Soekarno dulu menjadikan 21 April sebagai hari Kartini dengan ikon Kartini sebagai wanita maju dibandingkan zamannya di antara kaumnya. Kemajuan itu juga memuat pemberontakan -meskipun hanya dalam idea-idea tertulis sebab Kartini pada akhirnya mesti menyerah juga pada tradisi zamannya -dipingit dan dipoligami - menjadi isteri keempat seorang bupati, sebuah tradisi kaum ningrat yang sebenarnya ditentangnya. Juga meninggal muda pada usia 25 tahun empat hari setelah melahirkan anaknya.
Lalu Soeharto dengan Orde Barunya segera menjadikan Kartini sebagai
ikon wanita Jawa yang patuh pada tradisi, patuh total pada suami, wanita
baik-baik, ibu rumah tangga, melakukan pekerjaan rumah tangga, memasak,
menjahit, dan tradisi-tradisi wanita Jawa lainnya. Maka sejak itu
perayaan hari Kartini selalu dirayakan dengan berkebaya, dari anak-anak
perempuan sekolah dasar sampai karyawati-karyawati kantor.
Era Reformasi pasca-Soeharto bagaimana kita merayakannya? Campur, antara ikon wanita maju berjiwa pemberontak dengan wanita Jawa berkebaya yang patuh pada tradisi.
Sesungguhnya begitulah memang jiwa Kartini: cerdas, maju, punya jiwa pemberontak, tetapi sekaligus patuh dan taat pada tradisi.
-----
Saya hanya hendak menulis bahwa Hari Kartini bukan hanya untuk diingat kaum perempuan Indonesia, tetapi juga kaum laki-lakinya. Banyak idea dan pikiran Kartini yang baik, mendasar, dan penting untuk perbaikan pribadi maupun masyarakat. Saya kutipkan dua saja, yang ditemukan di kumpulan surat- suratnya.
(1) Kartini menulis (15 Agustus 1902):
"Door nacht tot licht
Door storm tot rust
Door strijd tot eer
Door leed tot lust"
Ini sama saja dengan yang sering saya tulis: "no pain no gain". Sebab Kartini menulis yang dimaksudkannya: melalui malam timbul terang, melalui badai timbul ketenangan, melalui perjuangan timbul kemenangan, melalui kesedihan timbul kesenangan. Peribahasa kita juga menunjukkan hal yang sama: berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian - bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian. Ingat: no instant!
Kartini berpesan buat kita: bekerja keraslah untuk mendapatkan hasil yang baik.
(2) Kartini juga menulis:
"Banyak hal yang bisa menjatuhkanmu, tapi satu-satunya hal yang benar-benar dapat menjatuhkanmu adalah sikapmu sendiri"
Ini sebuah kebenaran universal. Problem itu selalu ada, selalu datang, selama manusia hidup problem pun hidup. Tetapi bukan problem itu sendiri yang penting, yang penting adalah bagaimana sikap kita menghadapi problem itu.
-----
Demikian Kartini. Selamat Hari Kartini untuk kita semua, renungilah idea-ideanya.***
Penulis: Awang Satyana
Era Reformasi pasca-Soeharto bagaimana kita merayakannya? Campur, antara ikon wanita maju berjiwa pemberontak dengan wanita Jawa berkebaya yang patuh pada tradisi.
Sesungguhnya begitulah memang jiwa Kartini: cerdas, maju, punya jiwa pemberontak, tetapi sekaligus patuh dan taat pada tradisi.
R. A. Kartini |
-----
Saya hanya hendak menulis bahwa Hari Kartini bukan hanya untuk diingat kaum perempuan Indonesia, tetapi juga kaum laki-lakinya. Banyak idea dan pikiran Kartini yang baik, mendasar, dan penting untuk perbaikan pribadi maupun masyarakat. Saya kutipkan dua saja, yang ditemukan di kumpulan surat- suratnya.
(1) Kartini menulis (15 Agustus 1902):
"Door nacht tot licht
Door storm tot rust
Door strijd tot eer
Door leed tot lust"
Ini sama saja dengan yang sering saya tulis: "no pain no gain". Sebab Kartini menulis yang dimaksudkannya: melalui malam timbul terang, melalui badai timbul ketenangan, melalui perjuangan timbul kemenangan, melalui kesedihan timbul kesenangan. Peribahasa kita juga menunjukkan hal yang sama: berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian - bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian. Ingat: no instant!
Kartini berpesan buat kita: bekerja keraslah untuk mendapatkan hasil yang baik.
(2) Kartini juga menulis:
"Banyak hal yang bisa menjatuhkanmu, tapi satu-satunya hal yang benar-benar dapat menjatuhkanmu adalah sikapmu sendiri"
Ini sebuah kebenaran universal. Problem itu selalu ada, selalu datang, selama manusia hidup problem pun hidup. Tetapi bukan problem itu sendiri yang penting, yang penting adalah bagaimana sikap kita menghadapi problem itu.
-----
Demikian Kartini. Selamat Hari Kartini untuk kita semua, renungilah idea-ideanya.***
Penulis: Awang Satyana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar