Breaking News

Islam

Politik

Rabu, 17 Mei 2017

Membela Ahok = Membela Islam


Islam adalah agama yang bertumpu pada keadilan dan kemanusiaan. Islam adalah agama yang menjunjung tingggi pada pembelaan terhadap orang/kelompok yang menjadi korban persekongkolan elit. Islam adalah agama yang pro terhadap kelompok tertindas. Islam adalah agama yang memperjuangkan kelompok minoritas, baik minoritas politik, etnis, ekonomi, maupun agama, yang menjadi korban kejahatan sindikat elit.
Ayat-ayat Al-Qur'an dan Hadis Nabi bertebaran mengenai pentingnya memperjuangkan keadilan dan kemanusiaan di masyarakat.


Kenapa Islam adalah agama yang pro-keadilan dan kemanusiaan serta anti terhadap penindasan dan diskriminasi? Jawabnya karena Islam adalah "agama rakyat", "agama wong cilik", agama yang merepresentasikan kelompok-kelompok minoritas yang tertindas dan dizalimi oleh sistem politik-ekonomi Makah pada waktu itu di abad ke-6/7 M yang sangat elitis, korup, hegemonik, dan sektarian. Islam lahir "dari bawah", bukan "dari atas" (kaum bangsawan atau kerajaan).

Nabi Muhammad bukanlah Siddhartha Gautama (Gautama Buddha) atau Confucius yang berasal dari kelompok elit masyarakat dan kaum cerdik-pandai (filosof, pendidik, politisi, sastrawan, dlsb). Nabi Muhammad adalah orang miskin yatim-piatu. Meskipun Nabi Muhammad berasal dari keluarga yang cukup terhormat dari sisi keagamaan dan spiritualitas, tetapi ia tidak memiliki otoritas politik-ekonomi memadai sehingga selalu menjadi bulan-bulanan para elit politik dan penguasa ekonomi Makah.

Nabi Muhammad dimusuhi oleh para penggede Makah dan elit sontoloyo itu sejatinya bukan karena ia telah "menawarkan Tuhan baru" tetapi lebih pada karena ia membawa dan menawarkan ajaran agama (Islam) yang bertumpu pada doktrin persamaan (egalitarianisme), keadilan, dan kemanusiaan, yang dipandang bisa membahayakan sistem, tatanan, dan sendi-sendi politik-ekonomi yang mereka kuasai selama ini.
Kaum elit politik-ekonomi Makah waktu itu (dan dimana saja pada umumnya) adalah "kaum oportunis-pragmatis" yang tidak mempedulikan agama dan sistem teologi apapun sepanjang bisa diajak kompromi dan membawa keuntungan. Nah, sayangnya ajaran-ajaran Islam itu tidak pro-elit tetapi pro-rakyat bawah sehingga harus dimusnahkan.

Demikianlah Nabi Muhammad dan para pengikut awal Islam di Makah selalu menjadi bulan-bulanan sindikat elit politik-ekonomi-agama: dikejar-kejar, diteror, difitnah, dicaci-maki, diancam bunuh sampai mengungsi ke Abyssinia (Ethiopia) dan Yatsrib (Madinah).

Situasi yang dialami oleh Nabi Muhammad pada abad ke-7 M itu persis menimpa pada diri Ahok di abad ke-21 sekarang. Seperti Nabi Muhammad, Ahok juga dicaci-maki, difitnah, didiskriminasi, diteror, dan diancam bunuh. Seperti Nabi Muhammad, Ahok juga menjadi korban sindikat kaum elit politik, ekonomi, dan agama, yang merasa terancam dengan kehadiran Ahok: terancam karir politiknya (bagi politisi), terancam bisnisnya (bagi pengusaha), serta terancam sulit mengembangkan jenis keislaman konservatif-radikal (bagi "elit Islamis").

Apakah sejumlah ormas Islam tengil yang hobi memobilisasi massa untuk demo dengan mengatasnamakan Islam itu betul-betul membela Islam karena agama ini "telah dinistakan" misalnya? Jelas tidak. Buktinya, mereka tidak pernah mendemo Rizieq Shihab dan gerombolannya, meskipun mereka telah berkali-kali menghina, melecehkan, dan merendahkan martabat Islam sebagai agama yang mulia, dengan perkataan dan tindakan mereka yang bahlul, intoleran, rasis, dan penuh kekerasan. Apakah asi-aksi mereka demi membela Ulama? Juga tidak. Sudah berapa kali mereka menghina dan melecehkan ulama tapi tidak ada yang memobilisasi massa untuk demo.

Jadi, membela Ahok jelas sama dengan membela Islam karena agama ini sangat menjunjung tinggi keadilan dan kemanusiaan serta anti-diskriminasi, anti-ketidakadilan, dan berbagai perbuatan yang merendahkan martabat kemanusiaan.

Penulis: Sumanto Al Qurtuby
Read more ...

Senin, 15 Mei 2017

TUHAN DALAM SECANGKIR KOPI


"Saya selalu menganalogikan hidup ini seperti sebuah game, permainan elektronik.."
Temanku membuka percakapan dengan gayanya yang - seperti biasa - lugas, waktu kami sedang nongkrong di warung kopi sore hari. Ia selalu bisa menyederhanakan penjelasan dengan perumpamaan2 dalam gaya bahasa awam dan mudah dimengerti karena membawa contoh sesuatu yang dikenal.
"Kita manusia ini sejatinya hidup mencari poin-poin bonus yang akan membawa kita pada level-level permainan yang lebih tinggi.


Kita yang harus mencari dimana poin-poin itu. Ada yang terlihat di depan mata dan ada yang tersembunyi di batu bata yang harus disundul supaya poinnya keluar..

Kerjaan kita dalam hidup ini hanya mengumpulkan poin-poin itu saja, tidak lebih. Dan ketika poin itu terkumpul, maka level baru akan terbuka.

Level baru ini tingkat kesulitannya lebih tinggi, tetapi nilai poinnya pun lebih banyak. Dan disetiap level kita akan menemukan musuh-musuh baru yang semakin lama semakin kuat.
Ada musuh yang cukup kita hindari saja, tetapi ada juga musuh yang harus kita lawan sebagai pembuka pintu level selanjutnya.."
Aku mendengarkannya dengan penuh perhatian. Menarik sekali penjelasannya sehingga aku mengabaikan kopiku yang tadinya panas mendingin dengan sendirinya.

Tidak sabar aku pun bertanya, "Dalam kehidupan nyata, poin-poin itu diartikan sebagai apa ?"
Temanku tersenyum. Ia menyeruput kopinya dengan tenang. Tampak kestabilan dalam dirinya karena ia memahami apa sejatinya manusia itu dan fungsinya di dunia.
"Poin-poin itu adalah amal. Banyak manusia yang salah mengira bahwa ia di dunia tugasnya mengumpulkan harta. Kesalahan pandangannya itu dampak dari ia mengukur dirinya dan orang lain dengan materi. Sehingga ia pun menjadi penilai dan selalu menilai manusia lain dengan materi juga..

Orang-orang yang selalu memandang dunia ini dengan materi, lupa bahwa ia harus mengumpulkan poin-poin amal dalam hidupnya. Ia - di dalam kehidupannya - menjadi manusia yang merugi, karena hartanya akan lenyap bersamaan dengan ketiadaan dirinya di dunia ini.

Sedangkan musuh-musuh yang muncul dalam setiap level adalah nafsunya sendiri. Nafsu yang harus ia hindari dan yang harus ia perangi. Ketika ia tidak berhasil mengalahkan nafsunya sendiri, sesungguhnya ia terus berada dalam level yang itu-itu saja tapi ia tidak sadar diri.
Dan ketika ia berhasil mengalahkan nafsunya di level yang lebih rendah, maka di level selanjutnya ia akan bertarung dengan level nafsunya yang semakin kuat.."

Temanku berhasil menghadirkan tentang nilai-nilai sejati yang harus dicari manusia di dunia ini. Bukan materi, tetapi nilai dalam bentuk amal yang tidak mempunyai wujud di alam materi ini.
Aku mengerti sekarang. Betapa mudah sebenarnya ketika kita mengenal apa, siapa dan bagaimana kita di dunia ini. Mengenal diri kita dengan memahaminya, sejatinya adalah pengetahuan manusia yang tertinggi.
"Lalu apa gunanya poin-poin amal yang kita kumpulkan itu ?" Tanyaku penasaran.

Temanku menatapku. "Kamu tahu bahwa sesudah alam materi ini, ada alam lain yang akan kita jalani ? Alam non materi yang berupa perjalanan kedua kita sebelum menghadapi hari pengadilan nanti.
Disanalah poin-poin amal itu berfungsi. Poin amal itu adalah bekal kita, penyelamat kita sehingga kita tidak buta dan tersesat di alam yang tidak kita ketahui.

Poin amal itu menjadi kompas, menjadi pelita, menjadi penyelamat kita saat kita menghadapi kesulitan. Bayangkan, ketika kita tidak punya bekal di alam itu nanti..."

Ah, begitu rupanya. Sebuah rahasia terbuka. Sederhana seharusnya, tetapi banyak dari kita yang lupa bahwa ada perjalanan kedua nanti. Perjalanan di dunia yang tidak kita ketahui..

Sore itu hujan gerimis. Terbuka lagi satu bab dalam kehidupan ini. Kopiku jadi terasa nikmat sekali..
"Kenapa dunia ini dinamakan dunia ? Karena ia paling rendah dari segala sesuatu.." Imam Ali as.

Penulis: Denny Siregar
Read more ...

Sabtu, 13 Mei 2017

MAHASISWA


Setiap mahasiswa dari ilmu tertentu mempunyai karakternya masing-masing yang mau tak mau dipengaruhi ilmu dan gaya kuliahnya itu.
---
Mahasiswa kedokteran, seperti anak-anak saya, mereka harus tepat waktu datang kuliah, terlambat lebih dari tiga kali tak boleh ikut ujian. Mereka harus berpakaian rapih, formal, tak boleh kasual - tak ada jeans, tak ada polo shirt berkerah pun, yang laki-laki harus bercelana panjang kain bukan bahan jeans, baju kemeja. Rambut tentu harus rapih. Aturan-aturan ini demi membuat mereka terbiasa agar kelak bisa menjadi dokter dengan sikap yang baik. Dokter yang terlambat datang dan jorok, bisa saja menyebabkan nyawa orang lain melayang.
Dan mereka adalah jenis mahasiswa yang paling tak tahu gosip kampus sebab mereka hampir tak punya waktu untuk santai apalagi bergosip, selain belajar, belajar, belajar, laboratorium, klinik dan rumah sakit. Keriaan masa muda hilang, ucap orang-orang. Anak-anak saya bila berlibur pulang ke Bogor, di ransel-ranselnya tak pernah absen buku-buku teks kedokteran, dan mereka juga belajar setiap hari saat liburan. Pada awal kuliah mereka bahkan suka membawa steteskop di ranselnya.
---
Mahasiswa geologi, yang saya lihat tadi pagi di depan stasiun Bogor punya gaya lain lagi. Mereka didominasi laki-laki meskipun perempuannya kini semakin banyak dalam proporsi.
Mereka menggunakan jaket kampus yang menyolok warnanya, kebanyakan kuning, orange, atau merah. Jaket lapangan - warna ngejreng begitu agar bila mereka tengah di lapangan lebih mudah dikenali atau dicari bila mereka hilang. Hilang? Ya...mereka bisa tersesat di lapangan atau kena musibah di lapangan.
Tadi anak-anak mahasiswa berjaket lapangan warna merah ini memenuhi lima angkot jurusan Bubulak. Mungkin mereka mau pergi ke Gunung Cibodas, Ciampea - singkapan batugamping Miosen terkenal di sebelah barat-baratlaut Bogor. Ransel-ransel mereka besar-besar, mungkin mereka mau melakukan field camp beberapa hari. "Geologi Universitas Indonesia", saya baca di belakang jaketnya.
Ransel dan gulungan peta memenuhi bagian belakang setiap angkot. Tadi saat saya datang di stasiun, beberapa anak mahasiswa ini duduk-duduk di badan jalan membuka bekalnya, sarapan. Cuek saja, yang penting sarapan agar perjalanan terasa nyaman.
Sewa angkot rame-rame saja, yang penting tiba di lokasi, kalau ada truk tentara ya ikut truk tentara. Begitulah mereka. Bila ada yang terlalu ribet dengan urusan angkutan, makanan, akomodasi, pakaian - mereka akan dijuluki geolog salon. Juga bagi mereka yang di lapangan sedikit-sedikit mengenakan krem anti sinar Matahari di mukanya.
---
Begitulah, mahasiswa kedokteran dan geologi.
Mahasiswa kedokteran hampir selalu bisa dikenal dari penampilan dan gerak tubuhnya - cenderung hospital/medical lab.-looking, membawa steteskop.
Mahasiswa geologi juga bisa dibaca dari penampilannya dan gerak tubuhnya - cenderung field-looking, bahkan mereka membawa palu.
---


Saya pernah mengalami keduanya pada tahun 1983-1989: menjadi mahasiswa kedokteran (lalu drop out karena biaya) dan mahasiswa geologi.
Maka dalam diri saya berkumpul dua karakter itu: banyak membaca, analitis, diagnosis ala mahasiswa kedokteran dan bersahaja, apa adanya, kekuatan berjalan ala mahasiswa geologi.
Itu semasa mahasiswa. Kini, setelah 28 tahun menjadi seorang geolog Indonesia yang aktif berkiprah dalam profesi dan ilmunya, saya tahu bahwa mahasiswa apa pun harus rajin membaca, bersahaja, siap dalam segala medan, dan berusaha terus untuk sehat.
Anak-anak mahasiswa, isilah masa mudamu dengan kegiatan berguna, kelak kalian akan merasakan gunanya. Saya telah melalui keduanya. Masa kini kita dibentuk oleh masa lalu kita. Masa kini kita membentuk masa depan kita.
The past, the present, the future -semuanya saling berhubungan, yang satu mempengaruhi yang lain. Be wise with your time today, students!***

Penulis: Awang Satyana
Read more ...

Kamis, 11 Mei 2017

SEKALI LAGI, JAGA ANAK-ANAKMU!


Kemarin seorang teman, pengajar di sebuah kota kecil daerah Jawa Timur, memberi informasi. Sekolahnya mendapat sebuah proposal dari HTI, yang mengajak bekerjasama untuk mengiisi acara Ramadhan. Tentu saja dalam proosal itu, disebutkan untuk dakwah.
Pimpinan sekolah, yang mungkin kurang informasi, tadinya berniat menyetujui kerjasama itu. Ini ada organisasi dakwah, mau ngajar murid dengan gratis. Menambah keimnanan saat Ramadhan. Mungkin begitu fikirnya.


Untung saja teman itu cepat memberi masukan kepada pimpinan di sekolah itu. Dia menjelaskan mahluk jenis apa HTI. Bagaimana organisasi politik transnasional yang dibungkus dakwah ini meracuni anak-anak muslim. Tujuan HTI mendirikan pemerintahan khilafah dunia, otomatis juga menghapus Indonesia. "Kita tidak mau anak-anak diajarkan bagaimana merusak bangsanya sendiri, kan, pak?" Akhirnya mereka sepakat membatalkan proposal itu.

