuai harapan mereka. Terima kasih pakde, yang mampu menjunjung tinggi bahwa jabatan itu amanah bukan peluang belaka.

Saya sedang ngopi nih, pakde... Pakde mungkin sedang selfi2. Sehat terus ya pakde, karena harapan tinggi sedang kami gantungkan sekarang ke pundak pakde. Indonesia harus bisa kembali ke masa jayanya. Supaya ketika saya ketemu lagi dengan teman2 di Malaysia, saya tidak harus selalu tertunduk karena stigma di sana bahwa bangsa ini adalah bangsa pembantu. Saya dulu hanya bisa menjawab, "Yah, begitulah.." Dan saya berharap bisa tersenyum kpd mereka dgn bangga dan berkata, "Beginilah Indonesia.."
Seruput dulu, pakde.... Tolong bilangin ke Gibran, mbok ya markobar-nya dikirim gratis to... Masak tiap hari perut hanya diganjal tahu isi. Kapan bs berjuang dgn maksimal kalau gini ?

Tertanda,
Batman
Pangeran gelap2an. ( Mati listrik mulu, pakde.. Belon bayar hehehehe )

Penulis: Denny Siregar
Read more ...

Kamis, 09 Juni 2016

KARTINI

21 April yang lalu, peringatan hari Kartini, hari kelahirannya, 137 tahun yl. Merayakannya hanya dengan berkebaya atau pakaian nasional lainnya adalah sesuatu yang terlalu sederhana -maaf primitif saya bilang, warisan tradisi Orde Baru, hari Kartini jauh lebih daripada sekadar kebaya Jawa.

Soekarno dulu menjadikan 21 April sebagai hari Kartini dengan ikon Kartini sebagai wanita maju dibandingkan zamannya di antara kaumnya. Kemajuan itu juga memuat pemberontakan -meskipun hanya dalam idea-idea tertulis sebab Kartini pada akhirnya mesti menyerah juga pada tradisi zamannya -dipingit dan dipoligami - menjadi isteri keempat seorang bupati, sebuah tradisi kaum ningrat yang sebenarnya ditentangnya. Juga meninggal muda pada usia 25 tahun empat hari setelah melahirkan anaknya.

Lalu Soeharto dengan Orde Barunya segera menjadikan Kartini sebagai ikon wanita Jawa yang patuh pada tradisi, patuh total pada suami, wanita baik-baik, ibu rumah tangga, melakukan pekerjaan rumah tangga, memasak, menjahit, dan tradisi-tradisi wanita Jawa lainnya. Maka sejak itu perayaan hari Kartini selalu dirayakan dengan berkebaya, dari anak-anak perempuan sekolah dasar sampai karyawati-karyawati kantor.
Era Reformasi pasca-Soeharto bagaimana kita merayakannya? Campur, antara ikon wanita maju berjiwa pemberontak dengan wanita Jawa berkebaya yang patuh pada tradisi.

Sesungguhnya begitulah memang jiwa Kartini: cerdas, maju, punya jiwa pemberontak, tetapi sekaligus patuh dan taat pada tradisi.

R. A. Kartini

-----
Saya hanya hendak menulis bahwa Hari Kartini bukan hanya untuk diingat kaum perempuan Indonesia, tetapi juga kaum laki-lakinya. Banyak idea dan pikiran Kartini yang baik, mendasar, dan penting untuk perbaikan pribadi maupun masyarakat. Saya kutipkan dua saja, yang ditemukan di kumpulan surat- suratnya.

(1) Kartini menulis (15 Agustus 1902):
"Door nacht tot licht
Door storm tot rust
Door strijd tot eer
Door leed tot lust"

Ini sama saja dengan yang sering saya tulis: "no pain no gain". Sebab Kartini menulis yang dimaksudkannya: melalui malam timbul terang, melalui badai timbul ketenangan, melalui perjuangan timbul kemenangan, melalui kesedihan timbul kesenangan. Peribahasa kita juga menunjukkan hal yang sama: berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian - bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian. Ingat: no instant!
Kartini berpesan buat kita: bekerja keraslah untuk mendapatkan hasil yang baik.

