Rabu, 14 September 2016
SETELAH FREDY MATI
Gajah mati meninggalkan gading. Manusia mati meninggal dunia. Fredy mati meninggalkan tekai-teki.
Adalah Haris Azhar yang meneruskan teka-teki Fredy itu. Tapi banyak orang tidak terlalu suka dengan teka-teki. Mereka lebih memilih pertanyaan terkubur, lalu melupakannya. Dan hidup berjalan seperti biasanya.
Tapi sebuah pertanyaan, sekalipun dikubur di lubang dangkal 1 x 2 meter, tetaplah sebuah pertanyaan. Dia akan selalu menggantung di kepala siapa saja yang pernah disinggahi.
Bagaimana mungkin seorang terpidana, bisa membuka pabrik narkotika di penjara? Bagaimana mungkin ada pejabat berwenang meminta CCTV di ruang Fredy dimatikan. Tentu permintaan itu tidak datang dari seorang kroco. Atau senyaman apa Fredy di dalam penjara, dan siapa yang bisa memberi kenyamanan itu?
Fredy hidup tidak sendiri. Dia berinteraksi dengan banyak orang. Mungkin kita bisa menelusuri teka-teki itu dengan merekonstruksi seluruh anomali yang dinikmati Fredy. Dan yang paling gampang, anomali itu terjadi di penjara. Di sebuah areal yang seluruh gerak-geriknya diawasi secara ketat.
Kita mau memaklumi eksekusi mati, dengan alasan jika dibiarkan hidup orang ini akan menyengsarakan banyak orang lainnya. Maka, logikanya --logika ini juga digunakan Pak Jokowi ketika menjawab kenapa harus menolak grasi-- eksekusi itu justru untuk menyelamatkan jutaan kehidupan lainnya.
Baiklah. Eksekusi kepada seorang penjahat sipil, yang secara formal tidak punya kuasa dan wewenang sudah dilaksanakan. Dia mati untuk menyelamatkan banyak nyawa lainnya.
Lalu bagaimana dengan teka-teki Fredy yang diteruskan Haris Azhar? Jika negara bisa mengeksekusi mati seseorang Fredy mestinya negara akan lebih kelabakan jika kejahatan yang sama justru dilakukan oleh mereka yang punya wewenang. Punya kuasa. Punya pangkat.
Berapa juta nyawakah yang akan berpeluang mati sia-sia, ketika tindakan yang diambil justru berusaha menutup teka-teki itu? Melaporkan Haris Azhar ke polisi atas tuduhan pencemaran nama baik, rasanya malah menegasikan makna sebuah hukuman mati.
Ini adalah teka-teki besar. Jutaan nyawa menjadi taruhannya. Semua yang mencintai bangsa ini harus bergerak membuktikan bahwa teka-teki Fredy itu cuma ocehan orang menjelang ajalnya. Kita tidak mau ambil resiko sekecil apapun, seandainya apa yang dikatakan Fredy itu benar. Meskipun cuma sebagian kecilnya yang benar.
Saya berharap lembaga seperti DPR bereaksi dengan membuat Pansus untuk kasus ini. BNN, Polri, TNI mestinya bisa membuat tim internal yang tugasnya menguak teka-teki ini. Demikian juga dengan Menhumkam. Dan Edwin Partogi bisa memfungsikan lembaganya untuk melindungi Haris Azhar.
Membiarkan teka-teki itu menggantung tanpa jawaban tuntas, beresiko menjadikan bangsa ini seperti Mexico. Menyeramkan.
Jika ujungnya dibuktikan ocehan Fredy itu ternyata cuma omong kosong seseorang menjelang ajalnya, alhamdulillah. Kita bisa pun menarik nafas lega.
Kita semua berharap teka-teki yang dititipkan Fredy kepada Haris Azhar, kelasnya cuma sederajat buku TTS dengan sampul bergambar Petruk. Jika ternyata kisah itu benar, betapa malangnya bangsa ini.
Penulis: Eko Kuntadhi
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar