Breaking News

Islam

Politik

Selasa, 07 Juni 2016

Wafatnya Sang Imam Langgar


Hanya dalam tempo lima tahun, saya kehilangan tiga keluarga dekatku: ayah dan dua kakak. Lima tahun yang lalu, ayahku wafat setelah beberapa jam koma. 1,5 tahun kemudian, kakak keduaku menyusul sang ayah setelah serangan kankernya tidak tertolong. Baru saja, saya dapat berita mengejutkan lagi: kakak tertuaku juga menghadap Sang Pencipta.

Kami semua dari keluarga petani-miskin dan "agamis" di sebuah kampung terisolir di pedalaman Kabupaten Batang, Jawa Tengah. Almarhum ayah yang wafat pada usia 80-an tahun, seperti pernah saya ceritakan, adalah seorang "petani tanpa sawah" yang sangat miskin, modin ("kiai kampung") sederhana sekaligus imam langgar atau mushala ("masjid kecil" tempat salat) yang ia dirikan yang terletak persis di depan rumahku. Karena dari keluarga miskin, ayah tidak bisa menyekolahkan anak-anaknya sampai "tinggi". Saya (sebagai anak bungsu) adalah satu-satunya yang sekolah dengan bermodal doa dan nekad. 

Di mushala (yang dulu juga berfungsi sebagai masjid untuk salat Jum'at) inilah dulu ayah memperkenalkan Islam dan mengajarkan tata-cara beribadah kepada warga kampung. Disini pula, saya dulu waktu di pesantren, mengajar dan membimbing warga membaca Al-Qur'an: tua-muda, laki-perempuan.

Ilustrasi Imam Langgar

Seperti ayah, almarhum kakakku kedua juga seorang "kiai kampung", pendiri dan imam masjid yang kami dirikan bersama-sama warga pada tahun 2000-an. Seperti almarhum ayah dan kakak keduaku, kakak tertuaku yang baru saja meninggal juga seorang petani dan imam langgar (sekaligus muadzin) di kampung. Bedanya, kakak tertuaku ini tidak tinggal sekampung dengan kami tapi di kampung tetangga. Menurut keponakanku dalam "sms"-nya, ia wafat setelah melantunkan adzan (panggilan salat) dan mengimami salat.
Meskipun dari "keluarga agamis", kami bukan "golongan fanatik" yang hobi mengafir-sesatkan orang dan pemeluk agama lain. Almarhum ayah sering bilang: "Urusan menungso sesuk ning alam akhirat kuwi urusane Gusti Allah sing ngecet lombok. Tugas menungso ning ndomnyo kuwi nggawe apek karo liyane." ("Urusan manusia besuk di akhirat itu menjadi urusan Tuhan yang 'mengecat cabe'. Tugas manusia di dunia ini berbuat baik dengan sesama").

Itulah sebabnya dulu kenapa almarhum ayah pernah tinggal serumah bertahun-tahun dengan seorang guru SD di kampung yang beragama Kristen yang kebetulan indekos di gubuk kami yang sederhana tanpa saling mengafir-sesatkan satu sama lainnya. Inilah yang beliau ajarkan kepada anak-anaknya termasuk saya dan sang kakak tertuaku yang baru saja wafat. Semoga almarhum mendapat tempat yang layak di sisi-Nya. Lahul fatihah...

Jabal Dhahran, Arab Saudi

Penulis: Sumanto Al Qurtuby

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Indonesia

Air Hidup

Advertise Here

Designed By VungTauZ.Com