(2) Kartini juga menulis:
"Banyak hal yang bisa menjatuhkanmu, tapi satu-satunya hal yang benar-benar dapat menjatuhkanmu adalah sikapmu sendiri"
Ini sebuah kebenaran universal. Problem itu selalu ada, selalu datang, selama manusia hidup problem pun hidup. Tetapi bukan problem itu sendiri yang penting, yang penting adalah bagaimana sikap kita menghadapi problem itu.

-----
Demikian Kartini. Selamat Hari Kartini untuk kita semua, renungilah idea-ideanya.***

Penulis: Awang Satyana
Read more ...

Selasa, 07 Juni 2016

Wafatnya Sang Imam Langgar


Hanya dalam tempo lima tahun, saya kehilangan tiga keluarga dekatku: ayah dan dua kakak. Lima tahun yang lalu, ayahku wafat setelah beberapa jam koma. 1,5 tahun kemudian, kakak keduaku menyusul sang ayah setelah serangan kankernya tidak tertolong. Baru saja, saya dapat berita mengejutkan lagi: kakak tertuaku juga menghadap Sang Pencipta.

Kami semua dari keluarga petani-miskin dan "agamis" di sebuah kampung terisolir di pedalaman Kabupaten Batang, Jawa Tengah. Almarhum ayah yang wafat pada usia 80-an tahun, seperti pernah saya ceritakan, adalah seorang "petani tanpa sawah" yang sangat miskin, modin ("kiai kampung") sederhana sekaligus imam langgar atau mushala ("masjid kecil" tempat salat) yang ia dirikan yang terletak persis di depan rumahku. Karena dari keluarga miskin, ayah tidak bisa menyekolahkan anak-anaknya sampai "tinggi". Saya (sebagai anak bungsu) adalah satu-satunya yang sekolah dengan bermodal doa dan nekad. 

Di mushala (yang dulu juga berfungsi sebagai masjid untuk salat Jum'at) inilah dulu ayah memperkenalkan Islam dan mengajarkan tata-cara beribadah kepada warga kampung. Disini pula, saya dulu waktu di pesantren, mengajar dan membimbing warga membaca Al-Qur'an: tua-muda, laki-perempuan.

Ilustrasi Imam Langgar

Seperti ayah, almarhum kakakku kedua juga seorang "kiai kampung", pendiri dan imam masjid yang kami dirikan bersama-sama warga pada tahun 2000-an. Seperti almarhum ayah dan kakak keduaku, kakak tertuaku yang baru saja meninggal juga seorang petani dan imam langgar (sekaligus muadzin) di kampung. Bedanya, kakak tertuaku ini tidak tinggal sekampung dengan kami tapi di kampung tetangga. Menurut keponakanku dalam "sms"-nya, ia wafat setelah melantunkan adzan (panggilan salat) dan mengimami salat.
Meskipun dari "keluarga agamis", kami bukan "golongan fanatik" yang hobi mengafir-sesatkan orang dan pemeluk agama lain. Almarhum ayah sering bilang: "Urusan menungso sesuk ning alam akhirat kuwi urusane Gusti Allah sing ngecet lombok. Tugas menungso ning ndomnyo kuwi nggawe apek karo liyane." ("Urusan manusia besuk di akhirat itu menjadi urusan Tuhan yang 'mengecat cabe'. Tugas manusia di dunia ini berbuat baik dengan sesama").

Itulah sebabnya dulu kenapa almarhum ayah pernah tinggal serumah bertahun-tahun dengan seorang guru SD di kampung yang beragama Kristen yang kebetulan indekos di gubuk kami yang sederhana tanpa saling mengafir-sesatkan satu sama lainnya. Inilah yang beliau ajarkan kepada anak-anaknya termasuk saya dan sang kakak tertuaku yang baru saja wafat. Semoga almarhum mendapat tempat yang layak di sisi-Nya. Lahul fatihah...

