Breaking News

Islam

Politik

Selasa, 20 September 2016

PERANG BARATAYUDA, INDONESIA VS SINGAPURA


Memang dahsyat Tax Amnesty kali ini..
Baru ini nama2 besar datang sendiri ke kantor pajak untuk melaporkan aset2nya. Mulai dari James Riady pemilik Lippo, Tohir bersaudara sampai Tommy Soeharto berbondong2 datang dan melaporkan aset2 mereka yang berjumlah triliunan rupiah.

Meskipun belum sesuai dengan target, tetapi setidaknya fasilitas yang diberikan pemerintah kali ini mengandung madu sekaligus racun buat mereka, mau dapat ampunan atau sanksi ? Siapapun yang berbisnis di Indonesia tentu paham, kali ini Presidennya tidak main2, apalagi Menkeu-nya sekarang Sri Mulyani.
Singapura sendiri panik dengan situasi ini.


Sebagai gambaran, WNI kita mempunyai aset sekitar 200 miliar USD di bank privat Singapura atau total 40 persen dari aset perbankan mereka.
Anda bayangkan, apa yang terjadi ketika aset2 itu ditarik ke Indonesia ? Jelas kepanikan di sektor ekonomi dan perbankan Singapura. Banyak saham akan berjatuhan, meski pasti mereka akan ditopang oleh para anggota negara persemakmuran lainnya.
Salah satu trik Singapura untuk mencegah dana besar ini ketarik kembali ke Indonesia adalah dengan menakut2i nasabah mereka. Siapapun yang ikut program Tax Amnesty dicurigai menyimpan uang haram di Singapura.

Commercial Affairs Department (CAD), unit kepolisian Singapura yang mengurus kejahatan keuangan, dikabarkan sudah mengirim surat ke seluruh perbankan Singapura bahwa siapapun nasabah mereka yang mengikuti program Tax Amnesty wajib melapor.
Menurut Strait Times, CAD khawatir ada transaksi keuangan yang berpotensi kriminal jika ada yang minta ampun pajak. Lucu ya, dulu mereka kemana aja waktu uang Indonesia berbondong2 masuk ke Singapura ? Kalau mau keluar aja, baru pada ribut....

Dan berita ini sampai ke telinga Sri Mulyani..
Salah satu panglima perang Indonesia ini, langsung menelpon Deputy Prime Minister Singapura. "Saya langsung telepon ke mereka.." kata SM tidak kalah gertak.

Dan melalui Otoritas Moneter Singapura atau MAS, SM mendapat penjelasan bahwa itu hanya berita bombastis media saja. Jeng Sri memang warbiasahh.. Pemerintah Singapura sampai harus berkelit ketika di telepon dia.

Kenapa SM harus bergerak begitu cepat ? Karena ada beberapa peserta yang mencoba berkelit dengan alasan bahwa jika mereka ikut program Tax Amnesty maka mereka akan dilaporkan kriminal oleh otoritas keuangan Singapura.

Jadi pahami ya, kaum sambel udang dan semur jengkol..
Bahwa perang dalam Tax Amnesty ini bukan perang kampung antar geng motor unyu2 melawan ormas cabe2an.

Ini perang Baratayuda, dimana yang bertarung adalah 2 negara. Penuh strategi dan langkah2 diplomasi tingkat dunia, jadi sangat tidak mudah. Kalian cuma teriak, mana duitnya ? mana duitnya ? Tapi tidak pernah mau memahami situasinya.

Perang itu tidak ujug2 merdeka, penuh perjuangan, darah dan air mata seperti kata bang Rhoma..
Berfikirlah sedikit pintar, gule otak dan pete bakar... menyebut nama kalian membuatku jadi lapar.

Permisi, mau cari nasi padang dulu..

Penulis: Denny Siregar
Read more ...

Minggu, 18 September 2016

SINGAPURA, BERAPA LAMA LAGI BISA BERTAHAN

Malam ini (16 September 2016) Jokowi mendadak mengumpulkan semua menteri yang terkait.
Bocoran yang didapat, istana sedang merapatkan barisan terkait aksi Singapura yang menghalangi gerakan tax amnesty dengan melaporkan mereka yang menarik dananya ke Indonesia ke kepolisian dan menjadikannya kriminal.


Meski Sri Mulyani sudah berkoordinasi dengan Bank Sentral Singapura dan meyakinkan bahwa situasi baik2 saja, tetapi hawa di dalam kedua negara sejatinya sedang panas2nya. Singapura jelas harus bertahan karena ekonomi mereka terancam sebab lebih dari 40 persen aset perbankan mereka adalah uang Indonesia.

Memang ini bisa jadi situasi yang berbahaya bagi kedua negara...

Ketika terjadi rush penarikan uang di bank2 Singapura maka ekonomi Singapura bisa goyah. Dan goyahnya Singapura pasti juga akan berdampak ke Indonesia. Karena itu Singapura akan melakukan apa saja untuk mempertahankan situasinya, meski itu harus memainkan hukum di negara mereka.

Jokowi juga tidak ingin situasi ini menjadi alasan mereka yang punya dana di Singapura untuk tidak melaporkan hartanya. Jelas Indonesia harus mempunyai keputusan yang terbaik bagi pemegang aset di Singapura yang berniat baik. Jokowi tidak ingin mengorbankan para pemilik uang untuk dijadikan kriminal dengan tudingan penggelapan pajak oleh otoritas Singapura.

Permainan jelek Singapura ini ternyata sudah berlangsung setahun lalu, hanya baru dibuka oleh media Strait Times baru2 ini saja. Kepanikan ditariknya dana ke Indonesia membuat Singapura harus membujuk, merayu sampai mengancam akan mengkriminalkan mereka yang menarik dananya dari Bank Singapura.

Baru terlihat, betapa rapuh pondasi ekonomi Singapura. Mereka membuat kepanikan di Indonesia, menampung uang Indonesia dan membeli perusahaan di Indonesia dengan uang kita sendiri. Bukan Singapura yang pinter sebenarnya, kita aja yang puluhan tahun mau dibodohin mereka.

Entah gaya apa lagi yang harus dimainkan Singapura untuk menghadapi strategi Indonesia kali ini. Mereka sudah pake strategi 4-4-3, 5-3-2-1, bahkan kalau perlu 11-0-0 alias bertahan semua di dekat kiper.
Singapura udah ga ada striker, semua jadi bek menghadapi serbuan Indonesia yang tiba2 ngamuk dan maju semua. Mirip kungfu soccer, pemain Singapura harus bertahan dengan celana robek menghadapi pemain Indonesia yang tiba2 bisa terbang, berputar ditanah sampai tendangan gledeg yang terus menerus menghantam gawang. Ngeri kali, bah !

Perang Baratayudha antara Singapura vs Indonesia ini semakin menarik. Sesudah era Soekarno, baru sekarang inilah Singapura merasa belakang celananya bau dan basah.

Mereka salah hitung. Dulu mereka kira Jokowi bisa dibelai dan diancam seperti Presiden2 sebelumnya, karena itu mereka memandang sebelah mata. Sekarang terlambat, mata mereka yang sebelah jadi ikutan picek akibat di culek2.

Singapura, berapa lama lagi bisa bertahan sebelum gawangmu dijebol Indonesia ?
Mungkin secangkir kopi yang bisa menjawabnya....

Penulis: Denny Siregar
Read more ...

Jumat, 16 September 2016

Pokemon: Pokoe Mondok


Dengan ini saya anjurkan kepada para bapak dan ibu kaum Muslim / Muslimah di Indonesia tidak perlu repot-repot menyekolahkan anak-anaknya ke negara-negara Arab kalau tujuannya hanya sekedar untuk mempelajari Islam, belajar Bahasa Arab atau mengaji kitab-kitab keislaman. Sekali lagi, kalau tujuannya hanya untuk belajar masalah ini (kalau punya tujuan lain ya lain lagi persoalannya), di Indonesia saja sudah cukup. Pondok-pondok pesantren, khususnya milik Nahdlatul Ulama (NU) sudah melimpah-ruah di kota maupun desa. Indonesia kini juga sudah surplus kiai, baik tua maupun muda, yang sangat mumpuni dalam masalah ini.


Lagi pula, untuk apa menyekolahkan anak jauh-jauh ke Arab untuk "belajar Islam" kalau pada akhirnya kelak ketika selesai sekolah malah menjadi "malin kundang" yang, atas nama "kemurnian Islam" dan "tegaknya tauhid", berani melawan orang tua, mengafirsesatkan mereka, membidahkan amalan-amalan keagamaan mereka dan seterusnya. Nanti Anda sendiri yang akan kerepotan lo: mau dibiarkan kurang ajar, mau digampar itu anak sendiri. Repot kan?