Apakah itu cuma satu-satunya proposal HTI yang masuk ke sekolah? Saya tidak tahu. Tapi, inilah gerakan politik transasional yang berselubung dakwah. Mereka mensasar segala lini. Anak-anak kita yang polos, yang kemarin menyanyikan lagu 'Halo-Halo Bandung' dengan teriakan lantang, mungkin besok hari akan berfikir, bagaimana menjadikan Bandung lautan api sekali lagi. Bagaimana meluluhlantakan bangsanya sendiri.

HTI bukan saja menelusup ke sekolah, juga makin lantang memasuki Kampus. Mahasiswa yang puber agama dicekokin mimpi khilafah, dibetot kembali ke abad pertengahan. PNS, pegawai BUMN dan rakyat kebanyakan juga dimasuki. Bahkan pengalaman di Pakistan HTI menelusup ke tubuh militer.
Sebetulnya HTI bukan organisasi dakwah. Dia organisasi politik yang menjadikan Islam sebagai kendaraan. Tujuannya membangun khilafah dunia. Masalahnya ada berbagai organisasi ekstrim yang juga mengusung khilafah. Cuma khilafahnya gak sama dengan HTI.

ISIS punya Abu Bakar Al Baghdadhi, Al Qaedah dulu punya Osama bin Laden. Taliban lain lagi. Jadi kalau pun mereka berhasil menguasai Indonesia, pasti akan bertempur dengan organisasi lainberebut kursi khilafah. Ini terjadi di Syuriah dan Irak. Mereka saling menggigit satu sama lain.

Jadi, ide khilafah saat ini memang tidak bakal ada ujungnya. Sampai kehancuran bangsa Indonesia. Anak-anak yang disusupi ide konyol ini akan punya semangat berperang untuk menghancurkan. Bukan untuk meneggakkan sesuatu. Itu sudah terjadi di Suriah atau Afganistan.

Saya pernah bertemu dengan mantan simpatisan HTI di Depok. Alhamdulillah, dia sadar bahwa doktrin HTI itu sebenarnya konyol. "Masa semua persoalan selesai dengan khilafah. Lha, khilafahnya belum tahu seperti apa bentuknya," kisahnya di suatu siang.

Apalagi karena dilihat cukup sukses secara ekonomi, dia merasa dikerjar-kejar dengan kewajiban infaq organisasi yang katanya untuk perjuangan. "Ngejarnya kayak orang nagih utang," ujarnya singkat.
Di Indonesia memang sedang marak politik yang dibungkus jargon agama. Mereka ingin mendapatkan kekuasaan dengan menjual ayat-ayat Tuhan. Sialnya, seolah mereka paling suci sendiri. Berani mengkafirkan, berani menuding sesat, berani bilang Indonesia negara toghout (setan).

Politik atas nama agama ini yang membuat anak-anak Suriah mati kelaparan. Yang membuat perempuan Yazidi diperdagangkan bak keledai, digunakan sebagai budak seks, diperkosa beramai-ramai sebelum ditebas kepalanya.

Lalu mereka mau susupi ideologi penghancur ini ke sekolah-sekolah kita? Mau membuat anak-anak kita yang manis berubah jadi algojo yang tumbuh tanpa nilai kemanusiaan? Mereka mau menjadikan umat Islam seperti zombie --tanpa rasa, kasar, intoleran dan tanpa keadilan.

Lagipula sampai sekarang belum ada contoh negara sukses menerapkan khilafah. Yang ada malah hancur-hancuran. Enak aja ngajarin anak-anak kita pepesan kosong seperti ini. "Buat anak kok, coba-coba. Emangnya minyak telon?"

Kalau gitu giliran saya mau nanya : khilafahmu itu kalau makan bubur ayam diaduk apa gak? Kalau kamu belum bisa menjawab, jangan ngomong soal konsep khilafah dulu, deh...

Penulis: Eko Kuntadhi
Read more ...

Selasa, 09 Mei 2017

KAWAL SIDANG AHOK

KAWAL SIDANG AHOK



Saatnya KITA TURUN menyuarakan suara KEBENARAN dan KEADILAN...

BANTU SHARE YA...AGAR SEMUA ORANG TAHU AKSI KITA .

Salam Perjuangan
Read more ...

Senin, 08 Mei 2017

PANGLIMA : "EMANG GUE PIKIRIN..."


Saya ingat sekali, waktu itu Jokowi diserang karena terlihat ragu-ragu memutuskan posisi Kapolri pada kasus BG..
Jokowi di bully oleh pendukung lawan politiknya. Ia dibilang "boneka" karena seperti tidak tahu apa yang harus dilakukan.
Dan para pendukung Jokowi mulai meragukan Presiden yang mereka pilih itu. Dari luar Jokowi tampak lemah dan tak berdaya dan seperti tidak mampu melakukan apa-apa.
Saya kemudian menulis tentang bagaimana sesungguhnya Jokowi bergerak dengan menganalogikan dia sebagai kuda di bidak catur., "Langkah kuda Jokowi".

Saya gambarkan bagaimana cara bertarung Jokowi yang tidak secara frontal menyerang, tetapi memutar, merangkul dan membunuh dalam keheningan.
"Dia orang Solo.." begitu kata pembuka dalam tulisanku dulu.


Pada waktu saya menulis itu, banyak yang meragukannya. Bahkan jauh lebih banyak yang mengejek tulisan itu. Sesudah lebih dari setahun tulisan itu, terbukti bagaimana cara kerja Jokowi yang berbeda dengan Presiden sebelumnya - bahkan Gus Dur - yang langsung menghajar lawannya.
Ketika menonton wawancara Panglima TNI Gatot Nurmantyo di Kompas TV, entah kenapa saya melihat gerakan yang sama. Langkah dia yang tidak frontal dalam menghadapi masalah dan cenderung memutar juga merangkul, mengingatkan saya kembali pada langkah kuda Jokowi.
Pada sesi wawancara dia dengan Rosi, terpancar kekaguman Panglima terhadap Jokowi sebagai orang yang "berani dan nekad". Dan kekaguman itu - mungkin - terpancar dari langkah-langkahnya ketika menghadapi situasi. Ia memakai langkah catur "Jokowi's style".

Langkah catur ala Jokowi memang membingungkan. Perlu waktu sedikit agak lama untuk merenung dan memikirkan "kenapa ia melakukan" itu ?
Dan sesudah kita tahu, seharusnya kita juga paham kenapa Panglima melakukan hal yang terlihat agak berseberangan dengan mendekati mereka yang termakan propaganda kaum radikal.
Panglima harus memainkan peran yang sesuai dengan tupoksinya. TNI itu menjaga keamanan dari serangan luar, sedangkan Polri tugasnya di dalam. Jadi TNI memang tidak bisa terjun langsung ketika ada masalah di dalam. Dibutuhkan kerjasama antara TNI dan Polri. TNI hanya berjaga2 sampai situasi betul2 mengancam.
Apa yang dilakukan Panglima TNI dengan merangkul dan mendekati mereka sudah betul. Karena ini akan meredam suasana. Dibutuhkan suasana yang teredam supaya Polri bisa bekerja menangkap aktor-aktor di balik layarnya.

Resikonya memang tidak enak.

Panglima TNI dituding bahwa ia "dekat" dengan kaum radikal. Apalagi dari pihak sana kemudian mengelu-elukan dia. Jika sudah dielukan, berarti strategi ini berhasil. Tinggal menjaga tensi jangan sampai malah aparat dipecah oleh opini publik.
Tudingan yang dihadapi Panglima TNI sekarang bahwa ia lunak dan terlalu berpihak, sama seperti tudingan kepada Jokowi waktu itu ketika dijuluki boneka Megawati.

Tetapi dalam wawancaranya dengan Kompas TV jelas dan tegas Panglima TNI mengatakan, "Yang mengontrol saya hanya Presiden sebagai Panglima Tertinggi.."
Cukup yakini itu dan hentikan semua pemikiran miring dan keraguan. Percayakan bahwa TNI dan Polri bisa mengawal situasi sampai 2019 nanti. Ini hanya permainan berselancar diatas gelombang..
Saya masih yakin bahwa Panglima tidak akan terprovokasi untuk melakukan tindakan yang tidak konstitusional.

Kalaupun banyak tudingan, seperti apa yang Panglima bilang sambil tertawa, "Emang gue pikirin..."
Seruput..

"Dekati kawanmu tetapi lebih dekat kepada musuhmu..' Sun Tzu

Penulis: Denny Siregar
Read more ...

Sabtu, 06 Mei 2017

Tetap Setia Dan Berpengharapan


Hari Selasa depan, 9 Mei 2017, adalah akhir dari persidangan Ahok. Dua puluh satu minggu saya ada di sana. Menyuarakan tentang pembelaan kami bahwa Ahok korban dari nafsu syahwat berkuasa dari kelompok yang selama ini ingin membegal Ahok.

Pada akhirnya, seperti lagu Christine Pandjaitan, walau ingin hatiku memeluk gunung, manalah mungkin tangan tak sampai. Walau ingin hatiku memetik bintang, manalah mungkin tiada sayapku. Kita sadar batas akhir perjalanan kita merengkuh keadilan.

Saya percaya jika Tuhan izinkan keburukan terjadi bukan karena Tuhan melupakan kita.


Saya percaya jika Tuhan izinkan ketidakadilan terjadi di Indonesia bukan karena Tuhan memunggungi kita.
Keburukan, penderitaan, kepedihan hidup, kesesakan hidup, ketidakadilan bisa terjadi bukan karena Tuhan tidak berpihak pada kita, melainkan agar kita tahu bahwa ikhtiar kita sebagai orang beriman untuk tidak takut dan menyerah meski langit keadilan akan runtuh. Terus berjuang mencari keadilan sekalipun di depan sana ada lautan lawan kita sedang menghunus pedang tajam ingin menghabisi kita.

Ketika kita berjuang dan memohon keadilan, di ujung sana ada wajah Tuhan menatap kita. Percayalah, roh Tuhan yang mendekam dalam tubuh kita adalah roh keadilan daripadaNYA.

Tetap berjuang sampai batas akhir. Jangan pernah takut dan gentar. Kerahkan seluruh kekuatan yang kita miliki. Cinta, kesetiaan, keteguhan hati dan persaudaraan. Ketika semua itu sudah kita berikan, selebihnya biarlah kehendak DIA YANG MAHA ADIL terjadi. DIA berkuasa atas segala kehidupan di bumi dan di sorga.

Salam Perjuangan

Penulis: Birgaldo Sinaga
Read more ...

Rabu, 03 Mei 2017

PAK JK, MARI SERUPUT KOPI PAHIT DENGAN SAYA


Bantahan pak Jusuf Kalla terhadap media asing yang memuat tulisan bahwa Jakarta dimenangkan oleh Islam garis keras atau radikal, jadi aneh buat saya...
Pak JK seperti menutup mata bahwa meskipun pemilihannya demokratis, tetapi cara-cara menujunya sangat tidak demokratis.


Apakah demo berangka dengan mengerahkan ribuan massa dari luar daerah ke Jakarta itu bukan perbuatan radikal ? Apakah tidak menshalatkan jenazah bagi pemilih berbeda itu bukan tindakan radikal ? Atau ceramah2 bernada keras memaksa dan memaki dalam shalat Jumat itu tidak masuk dalam kategori radikal ?
Saya sendiri tidak bisa menemukan kata yang tepat selain Islam Radikal. "Islam" karena baju yang dipakainya memang agama. Dan "Radikal" karena cara-caranya yang cenderung keras, kasar dan menghalalkan segala cara untuk menang.
Buat saya, apa yang ditulis media asing bahwa Jakarta dimenangkan oleh Islam garis keras, sebenarnya adalah bentuk kewaspadaan mereka. Ada ketakutan bahwa apa yang terjadi di Jakarta akan berdampak meluas ke seluruh Indonesia. Dan ini lampu kuning untuk pemerintahan negara tetangga semisal Malaysia, Singapura dan Australia.
Jadi melihat apa yang terjadi di Jakarta sebenarnya sedang melihat apa yang kelak akan terjadi di Indonesia.
Konsep khilafah - atau menjadikan Indonesia bersyariah - tidak lagi menjadi tren untuk digaungkan di jalan2. Tapi cukup dengan menunggangi tokoh politik yang ambisius dan menghalalkan segala cara supaya memenangkan pemilihan.
Sesudah berkuasa, baru disanalah mereka mengontrol pemimpin yang takut kehilangan suara. Mereka akan mendoktrin dan memaksakan kehendak sekaligus dibangun setahap demi setahap konsep khilafah atau menjadikan Indonesia sebagai negara Islam.
Jadi ketika pak JK membantah liputan media asing bahwa Jakarta dimenangkan oleh Islam Radikal, itu malah meremehkan apa yang sedang terjadi sekarang. Gelombang ini sedang menuju kesana.
Ini bukan permasalahan Ahok menang atau kalah, karena kalah menang itu biasa. Tetapi bagaimana proses kemenangannya dilakukan dengan cara kekerasan dan penuh intimidasi dengan baju agama.
Apa masih kurang terbuka mata ketika melihat pembaiatan pake Alquran dan golok yang diacungkan ??
Pak JK harusnya sadar, gerakan yang sama akan mereka ulangi pada Pilpres 2019 nanti. Tujuan mereka mendongkel Jokowi karena tidak mau kompromi dengan mereka. Hanya isu yang dipakai bukan lagi "Islam vs Penista Agama", tetapi lebih luas dan lebih kasar, ISLAM VS PKI.
Mungkin bagi sebagian orang tidak sadar akan hal ini, mereka melihat hal ini hanya pada masalah kemenangan atas kekuasaan. Bagi sebagian besar lainnya, mereka terpedaya oleh kata "perjuangan umat Islam". Mereka bahkan tidak sadar bahwa mereka sedang memegang dan memainkan bola api yang kelak akan membakar mereka sendiri...
Pak JK mungkin tidak sadar ini - atau memang sengaja menutup mata ?
Mungkin seharusnya pak JK dan banyak lagi lainnya belajar membaca peta politik global bagaimana pola dan proses yang mereka lakukan di banyak negara di dunia untuk menguasai wilayah..
Masih kurang apa pelajaran dari Libya, Mesir, Irak dan Suriah ? Atau kita harus tambah nama INDONESIA dalam catatan sejarah dunia ?
Coba seruput secangkir kopi pahit dulu, pak JK. Karena pahit itu biasanya membukakan pandangan yang buta.
Kita sedang menuju kesana, akui itu dengan gagah dan pikirkan bagaimana cara yang terbaik untuk melawan mereka daripada bersikeras mengingkari situasi yang ada...
Read more ...

Senin, 01 Mei 2017

Nota Pembelaan Ahok Dalam Sidang Penistaan Agama

Selamat siang melaporkan pada hari Selasa tanggal 25 April 2017 pukul 09.01 Wib, di Auditorium Kementrian Pertanian RI Jl. Raya Harsono RM No. 3 Kel. Ragunan Kec. Pasar Minggu Jaksel, dilaksanakan sidang kasus Dugaan Penistaan Agama ke 20 Perkara No. 1537/Pid.B/2016/PN. JKT. UTR Pasal 156 & 156-a KUHP dengan terdakwa Ir. Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)

Adapun yang dapat dilaporkan :

A. Majelis Hakim sbb :

1. H. Dwiarso Budi Santiarto SH , M Hum.
(Ketua majelis hakim)
2. Jupriadi SH , M. Hum (Hakim anggota)
3. Abdul Rosyad SH
(Hakim anggota)
4. Joseph V. Rahantoan, SH
(Hakim anggota)
5. I Wayan Wirjana, SH (Hakim anggota)

B. Panitera Pembantu sbb :

1. Arie Palti Siregar, SH.
2. H. Erni, SH.
3. Yose Priyono, SH.

C. Jaksa Penuntut Umum :

1. Ali Mukartono SH. MH. (Jaksa Utama Madya).
2. Reky Sonny Eddy Lumentut, SH. (Jaksa Utama Pratama).
3. Dr. Lila Agustina, SH. MH. (Jaksa Utama Pratama).
4. Drs. Bambang Surya Irawan, SH. (Jaksa Utama Pratama).
5. J. Devi Sudarso, SH MH . (Jaksa Utama Pratama).
6. Sapto Subrata, SH. MH. (Jaksa Utama Pratama).
7. Bambang Sindhu Pramana, SH. (Jaksa Utama Pratama).
8. Ardito Muwardi, SH. MH. (Jaksa Madya).
9. Deddy Sunanda, SH. MH. (Jaksa Madya).
10. Suwanda, SH. (Jaksa Madya).
11. Andri Iranofa, SH. MH. (Jaksa Muda).
12. Diky Oktavia, SH. Mpd. (Jaksa Muda).
13. Federik, SH. (Jaksa Muda).

D. Kuasa hukum terdakwa (Tim Advokasi Bhineka Tunggal Ika BTP), sbb :

1. Sirra Prayuna, SH
2. Fifi Letty Indra, SH
3. Humprey Djemat, SH
4. Diarson Lubis, S.H, M.H
5. Tegus Samudera, S.H
6. I Wayan Sudirta, S.H
7. Yanuar Prawirawasesa, S.H, M.H dll.

E. Agenda sidang yg ke 20 adalah : Pledoi/Pembelaan

F. Terdakwa BTP :



#NOTA PEMBELAAN

BASUKI TJAHAJA PURNAMA
TERHADAP TUNTUTAN  PENUNTUT UMUM DALAM  PERKARA PIDANA
No. 1537/Pid.B/2016/PN.JKT.UTR

“SAYA BUKAN KAFIR”

Bapak Ketua Majelis Hakim, dan Anggota Majelis Hakim yang saya muliakan,
Yang saya hormati :
Tim  Penuntut Umum
Polisi, TNI dan  Petugas Pengadilan
Wartawan, Hadirin dan Penasehat Hukum

Pertama-tama Saya ingin menyampaikan terima kasih kepada Majelis Hakim atas kesempatan, yang diberikan kepada Saya.

Setelah mengikuti jalannya persidangan, memperhatikan realitas yang terjadi selama masa kampanye Pilkada DKI Jakarta, serta mendengar dan membaca tuntutan Penuntut Umum, yang ternyata mengakui dan membenarkan bahwa saya tidak melakukan penistaan agama seperti yang dituduhkan kepada saya selama ini dan karenanya terbukti saya bukan penista/penoda agama. Saya mau tegaskan, selain saya bukan penista/penoda agama, saya juga tidak menghina suatu golongan apapun.

Kalau kita mau jujur menegakkan hukum diatas semua suku bangsa, agama, ras dan golongan, di dalam sidang semakin jelas sudah terjadi kesalahan fatal dengan memaksakan kasus yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya. Begitu jelas terungkap bahwa kasus ini, sejak awal adalah rekayasa politik dan merupakan pengadilan massa (trial by the mob)  yang didalangi oleh orang-orang yang sejak lama telah membenci saya dan menolak saya dan mencap saya sebagai gubernur kafir.  Mereka bahkan sudah melantik gubernur tandingan sejak tanggal 1 Desember 2014.

Orang-orang ini juga yang selalu berdemo menolak saya sebagai gubernur dan meneriaki saya sebagai pemimpin kafir. Bahkan menghalalkan untuk membunuh saya. Faktanya terbukti di dalam persidangan ini, semua Pelapor adalah anggota FPI atau ormas yang terafiliasi dengan FPI atau pihak yang sudah dikenal sebagai pembenci saya menyebut saya kafir dan bahkan ada Pelapor yang menghina iman kepercayaan saya pada Tuhan Yesus. Padahal jelas saya bukan kafir. Mengapa saya bukan kafir? Karena saya juga taat kepada Tuhan dan agama saya diakui oleh Negara.  Dan iman kepercayaan saya didasarkan pada firman Tuhan yang hidup. Itu sebabnya, pada bulan April ini, semua orang Indonesia, suka tidak suka, baru saja merayakan libur nasional pada hari kematian Tuhan Yesus (Jumat Agung) dan hari kebangkitan Yesus (Paskah) dan perayaan kenaikan Isa Almasih yaitu Tuhan Yesus ke Surga pada tanggal 25 Mei mendatang. Perlu saya ceritakan, itulah yang saya imani bahwa Tuhan Yesus mati menggantikan saya yang harusnya binasa karena dosa dan sediakan tempat di Surga setelah dia bangkit dan naik ke surga. Firman Tuhan dalam 1 Korintus 15:16-20:  “Sebab jika benar orang mati tidak dibangkitkan, maka Kristus juga tidak dibangkitkan. Dan jika Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah kepercayaan kamu dan kamu masih hidup dalam dosamu. Demikianlah binasa juga orang-orang yang mati dalam Kristus. Jikalau kita hanya dalam hidup ini saja menaruh pengharapan pada Kristus, maka kita adalah orang-orang yang paling malang dari segala manusia. Tetapi yang benar ialah, bahwa Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati, sebagai yang sulung dari orang-orang yang telah meninggal.”

Majelis Hakim yang saya muliakan,
Banyak tulisan yang menyatakan saya ini korban fitnah. Bahkan Penuntut Umum pun mengakui adanya peranan Buni Yani dalam perkara ini. Hal ini sesuai dengan fakta bahwa saat di Kepulauan Seribu, banyak media massa yang meliput sejak awal hingga akhir kunjungan saya dan bahkan disiarkan secara langsung yang menjadi materi pembicaraan di Kepulauan Seribu, tidak ada satupun yang mempersoalkan, keberatan atau merasa terhina atas perkataan saya tersebut. Bahkan termasuk pada saat saya diwawancara setelah dialog dengan masyarakat Kepulauan Seribu. Namun baru menjadi masalah 9 (sembilan) hari kemudian, tepatnya tanggal 6 Oktober 2016 setelah Buni Yani memposting potongan video sambutan saya dengan menambah kalimat yang sangat provokatif, barulah terjadi pelaporan dari orang-orang yang mengaku merasa terhina, padahal mereka tidak pernah mendengar langsung bahkan tidak pernah menonton video sambutan saya secara utuh.

Adapun salah satu tulisan yang menyatakan saya ini korban fitnah adalah dari Goenawan Mohammad  : “Stigma itu bermula dari fitnah. Ahok tidak menghina agama Islam, tapi tuduhan itu tiap hari diulang – ulang; seperti kata ahli propaganda Nazi Jerman, dusta yang terus – menerus diulang akan menjadi “kebenaran”. Kita mendengarnya di masjid – masjid, di media sosial, di percakapan sehari – hari, sangkaan itu menjadi bukan sangkaan, tapi sudah kepastian. Ahok pun harus diusut oleh pengadilan, dengan undang – undang “penistaan agama” yang diproduksi rezim Orde Baru, sebuah undang – undang yang batas pelanggarannya tak jelas, dan tak jelas pula siapa yang sah mewakili agama yang dinista itu. Walhasil, Ahok diperlakukan tidak adil dalam tiga hal (1) difitnah, (2) dinyatakan bersalah sebelum pengadilan, (3) diadili dengan hukum yang meragukan. Mengakui adanya ketidakadilan di dalam kasus ini tapi bertepuk tangan untuk kekalahan politik Ahok, yang tidak bisa diubah, sebuah ketidakjujuran.”

