Breaking News

Islam

Politik

Sabtu, 10 September 2016

JAGA JARAK

Pasca reshuffle kabinet kemarin kita lihat akumulasi kekuasaan Jokowi sudah hampir maksimal. Dari banyak partai, cuma ada tiga yang berada di luar pagar. Dua partai jelas sebagai oposisi : Gerindra dan PKS. Satunya lagi oposisi malu-malu : Demokrat.


Bukan hanya itu, suara miring dari PDIP yang biasanya masih terdengar, kini padam. Ini sudah lebih dari cukup buat Jokowi untuk menjalankan pemerintahannya.

Di internal istana Jokowi terlihat makin powerfull. Juga di lembaga-lembaga lain. Proposal pemerintah ke DPR kini lebih banyak ditepuktangani ketimbang dikririk. Penunjukan Tito Karnavian sebagai Kapolri bahkan sepi dari riak. Semua adem.

Saya sih, berfikir sudah saatnya memgambil jarak dengan isu-isu kekuasaan. Justru yang harus dipasang sekarang adalah sikap kritis. Jika daya kritis publik mati, karena terus terbuai dengan euforia Pilpres, itu bisa berbahaya.

Kekuasaan yang terlalu dominan, dan rakyat yang terus menerus tersihir, berpeluang melahirkan diktator baru. Memang tanda-tanda ke arah sana belum terlihat. Tapi lebih baik mencegah daripada mengobati, bukan?

Ya, kritis bukan berarti sakit jiwa. Soalnya ada contoh orang yang ngaku kritis, padahal sesungguhnya sakit jiwa. Kritikannya aneh, penuh fitnah, dan menggelikan. Apalagi suka bawa-bawa agama.
Sakit jiwa politik ini sama juga bahayanya. Bayangkan jika Indonesia menderita sakit jiwa masal. Mirip sejuta likers yang mau dibuat acara syukuranya itu. Mudah-mudahan.kita tidak sampai tertular. Tetaplah menjaga kewarasan.

Pokokke gini. Mulai sekarang saya gak mau ngurusin Jokowi lagi. Dia udah kurus!

Penulis: Eko Kuntadhi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Indonesia

Air Hidup

Advertise Here

Designed By VungTauZ.Com