Bukan hanya melawan orang tua saja lo. Para ulama dan kiai yang kebetulan berbeda pemikiran juga dikapir-kapirkan oleh "anak kemarin sore" yang baru sunat ini. Tidak sebatas itu. Sebagian mereka bahkan tega untuk mengpitnah dan mengukapkan kata-kata kotor dengan beliau-beliau. Padahal beliau-beliau itu masya Allah ulama yang sangat rendah hati, alim dan saleh dalam segala hal. Kok tega ya mereka melakukan itu?

Terus? Sudah jauh-jauh sekolah dan "menuntut ilmu keislaman", pulang-pulang malah menjadi "provokator kebencian" yang anti-pati terhadap tetangga, non-Muslim dan bahkan terhadap sesama Muslim itu sendiri yang hanya secara kebetulan berbeda mazhab, pandangan, pemikiran, dan praktek keagamaan dengan mereka. Repot kan? Hidup di dunia yang warna-warni kok "kaku-regeng" kayak tiang listrik, tidak mau toleran dengan keragaman. Emang bumi ini milik engkong mereka apa?

Sudah cukup? Belum. Mereka juga mengharamkan bendera merah-putih, memusyrikkan penghormatan terhadapnya, mengthogutkan Pancasila dan Konstitusi, "menerakakan" para pejuang dan pahlawan bangsa. Wis embuh lah. Banyak pokoknya yang aneh-aneh dan "unyu-unyu" dari tingkah-polah mereka. Tapi sebagian lo, tidak semua alumni Timur Tengah yang belajar Islam bersikap seperti ini. Entar ada yang ngamuk-ngamuk lagi.

Nah, kalau mondok di pesantren-pesantren NU, nanti akan lain ceritanya. Anak-anak nanti diajari untuk mencitai ulama, mencintai bangsa, negara dan Tanah Air, menghormati orang tua, toleran terhadap sesama manusia, ramah terhadap tetangga, mencitai tradisi dan budaya bangsa. Pokoknya banyak deh yang baek-baek. Dan sudah barang tentu, para santri akan mendapatkan pelajaran-pelajaran keislaman yang "yahud" (tanpa "i"), keislaman yang ramah dan respek dengan kemajemukan pemikiran, keragaman mazhab, dan perbedaan pendapat. Yuk, kita semarakkan gerakan "cinta Pokemon".

Penulis: Sumanto Al Qurtuby
Read more ...

Rabu, 14 September 2016

SETELAH FREDY MATI


Gajah mati meninggalkan gading. Manusia mati meninggal dunia. Fredy mati meninggalkan tekai-teki.
Adalah Haris Azhar yang meneruskan teka-teki Fredy itu. Tapi banyak orang tidak terlalu suka dengan teka-teki. Mereka lebih memilih pertanyaan terkubur, lalu melupakannya. Dan hidup berjalan seperti biasanya.
Tapi sebuah pertanyaan, sekalipun dikubur di lubang dangkal 1 x 2 meter, tetaplah sebuah pertanyaan. Dia akan selalu menggantung di kepala siapa saja yang pernah disinggahi.

Bagaimana mungkin seorang terpidana, bisa membuka pabrik narkotika di penjara? Bagaimana mungkin ada pejabat berwenang meminta CCTV di ruang Fredy dimatikan. Tentu permintaan itu tidak datang dari seorang kroco. Atau senyaman apa Fredy di dalam penjara, dan siapa yang bisa memberi kenyamanan itu?
Fredy hidup tidak sendiri. Dia berinteraksi dengan banyak orang. Mungkin kita bisa menelusuri teka-teki itu dengan merekonstruksi seluruh anomali yang dinikmati Fredy. Dan yang paling gampang, anomali itu terjadi di penjara. Di sebuah areal yang seluruh gerak-geriknya diawasi secara ketat.


Kita mau memaklumi eksekusi mati, dengan alasan jika dibiarkan hidup orang ini akan menyengsarakan banyak orang lainnya. Maka, logikanya --logika ini juga digunakan Pak Jokowi ketika menjawab kenapa harus menolak grasi-- eksekusi itu justru untuk menyelamatkan jutaan kehidupan lainnya.
Baiklah. Eksekusi kepada seorang penjahat sipil, yang secara formal tidak punya kuasa dan wewenang sudah dilaksanakan. Dia mati untuk menyelamatkan banyak nyawa lainnya.

Lalu bagaimana dengan teka-teki Fredy yang diteruskan Haris Azhar? Jika negara bisa mengeksekusi mati seseorang Fredy mestinya negara akan lebih kelabakan jika kejahatan yang sama justru dilakukan oleh mereka yang punya wewenang. Punya kuasa. Punya pangkat.
Berapa juta nyawakah yang akan berpeluang mati sia-sia, ketika tindakan yang diambil justru berusaha menutup teka-teki itu? Melaporkan Haris Azhar ke polisi atas tuduhan pencemaran nama baik, rasanya malah menegasikan makna sebuah hukuman mati.

Ini adalah teka-teki besar. Jutaan nyawa menjadi taruhannya. Semua yang mencintai bangsa ini harus bergerak membuktikan bahwa teka-teki Fredy itu cuma ocehan orang menjelang ajalnya. Kita tidak mau ambil resiko sekecil apapun, seandainya apa yang dikatakan Fredy itu benar. Meskipun cuma sebagian kecilnya yang benar.

Saya berharap lembaga seperti DPR bereaksi dengan membuat Pansus untuk kasus ini. BNN, Polri, TNI mestinya bisa membuat tim internal yang tugasnya menguak teka-teki ini. Demikian juga dengan Menhumkam. Dan Edwin Partogi bisa memfungsikan lembaganya untuk melindungi Haris Azhar.
Membiarkan teka-teki itu menggantung tanpa jawaban tuntas, beresiko menjadikan bangsa ini seperti Mexico. Menyeramkan.

Jika ujungnya dibuktikan ocehan Fredy itu ternyata cuma omong kosong seseorang menjelang ajalnya, alhamdulillah. Kita bisa pun menarik nafas lega.

Kita semua berharap teka-teki yang dititipkan Fredy kepada Haris Azhar, kelasnya cuma sederajat buku TTS dengan sampul bergambar Petruk. Jika ternyata kisah itu benar, betapa malangnya bangsa ini.

Penulis: Eko Kuntadhi
Read more ...

Senin, 12 September 2016

KAMI MUSLIM. KAMI SELALU BENAR !!


"Anggap warga tanjung balai anarkis, Jokowi bela etnis Tionghoa oknum pembuat rusuh ?"
Ini judul sebuah berita di media online yang ada kata "muslim-nya".
Jika anda orang yang sering membaca dan berlogika sehat, tentu menolak judul tersebut.
Kenapa ? Karena, pertama seorang ibu etnis tionghoa itu protes terhadap pengeras suara yang mengganggunya. Protes adalah hal yang wajar, menyuarakan hak-nya atas kenyamanan yang terganggu.
Yang kedua, ada tudingan bahwa Jokowi sangat membela si etnis Tionghoa karena menganggap warga Tanjung Balai anarkis. Tudingan dalam judul berita itu membesarkan protes si ibu - yang mereka anggap oknum perusuh - dan mengecilkan anarki pembakaran vihara.


Judul berita itu membalikkan logika berfikir yang masih sehat. Bagaimana bisa orang protes dianggap oknum perusuh, seakan2 kejahatan protes jauh lebih besar dari membakar vihara ? Dan ketika Jokowi mengutuk aksi pembakaran itu sebagai tindakan anarkis, bagaimana bisa ia dituding membela si orang yg protes yang ber-etnis Tionghoa ?

Kaum otak setengah matang tentu pusing memikirkan logika yang - memang sengaja - dibalik2 itu. Daripada berat mikir, maka lebih mudah "salahkan Jokowi" dan " salahkan si etnis Tionghoa", karena Jokowi dan etnis Tionghoa adalah tempatnya salah.
Jadi merekalah akar semua kesalahan yang ada. Kalau pantat mereka bisulan, bisul itu pasti ber-etnis Tionghoa dan ini salah Jokowi.

Sedangkan si pembakar vihara, meskipun mereka salah, tapi kesalahannya tidak sebesar Jokowi dan etnis Tionghoa. Kenapa ? Karena mereka muslim, jadi muslim haruslah berada di pihak yang benar, apapun itu kesalahannya.
Kita bisa ketawa keras ketika bertemu dengan mereka yang logikanya kebalik seperti itu. Kita biasanya jadikan meme2an dan ngikik sampe kopi pun muncrat sekeras2nya. Tapi jangan salah, kaum yang kita namakan kaum 2D itu banyak jumlahnya.

Merekalah - yang dengan kecepatan cahaya - menshare berita dengan logika terbalik begitu. Hanya dengan membaca judul saja.
Selama berita itu sesuai dengan pembenaran mereka, maka wajib ketik amin dan bagikan. Dan lalu komen bla bla sampai kadang mengutip ayat dan hadis yang juga penafsirannya keliru. "Kami muslim, kami selalu benar".
Orang bodoh dalam jumlah yang besar adalah senjata yang berbahaya. Bungkuslah kebodohan dengan nama agama, maka perhatikan kerusakan yang dibuatnya.
Para pemain di belakang layar tentu paham ini. Mereka membangun ribuan website, membuat ribuan akun di medsos, upload peristiwa terbakarnya vihara dengan judul yang bombastis. Pada intinya, mereka mengarahkan ke satu titik bahwa peristiwa Tanjung balai ini terjadi karena kesalahan Jokowi dan Etnis Tionghoa.

Mengerikan, ya ? Seruput kopi dulu biar tenang...

Fahami, begitulah model yang terjadi pada kerusuhan di timur tengah. Membangkitkan kebanggaan akan golongan setinggi2nya, mem-posisikan golongan pada posisi yang selalu benar dan menjatuhkan kredibilitas orang yang kontra dengan mereka.
Ketika kita kontra, maka keluarlah label syiah, kafir, JIL, liberalis, pluralis sampe margarito kamis. Kadang dibumbui peran Yahudi yang selalu pake Remason.
Begitulah fakta di lapangan, betapa berbahayanya media sosial dan online dalam mengacaukan logika berfikir mereka.

Kacau logika ini bukan hanya milik kaum penggemar nasi bungkus karet dua, bahkan mereka yang bergelar S2 pun menjadi kacau logikanya. Ini akibat kebanggaan berlebih terhadap golongan sehingga pakaian suku, agama dan ras mereka terlalu ketat membungkus jiwa yang penuh lemak.
Inilah musuh kita yang nyata meski mereka ada di dunia maya. Karena itu tidak salah ketika banyak pemuka agama yang jalan berfikirnya sehat menyerukan jihad di media sosial melawan propaganda kebodohan yang mereka doktrin setiap waktu. Internet menjadi medan perang antara sebelum menuju perang fisik yang sesungguhnya.

Jadi sekali lagi pahami pola mereka.

Sesungguhnya kejadian seperti pembakaran vihara di Tanjung balai itu hanya sebagai PELENGKAP PERISTIWA saja.
Tujuan mereka sebenarnya menanam bibit2 permusuhan yang pelan2 tumbuh dalam dada kaum intoleran yang akalnya melemah dengan kebanggaan dirinya yang semakin tinggi.

Persis kata Imam Ali as, " Mereka yang kebanggaan dirinya meninggi, akalnya melemah.."
Terbukti lagi kata2 beliau dalam memisahkan mana kebenaran dan mana kesalahan.. Seruputtt..

Penulis: Denny Siregar
Read more ...

Sabtu, 10 September 2016

JAGA JARAK

Pasca reshuffle kabinet kemarin kita lihat akumulasi kekuasaan Jokowi sudah hampir maksimal. Dari banyak partai, cuma ada tiga yang berada di luar pagar. Dua partai jelas sebagai oposisi : Gerindra dan PKS. Satunya lagi oposisi malu-malu : Demokrat.


Bukan hanya itu, suara miring dari PDIP yang biasanya masih terdengar, kini padam. Ini sudah lebih dari cukup buat Jokowi untuk menjalankan pemerintahannya.

Di internal istana Jokowi terlihat makin powerfull. Juga di lembaga-lembaga lain. Proposal pemerintah ke DPR kini lebih banyak ditepuktangani ketimbang dikririk. Penunjukan Tito Karnavian sebagai Kapolri bahkan sepi dari riak. Semua adem.

Saya sih, berfikir sudah saatnya memgambil jarak dengan isu-isu kekuasaan. Justru yang harus dipasang sekarang adalah sikap kritis. Jika daya kritis publik mati, karena terus terbuai dengan euforia Pilpres, itu bisa berbahaya.

Kekuasaan yang terlalu dominan, dan rakyat yang terus menerus tersihir, berpeluang melahirkan diktator baru. Memang tanda-tanda ke arah sana belum terlihat. Tapi lebih baik mencegah daripada mengobati, bukan?

Ya, kritis bukan berarti sakit jiwa. Soalnya ada contoh orang yang ngaku kritis, padahal sesungguhnya sakit jiwa. Kritikannya aneh, penuh fitnah, dan menggelikan. Apalagi suka bawa-bawa agama.
Sakit jiwa politik ini sama juga bahayanya. Bayangkan jika Indonesia menderita sakit jiwa masal. Mirip sejuta likers yang mau dibuat acara syukuranya itu. Mudah-mudahan.kita tidak sampai tertular. Tetaplah menjaga kewarasan.

Pokokke gini. Mulai sekarang saya gak mau ngurusin Jokowi lagi. Dia udah kurus!

Penulis: Eko Kuntadhi
Read more ...

Kamis, 08 September 2016

BAHAN BAKAR FITNAH


"Orang yang sering menelan fitnah, secara otomatis akan sulit mengenal kebenaran. Ia melihat kebenaran sebagai fitnah dan fitnah sebagai kebenaran.


Dirinya penuh dengan pembenaran dan kebanggaan. Akalnya melemah dan logika berfikirnya kacau. Jiwanya tandus dan hanya bisa ditanami oleh bibit kebencian. Ia menjadi api dan mudah terbakar.
Benar apa kata Imam Ali as, " Barang siapa yang menyalakan api fitnah, ia sendiri yang akan menjadi bahan bakarnya.."

Pada saatnya, perang akhir zaman tidak akan berbicara tentang agama, bangsa maupun negara. Barisan akan terbagi dalam dua kelompok besar, kebenaran dan kejahatan.
Tidak mudah menjadi manusia pada masa sekarang.

Masa dimana fitnah menemukan kendaraan tercepatnya untuk menyebar melalui apa yang dinamakan jaring internet dan media sosial. Masa dimana kebingungan akan melanda banyak manusia sehingga mereka seperti buih di lautan. Masa dimana tidak jelas mana yang benar dan mana kesalahan.."

Aku termenung mendengar kata2 temanku. "Lalu bagaimana manusia bisa memilah mana yang benar dan mana yang salah ?"

Temanku menyeruput kopinya yang sudah mendingin perlahan. Ia menulis kata2 Imam Ali as dalam secarik kertas.
"Ampunilah mereka yang toleran, karena Allah-lah yang akan mengangkat semua kesalahan.."

Penulis: Denny Siregar
Read more ...

Selasa, 06 September 2016

Babi, Ayam, dan Agama Semit (Bag 2)

Sambungan dari  Babi, Ayam, dan Agama Semit (Bag 1)

Kuliah virtual ini masih tentang "Pasal Perbabian". Pengharaman atau pengtabuan babi (bukan "baby" atau "babe" lo ya?) yang termaktub di dalam sejumlah Kitab Suci, khususnya dalam tradisi Yahudi maupun Islam ini, jarang sekali dibahas secara akademik-ilmiah. Alasan yang paling umum dan sering didengar adalah bahwa dasar pengharaman babi itu karena perintah Tuhan (baik "Tuhan"-nya Muslim maupun "Tuhan"-nya Yahudi). Titik. Jadi, tidak perlu diotak-atik dan tanya macam-macam. Memang sudah dari sononya begitu bahwa "babi itu pamali."


Seperti saya jelaskan sebelumnya, memang bukan hanya Al-Qur'an yang secara eksplisit mengtabukan babi. Jauh ribuan tahun sebelum Al-Qur'an hadir di Jazirah Arab, Kitab Taurat atau Torah atau Pentateuch-nya Yahudi sudah lebih dahulu mengharamkan si babi ini. Jadi sebetulnya, kaum Muslim ini meniru Yahudi.
Ada beberapa alasan atas pengharaman babi ini seperti disebut dalam sejumlah surat dalam Kitab Suci Yahudi (misalnya dalam Deuteronomy maupun Leviticus) yang sudah saya jelaskan dalam postingan sebelumnya, maupun yang termaktub dalam kitab-kitab klasik keislaman, khususnya tentang Hukum Islam (fiqh).

Yang jelas ada sejumlah teori tentang bahaya mengonsumsi daging babi bagi kesehatan tubuh yang kemudian dijadikan sebagai "legitimasi tambahan" mengenai status pengharaman mengosumsi daging babi. Salah satunya mengenai "teori cacing pita" (trichinosis), yakni bahwa binatang "mamalia omnivora" ini mengandung cacing pita yang sangat membahayakan bagi kesehatan manusia. Ada pula "teori kromosom" (chromosome), yakni bahwa mengonsumsi daging babi berpotensi bagi manusia akan meniru perilaku babi karena manusia dan babi memiliki kromosom yang, katanya, 11-12.

"Manusia modern" boleh saja berteori, tetapi ribuan tahun lalu ketika Bangsa Israel kuno atau disebut "Israel Alkitab" atau Israelite mengharamkan babi ini jelas tidak mengenal "teori cacing pita" maupun "teori kromosom" ataupun "teori DNA." Kedua teori ini baru lahir belakangan seiring dengan penemuan "teknologi medis" yang kemudian oleh sejumlah kelompok agama tertentu dijadikan sebagai "data tambahan" untuk memperkuat argumen pengharaman babi.

Jika memang seperti disebutkan dalam teks-teks keagamaan bahwa daging babi itu kotor dan tidak higienis bagi kesehatan manusia, lalu kenapa si babi diharamkan? Bukankah seharusnya yang diharamkan itu cara memasak daging babi, bukan babinya? Bukankah logikanya, kalau cara memasaknya oke, mengonsumsi daging babi pun juga oke? Maka, seperti pernah disinggung oleh antropolog Marvin Harris, jika memang pengharaman babi itu merupakan "ordinasi atau peraturan kesehatan yang diinspirasi nilai-nilai ketuhanan", maka ini kasus "malpraktek medis" tertua yang pernah dicatat dalam sejarah kemanusiaan.

Jika dikaji secara seksama, sebetulnya bukan hanya babi yang membahayakan, jika cara masaknya tidak benar. Semua "hewan domestik" (sapi, kambing, domba, dlsb) adalah berpotensi membahayakan kesehatan manusia jika cara memasaknya tidak benar. Daging sapi, misalnya, jika masaknya tidak beres, juga bisa memunculkan cacing (tapeworm) yang bisa memicu sejumlah penyakit. Sapi, kambing dan domba konon juga bisa menyebarkan "penyakit bakteri" yang dikenal dengan nama "brucellosis".

Jelasnya, tidak ada hewan yang betul-betul higienis dan bebas-penyakit. Lalu, kenapa si babi yang menjadi korban dan "dibabihitamkan"? Ada apa dengan situasi-kondisi di Timur Tengah waktu itu sehingga sampai-sampai penduduk Israel, Arab Muslim, dan sejumlah "suku nomad" di padang pasir mengharamkan babi?
Padahal pada zaman duhulu kala di Timur Tengah (Mesopotamia maupun Mesir), masyarakat pernah mengternak babi. Para arkeolog menemukan bukti-bukti tentang ini khususnya masyarakat yang tinggal di kawasan pantai Tigris dan Eufrat. Masyarakat daerah Ur, sebuah negara-kota di Sumeria di zaman Mesopotamia kuno juga mengonsumsi daging babi. Sampai kira-kira zaman Raja Hammurabi (sekitar 1900 BC) di Kerajaan Babilonia, masyarakat Timur Tengah masih mengternak babi dan memakan dagingnya.
Lalu, sejak kapan babi ditabukan? Adakah faktor-faktor ekonomi-ekologi yang menyebabkan babi kemudian pelan-pelan tersingkir dari sebagian masyarakat di Timur Tengah? Lalu, bagaimana ceritanya Islam bisa, ujug-ujug, mengharamkan babi? Bagaimana pula kisah sekelompok Muslim Berber di Pegunungan Atlas di Maroko yang mentradisikan mengternak dan memakan babi? Entar aja deh lanjutannya, capek nih tangan ane nulis terus dari tadi sampai gempor. Yang sabar ya bos?

Kent Vale, Singapore

Penulis: Sumanto Al Qurtuby
Read more ...

Minggu, 04 September 2016

TANPA BATAS


"Sebab bagi kami tidak ada tempat yang membatasi kami untuk tidak menghadap-Nya pada waktunya."

Foto 1 di hutan pantai Ciletuh, Sukabumi selatan - Jawa Barat, 2 Juni 2014



Foto 2 di bantaran endapan Sungai Tamiang, Aceh selatan - Sumatra, 31 Mei 2016




pada saat saya menemani mereka -para geosaintis berjalan di lapangan memahami sebagian fenomena geologi Indonesia.

Meskipun saya berbeda iman dengan mereka, saya selalu mengagumi mereka -yang menjalankan syariat agamanya dengan benar -bukan untuk memamerkan ketaatannya, apalagi mengadili orang lain, tetapi untuk mendekatkan dirinya dengan Penciptanya.

Semoga Sholat Lima Waktu mereka bermanfaat untuk hidup mereka hari ini di sini di Bumi, dan hari kemudian di sana - Akhirat, kelak. Amin.

Sebab kita -manusia harus berkomunikasi secara teratur dengan Pencipta kita.***

Penulis: Awang Satyana
Read more ...

Jumat, 02 September 2016

Babi, Ayam, dan Agama Semit (Bag 1)


Sudah lama saya tergelitik dengan status keharaman daging babi dalam Islam. Jangan salah, bukan hanya Islam yang mengharamkan mengonsumsi daging babi. Agama Yahudi sudah sejak lama mengharamkannya jauh sebelum Islam lahir di Arabia. Dalam hal "perbabian" ini, Islam saya kira "njiplak" doang dari agama Yahudi. Bukan hanya soal babi ini saja, banyak doktrin atau ajaran Islam yang diambil, diserap, atau dimodifikasi dari tradisi Yahudi seperti sunat, hijab, puasa, haji, pokoknya banyak deh.
Dalam Hukum Yahudi (halakha), semua makanan yang dikonsumsi manusia harus sehat dan halal (di Barat disebut kosher). Menurut "undang-undang makanan" agama Yahudi, hewan-hewan kotor dan menjijikkan seperti babi, shellfish, atau serangga, atau makanan campuran daging dan susu, misalnya, semua haram dikonsumsi.


Jadi, sebetulnya agama Yahudi jauh lebih ketat dalam hal "tata boga" karena itu jika kebetulan akhi/ukhti sedang jalan-jalan atau plesiran di negara-negara Barat, kalau Anda khawatir makan makanan haram di "warung sekuler", maka jangan sungkan-sungkan makan saja di warung-warung milik Yahudi. Dijamin 100% halal tanpa harus mencantumkan label atau "papan halal" dari MUI.

Bagaimana dengan Kristen? Meskipun banyak atau bahkan mayoritas umat Kristen membolehkan mengonsumsi daging babi tetapi ada juga yang mengharamkannya seperti kaum Advent (Seventh-day Adventist Church atau Gereja Advent Hari Ketujuh). Gereja Ortodoks Etiopia juga mengharamkan mengonsumsi daging babi. Sebagian pengikut Gereja Koptik di Aleksandria, Mesir, juga mengharamkannya. Perlu diingat, meskipun Kristen "meng-ok-kan" daging babi, banyak umat Kristen yang tidak mau memakannya dengan alasan lain-lain.

Bukan hanya dalam rumpun agama Semit saja sebetulnya. Konon mengternak dan memakan daging babi juga ditabukan di peradaban kuno Suriah dan beberapa kawasan di Timur Tengah.
Pertanyaannya sekarang? Kenapa babi diharamkan? Apa sih sebetulnya alasan pelarangan babi? Kenapa Islam atau Al-Qur'an hanya secara eksplisit mengharamkan babi? Kenapa hewan-hewan lain yang perilaku dan pola-hidupnya agak mirip-mirip dengan babi (misalnya kuda nil, buaya, atau apa saja silakan cari contoh sendiri), tidak ditegaskan dalam Islam?

Sejumlah teks keagamaan (baik dalam Islam maupun Yahudi) yang sering kita dengar adalah bahwa pengharaman mengonsumsi daging babi itu karena daging babi mengandung banyak penyakit sehingga tidak sehat dan membahayakan. Pertanyaanya, kalau memang tidak sehat dan penuh penyakit, kenapa orang-orang Kristen yang memakan daging babi kok sehat-sehat dan segar-bugar? Kalau memang alasannya karena membahayakan tubuh atau bikin tubuh sakit, kan tinggal masakknya saja diperbaikin. Zaman modern sekarang sudah sangat canggih dalam mengolah makanan supaya sehat wal afiat.
Alasan lain yang muncul dalam teks-teks keislaman dan keyahudian adalah karena babi itu hewan kotor dan menjijikkan? Kalau soal hewan yang "kotor" dan "menjijikkan" kan banyak: kuda nil, buaya, ubur-ubur, monyet dlsb. Tapi kenapa babi yang disebut?

Lalu, alasan teologi-keagamaan lain, karena babi memiliki "telapak kaki dengan kuku terbelah". Ah, yang ini sih lebih tidak masuk akal lagi sebagai dasar pengharaman.

Menurutku, alasan yang lebih "masuk akal" tentang larangan babi ini dalam konteks Arab dan Timur Tengah lebih pada persoalan ekologi-ekonomi. Dalam kajian arkeologis-kesejarahan, merosotnya perkembangan babi dari Timur Tengah itu (padahal dulu pernah menjadi trend) seiring dengan munculnya ayam sebagai hewan ternak yang efektif, efisien, bergizi, dan ramah lingkungan. Bagaimana penjelasan selanjutnya? Panteng terus di FB ini...

Kent Vale, Singapore

Berlanjut ke  Babi, Ayam, dan Agama Semit (Bag 2)

Penulis: Sumanto Al Qurtuby
Read more ...

Indonesia

Air Hidup

Advertise Here

Designed By VungTauZ.Com