Majelis Hakim yang saya muliakan,
Sebuah ketidakjujuran memang telah terjadi, tetapi kita bisa mengubahnya kalau kita mau jujur dan melihat dengan mata hati perjalanan hidup saya, apa yang telah almarhum Bapak saya ajarkan dan perbuat, khususnya dalam menjalin kekerabatan dan kemaslahatan dengan saudara-saudara Muslim, serta praktik pemerintahan yang saya jalankan yang telah berusaha sebisa mungkin untuk memberikan pelayanan terhadap harapan dan keperluan umat Islam.

Karenanya, perlu saya tegaskan apabila saya menguraikan segala keyakinan politik saya dan membeberkan semua maksud dari segala perkataan dan tindakan saya yang menjadi proses dalam perkara ini, maka itu bukan untuk mempropagandakan kebenaran atau menyatakan diri saya yang paling benar dan paling baik, tetapi semata-mata untuk menyatakan apa yang terjadi sesungguhnya seperti tulisan Goenawan Muhammad mengakui adanya ketidakadilan dalam kasus ini, supaya tidak ada lagi orang atas nama apapun mengoyakkan Bhinneka Tunggal Ika yang sudah diletakkan sebagai fondasi oleh para pendiri bangsa (founding fathers).

Majelis Hakim yang saya muliakan,
Ketika saya memilih untuk mengabdi melayani bangsa tercinta ini, saya masuk ke pemerintahan dengan kesadaran penuh untuk mensejahterakan rakyat – otak, perut dan dompet penuh. Untuk itu, ketika saya memberikan sambutan di Pulau Pramuka, saya memulai dengan kalimat bahwa saya mau cerita ini, biar Bapak Ibu semangat. Dari sambutan saya, jelas sekali bahwa saya hanya punya satu niat saja agar warga tebal kantongnya, mau ambil program yang sangat menguntungkan ini. Terbukti Penuntut Umum mengakui bahwa saya tidak punya niat sedikitpun untuk menghina, menista/menodai agama. Dan saya tegaskan, saya pun tidak punya niat sedikitpun untuk menghina golongan tertentu.

Tetapi niat baik dan pengabdian saya ternyata tidak cukup !

Judy Latif menulis, “Nasionalisme bukan soal dari mana kita bermula, melainkan apa yang kita perbuat. Bahwa kita menjadi makan dari daratan dan lautan kepulauan ini, minum dari air yang terpancar dari perut bumi dan sungai yang mengalir di sini, serta menghirup oksigen dari atmosfir alam raya nusantara ini. Maka, kita punya hutang budi kehormatan terhadap Tanah Air ini. Dimana Bumi dipijak, di sana langit dijunjung.
Kecintaan kepada Nusa Bangsa tanpa mengenal asal – usul itu ditunjukkan oleh Pahlawan Nasional Keturunan Tionghoa, Laksamana Muda John Lie (Jahja Daniel Dharma). Lahir di Manado, 9 Maret 1911, jalan hidupnya mengambil jalur “menyimpang” dengan meninggalkan zona nyaman demi mengabdi kepada Ibu Pertiwi lewat jalur ketentaraan. Ketulusan pengabdian dan kecintaannya pada Nusa Bangsa Indonesia, membuat John Lie memiliki pandangan tersendiri tentang  apa yang disebut sebagai “pribumi” dan “non Pribumi”. Menurutnya orang pribumi adalah orang – orang yang pancasilais, sapta margais, yang jelas – jelas membela kepentingan negara dan bangsa. Sedangkan non-pribumi adalah mereka yang suka korupsi dan merugikan kepentingan Nasional. “Mereka itu sama juga menusuk bangsa kita dari belakang. Maka patutlah mereka digolongkan orang non-pribumi”.

Majelis Hakim yang saya muliakan,
Apakah kita bisa memilih untuk lahir sebagai suku atau agama apa? Tidak ! Semua KedaulatanNYA. Tetapi kita bisa memilih untuk menjadi pribumi dan mengabdi kepada nusa dan bangsa. Sayapun memilih jalur politik untuk melayani masyarakat, walaupun sebenarnya pilihan hidup saya tersebut membuat saya mengambil jalur “menyimpang” melawan arus dengan meninggalkan zona nyaman demi mengabdi kepada Ibu Pertiwi.

Bicara mengenai melawan arus, mengingatkan saya ketika saya mengajak anak-anak yang mengunjungi saya di Balaikota untuk bersama menonton cuplikan film Finding Nemo melawan arus. Setelah itu saya menjelaskan apa pesan moral dari film Finding Nemo, sebagaimana dapat dilihat dalam video youtube yang saya kutip kembali sebagai berikut:

“Bapak mau kasih tahu melalui pelajaran ikan ini, kalian bisa lihat ngga tadi? Papanya tidak ijinkan Nemo masuk ke jaring. Ya…jadi jaring tadi, Nemo bisa keluar masuk kan? Ikan besar kan tertangkap? Kalau Nemo ga mau masuk boleh ga? boleh juga, buat apa dia membahayakan nyawanya. Dia masuk…padahal papanya khawatir, kalau masuk, ikan gitu banyak, bisa kejepit, bisa keangkat. Nah kita hidup dijaman orang-orang itu kadang-kadang berenangnya salah arah…jadi persis seperti ikan. Yang benar harus berenang ke bawah, tapi semua ikan ikut jaring ke atas. Kalau dibiarkan ikut ke atas ikan-ikan ini ketangkap akan mati ga? (jawaban anak-anak) mati! Nah bagaimana mereka bisa tau apa yang bener? Nemo yang tahu! Waktu Nemo minta berenang berlawanan arah, kira-kira orang nurut ga? Ga nurut pertama. Jadi sama, kita hidup di dunia ini…kadang kita melawan arus, melawan orang yang ke arah berbeda sama kita. Tapi kita tetap lakukan demi menyelamatkan dia, dia bilang kalau ngga si Dori bisa mati nih, ikan yang biru tadi. Jadi papanya pun mengikhlaskan…merelakan anaknya untuk masuk. Lalu ketika dia mulai teriak minta turun..Nemo..papanya tau ngga resiko Nemo? Tahu bisa kejepit mati ikan kecil. Lalu begitu terlepas, ada ngga ikan yang berterima kasih kepada Nemo yang terkapar pingsan? Tidak ada! Jadi inilah yang harus kita lakukan, sekalipun kita melawan arus semua, melawan semua orang berbeda arah, kita harus tetap teguh. Semua tidak jujur, ngga papa, asal kita sendiri jujur. Mungkin setelah itu tidak ada yang terima kasih sama kita, kita juga tidak peduli karena Tuhan yang menghitung untuk kita, bukan orang. Nah, ini pelajaran dari film ikan Nemo, jadi bukan soal ketangkap ikannya itu tadi. Jadi orang tanya sama saya, kamu siapa? Saya bilang saya hanya seekor ikan kecil Nemo di tengah Jakarta…seperti itu. Nah ini pelajaran untuk kita….(disambut tepuk tangan anak-anak)”.

Majelis Hakim yang saya muliakan,
Sambutan tepuk tangan anak-anak kecil diakhir cerita saya tersebut, memberikan saya penghiburan dan kekuatan baru untuk terus berani melawan arus menyatakan kebenaran dan melakukan kebaikan sekalipun seperti ikan kecil Nemo dilupakan, karena saya percaya di dalam Tuhan segala jerih payah kita tidak ada yang sia-sia. Tuhan yang melihat hati, mengetahui isi hati saya.