Jabal Dhahran, Arab Saudi

Penulis: Sumanto Al Qurtuby
Read more ...

Minggu, 05 Juni 2016

Euforia Bahasa Arab


Entah apa yang ada di dalam pikiran sejumlah orang yang menuduh saya anti Bahasa Arab hanya karena saya menyindir sejumlah kaum Muslim di Indonesia yang suka "berantum-antum" dan "berikhwan-ikhwat" dalam berkomunikasi. Lucunya lagi, saya dianggap "anti Arab" dan "anti-Islam". Begini ya bapak, ibu, saudara, saudari yang budiman. Saya sama sekali tidak anti Bahasa Arab, apalagi anti Arab (baik orangnya maupun budayanya) dan anti-Islam. Sama sekali bukan.

Bagaimana mungkin saya anti Bahasa Arab wong saya belajar bahasa ini sejak kecil: di madrasah dan pesantren. Juga belajar berbagai kitab tentang tata-bahasa Arab: dari Jurumiyah, Imrithi sampai Alfiyah Ibnu Malik. Di kelas saat mengajar, meskipun bahasa pengantar memakai Bahasa Inggris, saya juga sering menulis dengan Bahasa Arab khususnya untuk menjelaskan sejumlah teori, konsep, dan istilah dalam antropologi dan ilmu-ilmu sosial lain yang kurang familiar buat mahasiswa Arab. 


Tidak hanya itu, saya juga dengan senang hati belajar perkembangan Bahasa Arab dengan para mahasiswaku karena implementasi bahasa ini sangat luas dan masing-masing kawasan memiliki dialek dan kadang kosa kata yang berlainan bukan hanya antar-negara, bahkan dalam satu negara itu sendiri. Di Saudi sendiri juga bermacam-macam. Misalnya Bahasa Arab yang digunakan suku Al-Faifa (atau Al-Fifa) yang tinggal di pegunungan tidak bisa dimengerti oleh suku-suku lain di Saudi.

Singkatnya, saya sama sekali tidak mempermasalahkan kita mau berkomunikasi dengan bahasa apa saja: Arab, Inggris, Perancis, Mandarin, Korea, Indonesia, Jawa, Betawi, Sunda, dlsb. Dalam dunia modern yang sudah mengglobal seperti sekarang ini, kita tidak bisa menghindar dari pengaruh aneka bahasa manusia di jagat ini. Semakin banyak menguasai bahasa justru semakin bagus karena buku/tulisan sebagai sumber-sumber ilmu-pengetahuan ditulis di berbagai bahasa.

Yang saya kritik adalah anggapan, persepsi, apalagi keyakinan bahwa berkomunikasi dengan Bahasa Arab itu "lebih agamis", "lebih Islami", atau "lebih syar'i" ketimbang dengan bahasa lain. Semua bahasa itu sama derajat dan kualitasnya. Ucapan "salam" dalam Bahasa Arab itu ya sama dengan "syalom" (Ibrani), "shlomo" (Syriac-Assyria) atau "selamat" (Melayu / Indonesia), dlsb. Bukan hanya kaum Muslim, saya kadang juga merasa aneh dengan sejumlah umat Kristen yang memandang dan meyakini kata syalom "lebih Kristiani" (mestinya kan "lebih Yahudi"). Begitu pula kata "ana-anta/um" sama saja dengan "ane-ente", "saya-kamu/sekalin", "inyong-rika/kabeh" dlsb. Ucapan "shabahul khair" ya sama saja dengan selamat pagi, sugeng injing atau wilujeng injing. Sebagai sebuah sapaan, tidak ada bedanya makna "As-salamu alaikum" dengan "sampurasun" (sampura ning ingsun) misalnya. Jadi tidak usah euforia dan lebay lah dalam berkomunikasi. Wong teman-temanku yang "asli Arab" (bukan "Arab KW") saja biasa bilang "good mornang-good morning" tiap ketemu...