Saya hanya seekor ikan kecil Nemo di tengah Jakarta, yang akan terus menolong yang miskin dan membutuhkan (Poor dan Needy) walaupun saya difitnah dan dicaci maki, dihujat sebagai kafir serta darah kafir dianggap halal untuk dibunuh. Ironis memang, tetapi seperti Tuhan Yesus Kristus, ketika Dia diadili karena difitnah, Pilatus ingin menyelesaikan kasus fitnah ini dengan menawarkan untuk membebaskan Tuhan Yesus di depan orang banyak karena Pilatus tahu Tuhan Yesus tidak bersalah. Tetapi walaupun mengetahui kebenaran bahwa Yesus tidak bersalah, Pilatus tidak berani membebaskan Yesus karena khawatir akan terjadi pemberontakan besar dan takut kepada orang banyak. Maka dia bertanya, akankah orang-orang tersebut menerima pembebasan dan pengampunan bagi Yesus Kristus? Mereka menolak dan memilih membebaskan Barabas, seorang pembunuh, pemberontak dan penjahat keji. Orang-orang lebih memilih pembunuh keji daripada Yesus, Sang Penyembuh! Pembunuh lebih mereka sukai daripada Pemberi Hidup! Betapa butanya orang-orang tersebut karena berita bohong yang disebarkan para imam. Betapa rusaknya para imam, yang dengan bakat yang sangat hebat dan ketekunan yang sangat besar memengaruhi opini orang-orang dan mengubah mereka menjadi ganas dan penuh niat membunuh.

Walaupun Yesus disalib (Jumat Agung), Yesus tidak membenci dan memusuhi tetapi justru mengampuni mereka yang menyalibkannya dan bahkan tetap menyelamatkan mereka ketika dia bangkit (Paskah). Sebagai seorang kristen, saya diajarkan hal yang sama untuk mengampuni orang yang memfitnah, membenci dan mencaci maki saya dan memaksa saya diadili di pengadilan ini. Saya akan tetap berbuat baik karena saya tahu kasih menutupi banyak kesalahan dan kita hanya bisa mengalahkan kejahatan dengan kebaikan.

Majelis Hakim yang saya muliakan,
Seperti John Lie yang walaupun keturunan Tionghoa dan beragama Kristen, memilih untuk mengabdi kepada nusa dan bangsa dan sadar dirinya adalah pribumi, demikian juga saya yang selalu sadar diri saya adalah pribumi karena seperti pesan Bapa saya, bahwa saya adalah orang Indonesia, punya hak dan kewajiban yang sama di negeri ini dan pekerjaan yang paling mulia adalah menjadi pejabat yang melayani masyarakat, karena orang miskin jangan lawan orang kaya, orang kaya jangan nantang pejabat. Kalau mau lawan pejabat yang kotor dan korupsi harus jadi pejabat”.


Majelis Hakim yang saya muliakan,
Apakah saya yang “double minoritas” di bangsa ini, keturunan Tionghoa dan Kristen, ketika saya mau melayani dan mengabdi kepada bangsa ini, yang hak dan kewajibannya dijamin oleh konstitusi selalu harus berhadapan dengan oknum politisi yang demi mencapai kekuasaan rela mengoyakkan Bhinneka Tunggal Ika yang menjadi dasar hidup kita berbangsa dan bernegara?

Pengadilan ini adalah bukti sejarah bahwa realita politik demokrasi bangsa ini masih jauh dari cita-cita luhur pendiri bangsa (founding fathers), yang telah meletakkan fondasi Pancasila dan UUD 1945 yang memberikan jaminan kepada setiap anak bangsa, apapun latar belakang suku, agama dan rasnya boleh menjadi apa saja di negeri ini termasuk menjadi seorang gubernur. Sayangnya, sebagian dari kita tidak berani melawan arus dan masih takut untuk membela kebenaran, keadilan dan taat pada konstitusi, sehingga secara sadar membiarkan terjadinya peradilan ini karena ketakutan pada tekanan massa.

Majelis Hakim yang saya muliakan,
Saya bersyukur, karena dalam persidangan ini saya bisa menyampaikan kebenaran yang hakiki dan saya percaya bahwa Majelis Hakim yang memeriksa perkara ini tentu akan mempertimbangkan semua fakta dan bukti yang muncul dalam persidangan ini di mana Penuntut Umum mengakui dan membenarkan bahwa saya tidak melakukan penistaan/penodaan agama seperti yang dituduhkan kepada saya selama ini dan karenanya terbukti saya bukan penista/penoda agama.

Berdasarkan hal tersebut di atas, haruskah masih dipaksakan bahwa saya menghina suatu golongan? padahal tidak ada niat untuk memusuhi atau menghina siapapun dan tidak ada bukti bahwa saya telah mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang bersifat permusuhan atau penghinaan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap agama Islam dan Ulama atau penghinaan terhadap suatu golongan.

Saat ini, apakah pengadilan massa (trial by the mob) yang menang atau Pengadilan demi keTuhanan Yang Maha Esa yang menang? Saya menyerahkan kepada Majelis Hakim Yang Mulia, apakah saya dianggap bersalah atau saya harus dibebaskan dari tuntutan  Penuntut Umum.

Mengutip adagium yang sangat terkenal dalam hukum pidana yaitu, “lebih baik membebaskan seribu orang bersalah daripada menghukum satu orang yang benar.”

Saya berkeyakinan bahwa Majelis Hakim akan memberikan keputusan yang menjunjung tinggi kebenaran dan keadilan karena mengambil keputusan demi keadilan berdasarkan keTuhanan yang Maha Esa.

Keputusan Majelis Hakim akan menentukan bhinneka tunggal ika akan terkoyak atau apa yang sudah coba dikoyakkan orang akan yang akan ditenun kembali. Sebab seperti kata Gus Dur, “kita tidak boleh takut-takut. Kalau kita kehilangan keberanian, itulah yang salah, karena hidup kita hanya sekali saja demi kebenaran.”

Mungkin orang – orang yang membenci, menyerang, memaki dan menghujat saya berpikir mereka sudah berhasil mengalahkan dan menjatuhkan saya, tetapi saya percaya orang mereka-reka yang jahat, Tuhan pasti mengubahnya menjadi kebaikan. Ingat saja pepatah Tiongkok, ‘Sebelum bunyi empat paku di atas peti mati kamu, kamu tidak bisa nilai orang lain itu baik atau buruk.” Nanti kamu baru tahu apa yang saya kerjakan.


Majelis Hakim yang saya muliakan,
Biarlah sejarah akan mencatat bahwa kebhinekaan hanya dapat dipertahankan dengan menerima perbedaan dan selalu berlandaskan pada konstitusi.

Kepada semua rakyat Indonesia yang mencintai kejujuran dan menghargai kebhinnekaan semua orang-orang yang ingin hidupnya bersih, transparan dan profesional dan mau melayani bangsa ini, jangan pernah menyerah seperti  si ikan kecil Nemo, berani melawan arus sekalipun nyawa taruhannya, walaupun engkau tidak dihargai, dan tidak ada orang yang berterima kasih.

Seperti kata Bung Karno, “perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri.

Percayalah Tuhan tahu yang terbaik. Bangkit dan jadilah terang di tengah kegelapan korupsi, pencurian uang rakyat, ketidakjujuran dan kemunafikan juga upaya mengingkari konstitusi dan kebhinekaan yang sudah dibangun dengan keringat darah dan nyawa founding fathers kita.

Majelis Hakim yang saya muliakan.
Demikian Nota Pembelaan ini saya buat untuk mematahkan semua tuduhan dan fitnah atas sambutan saya selaku Gubernur DKI Jakarta yang sedang menjalankan tugas di Kepulauan Seribu pada tanggal 27 September 2016 dengan maksud mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui program budidaya ikan kerapu, berdasarkan Pasal 31 UU Pemerintah Daerah.

Saya percaya Allah itu adalah setia dan adil, sejak awal telah mengetahui akhir cerita hidup kita. Apapun yang telah kita kerjakan dan katakan dan apapun yang telah terjadi pada kita semua adalah atas seijin Tuhan. Percayalah bahwa kekuasaan itu Tuhan yang kasih, Tuhan yang ambil. Tidak ada seorangpun bisa menjabat tanpa seijin Tuhan. Akan hal ini aku yakin sepenuhnya yaitu Allah yang memulai pekerjaan yang baik diantara kita akan menyempurnakannya sampai pada akhirnya.

Jakarta, 25 April 2017
Hormat saya,
Ir. Basuki Tjahaja Purnama, M.M.

G. Penasehat Hukum terdakwa :

- Hanya membacakan yg nota2 pembelaan pokok saja Majelis Hakim
- Harus berupaya objektif melakukan pembenaran dan tdk ditemukannya bukti kesalahan pada terdakwa
- Kasus ini adanya rekayasa massa dan dipaksakan karena adanya desakan massa diawali oleh pidato di Kepulauan Seribu
- Tidak ada penduduk Kepulauan Seribu yg merasa marah sakit hati dan sakit hati dan justru malah orang2 yg menjadi saksi pelapor justru dari Buni Yani yg meng upload video tersebut
- Berapa ahli pun saksi yg dihadirkan oleh JPU jika tdk ada saksi fakta yg ada
- Perkara ini banyak Calon Gubernur Walikota yg Non Muslim selalu dijadikan orang2 tertentu untuk tdk memilih pemimpin yg Non Muslim ini merupakan sebuah suatu ironi
- Ahli yg dihadirkan dlm sidang ini adalah melihat keseharian sehari hari dari terdakwa sehingga pantas tidak menjadikan terdakwa
- saksi yg dihadirkan menyatakan bahwa BTP banyak membantu saudara muslim, hal ini membuktikan tdk mungkin nya BTP untuk melukai Agama Muslim
- Semua orang yg melapor adalah FPI orang yg telah membenci BTP
- 15 April 2017 BTP telah menjadi korban dari Pasal anti demokrasi, LBH Jakarta menyatakan ini sebuah ironi namun nyata
- Pernyataan BTP tdk memenuhi itikad tdk baik
- Pasal 156 a KUHP jelas telah membatasi bicara
- Penafsiran negatiflah yg dikeluarkan oleh media dan tekanan massa yg menjadi hal ini lah menjadi tunduk karena adanya tekanan massa
- Adanya seolah memaksakan bahwa BTP telah melanggar, hanya menyampaikan isi hatinya kebebasan berpendapat dijamin oleh konstitusi kita
- Pemaksaan terhadap kss BTP ini adanya terkoyakan ke Bhinekaan di negeri ini
- Pelapor dalam kss ini tdk bisa disamakan dengan perkara lainnya, saksi di Kepulauan seribu tdk keberatan sesuai dengan fakta bahwa masyarakat di Kepulauan seribu tdk ada pelapor dalam keberatan pidato BTP
- Ahli Agama yg hadir juga menjelaskan Al Maidah diturunkan bukan konteks pemilihan pemimpin melainkan memilih teman bukan yg Non Muslim
- Ahli Hukum pidana juga menjelaskan bahwa niat dilihat dari sikap hidup keseharian dari pelakunya
- BTP melakukan perbuatan yg positif kepedulian terhadap umat islam di Jakarta dan banyak yg sudah dilakukan, membangun Masjid di Balai Kota, Telah Membangun Masjid Raya Jakarta, BTP membangun masjid di setiap rusun, Sejak th 2016 KJP diberikan kpd siswa, memajukan jam pulang PNS selama bulan Ramadhan, BTP rutin memberikan infak dan sedekah dan rutin memberikan Qurban dari dana pribadinya.
- Jika ada salah satu unsur pasal tdk terpenuhi maka dakwaan terhadap terdakwa harus dibebaskan
- Alternatif kedua adalah unsur dimuka umum tdk terpenuhi menurut hukum harus memenuhi seluruh unsur unsur dalan kandungan pasal tersebut
- Pidato sambutan BTP bukan dalam sedang kampanye, memperlihatkan tdk ada kehendak untuk menyatakan kebencian penghinaan terhadap adanya unsur kebencian dan tdk objektif, melakukan sambutan dalam penuh keceriaan sesuai dengan asas kepatutan dalam kesehariannya tdk adanya unsur kebencian dalam suatu agama atau golongan masyarakat indonesia
- Pidato sambutan BTP di Pulau Pramuka tdk memenuhi unsur dalam sikap penistaan atau penodaan terhadap suatu agama atau golongan suatu kelompok
- Untuk membebaskan terdakwa dari Pasal alternatif terhadap terdakwa
- BTP jauh dari sifat pejabat yg malas selaku Gubernur selalu bersikap jujur dan diganjar 4 penghargaan sekaligus, namun begitu banyak caci maki serta demontrasi yg diterima oleh BTP seolah olah tdk ada hal yg baik yg dilakukan oleh BTP
- Secara Yuridis BTP telah bebas secara Yuridis karena telah ditetapkannya Buni Yani yg mengunggah dan saat itu barulah ada reaksi dari masyarakat karena tdk ada kata atau menghilangkan kata pakai, unggahan Bumi Yani lah yg menjadi pintu masuk resah diluar sana
- JPU tdk bisa menyebut golongan mana saja yg menjadi korban secara kongkrit dan tdk Limitatif dalam perkara ini
- Kami mohon kpd Yang Mulia sangat jelas adanya hal keraguan yaitu putusan yg membebaskan BTP, memohon untuk membebaskan BTP dari segala tuntutan hukum, dengan arif dan penuh keberanian dalam membebaskan BTP dlm perkara ini
- Pernyataan LBH Jakarta bahwa BTP dalan hal ini menjadi korban pasal demokrasi dan menjadi sebuah ironi namun nyata, pernyataan BTP sama sekali tdk masuk dalam tafsir agama justru kritik terhadap orang dengan menipu publik dalam kaitan politik, pernyataan Ahok dilindungi dalam UUD 45 HAM, ada pihak ketiga yg memaknai pernyataan Ahok dan pihak ketiga ini tdk mendengar dan melihat langsung pernyataan Ahok tersebut, tekanan massa dan Fatwa MUI merupakan tindakan yg merusak Indonesia sepanjang sejarah telah terjadi.
- Agar Majelis Hakim menjunjung tinggi penegakan Hukum atas Hak kebebasan beragama dan berkeyakinan
- Agar Majelis Hakim menerapkan 156 a KUHP delik materil yg tdk diuraikan JPU tdk terpenuhi
- Harus mengacu terhadap acuan MK, sehingga tdk menerapkan pasal 155 KUHP yg bertentangan
- LBH Jakarta juga menyampaikan untuk melakukan Review karena jelas pasal tersebut akan meruntuhkan demokrasi
- Agar Majelis Hakim Yang Mulia memutuskan ;

1. Ahok tdk terbukti secara sah dan meyakinkan tdk bersalah dalam suatu agama yg di anut di Indonesia
2. Melakukan tindak pidana barang siapa dimuka umum menyatakan penghinaan golongan masyarakat indonesia, membebaskan Ahok dari Dakwaan pertama dan kedua
3. Memulihkan keadaan Ahok dalam segala hal semenjak Kasus ini berlangsung sampai dengan saat ini
4. Menyampaikan BB tetap terlampir An Ahok
5. Membebankan biaya pengadilan kpd Negara
6. Membebaskan BTP dari segala tuntutan

H. JPU tanggapan :

- Ada beberapa pertimbangan tdk akan ada hal yg baru
- Kami akan resmi memberikan jadwal untuk menghindari yg tdk perlu kami tetap pada prinsip tuntutan yg kami sampaikan.

I. PH Tanggapan :

- Segalanya kami serahkan kepada Yang Mulia dan Kami tetap pada pembelaan kami

K. Pkl 11.14 Wib sidang selesai, dan akan kembali dilanjutkan pada hari Selasa tgl  09 Mei 2017 pkl 09.00 Wib dengan agenda sidang Putusan.

DUM TTK
Read more ...

Indonesia

Air Hidup

Advertise Here

Designed By VungTauZ.Com