Jabal Dhahran, Arab Saudi

Penulis: Sumanto Al Qurtuby
Read more ...

Jumat, 03 Juni 2016

KEMESRAAN SAUDI ISRAEL


Setelah puluhan tahun bermain kucing kucingan agar hubungan akrab mereka tetap menjadi rahasia, akhirnya kini kakak beradik Israel dan Saudi secara terbuka bermesraan di hadapan publik dunia.
Semestinya mereka pun merangkul Iran menjadi saudara agar pertahanan mereka lebih kokoh di Timur Tengah, tetapi mereka malah memusuhinya.

SAUDI ISRAEL

Lagipula, apakah Iran bersedia dirangkul kemudian bersama berleha leha dengan sejumlah wanita cantik yang dipasok oleh Paman Sam ??

Saya tidak yakin hal itu akan terjadi.

Iran bukanlah type pria klemat klemet seperti peran Commudus dalam film Gladiator walaupun dia sudah mengenakan pakaian perang tapi tetap saja terlihat kemayu.
Iran lebih berperan sebagai seorang Maximus yang tanpa busana pangeran pun jelas tampak seorang Ksatria Maco Jantan.

Puluhan tahun terkena sanksi embargo bukannya memohon ampun apalagi mengemis ngemis, melainkan Iran semakin giat membangun kekuatan yang lebih dahsyat dari sebelum sebelumnya.
Iran layaknya singa jantan yang tak akan berubah menjadi seekor kelinci. Iran tidak pernah takut akan ketinggalan zaman hanya karena diasingkan dan dikucilkan. Iran tau bahwa semuanya itu hanyalah fatamorgana dunia.

(berpalinglah dari apa yang menakjubkanmu di dunia ini karena hanya sedikit darinya yang bersahabat denganmu - Imam Ali bin Abi Thalib).

Penulis: Raymond Liauw
Read more ...

Rabu, 01 Juni 2016

AUDITOR KUDU DIAUDIT

BPK ngotot ada kerugian pada transaksi pembelian tanah RS Sumber Waras. KPK bilang tidak ada indikasi pidana. Kini ketua BPK Harry Azhar Azis sedang puyeng. Namanya ada dalam dokumen Panama Papers, seperti ditulis Tempo minggu ini.

Harry Azhar Azis

Harry Azhar Azis adalah mantan anggota DPR yang membidangi masalah keuangan, perbankan dan juga perpajakan. Dia juga pernah menjadi anggota badan anggaran DPR. Selain Harry, tersangka korupsi Hambalang Nazaruddin (mantan anggota badan anggaran DPR) juga memiliki perusahaan cangkang untuk menyembunyikan harta kekayaan, mencucinya atau menghindari pajak. 

Kekayaan yang dilaporkan Harry hanya mencapai Rp 9 milyar. Kebanyakan berupa tanah dan rumah. Sementara itu tidak banyak surat berharga yang dilaporkan. Nah, adanya nama Harry dalam Panama Papers ini, jelas menggambarkan bahwa ada kekayaan yang disembunyikan di luar negeri. Entah apa motivasinya.
Jika untuk menghindari pajak, jelas luar biasa. Harry Azhar Azis adalah orang yang menggeluti aturan perpajakan saat duduk di DPR. Dia adalah pejabat negara yang membuat aturan, agar rakyat bayar pajak. Dan jika benar Harry memiliki saham di perusahaan cangkang, baik untuk menyembunyikan kekayaan maupun menghindari pajak, ini adalah tontonan yang amat tidak lucu.

Yang pasti, sebagai pejabat negara, tidak melaporkan kekayaan dengan benar adalah tindakan tidak etis.
Tampaknya ketua BPK kudu diaudit...

Penulis: Eko Kuntadhi
Read more ...

Indonesia

Air Hidup

Advertise Here

Designed By VungTauZ.Com