Selamat siang melaporkan pada hari Selasa tanggal 25 April 2017 pukul 09.01 Wib, di Auditorium Kementrian Pertanian RI Jl. Raya Harsono RM No. 3 Kel. Ragunan Kec. Pasar Minggu Jaksel, dilaksanakan sidang kasus Dugaan Penistaan Agama ke 20 Perkara No. 1537/Pid.B/2016/PN. JKT. UTR Pasal 156 & 156-a KUHP dengan terdakwa Ir. Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)
Adapun yang dapat dilaporkan :
A. Majelis Hakim sbb :
1. H. Dwiarso Budi Santiarto SH , M Hum.
(Ketua majelis hakim)
2. Jupriadi SH , M. Hum (Hakim anggota)
3. Abdul Rosyad SH
(Hakim anggota)
4. Joseph V. Rahantoan, SH
(Hakim anggota)
5. I Wayan Wirjana, SH (Hakim anggota)
B. Panitera Pembantu sbb :
1. Arie Palti Siregar, SH.
2. H. Erni, SH.
3. Yose Priyono, SH.
C. Jaksa Penuntut Umum :
1. Ali Mukartono SH. MH. (Jaksa Utama Madya).
2. Reky Sonny Eddy Lumentut, SH. (Jaksa Utama Pratama).
3. Dr. Lila Agustina, SH. MH. (Jaksa Utama Pratama).
4. Drs. Bambang Surya Irawan, SH. (Jaksa Utama Pratama).
5. J. Devi Sudarso, SH MH . (Jaksa Utama Pratama).
6. Sapto Subrata, SH. MH. (Jaksa Utama Pratama).
7. Bambang Sindhu Pramana, SH. (Jaksa Utama Pratama).
8. Ardito Muwardi, SH. MH. (Jaksa Madya).
9. Deddy Sunanda, SH. MH. (Jaksa Madya).
10. Suwanda, SH. (Jaksa Madya).
11. Andri Iranofa, SH. MH. (Jaksa Muda).
12. Diky Oktavia, SH. Mpd. (Jaksa Muda).
13. Federik, SH. (Jaksa Muda).
D. Kuasa hukum terdakwa (Tim Advokasi Bhineka Tunggal Ika BTP), sbb :
1. Sirra Prayuna, SH
2. Fifi Letty Indra, SH
3. Humprey Djemat, SH
4. Diarson Lubis, S.H, M.H
5. Tegus Samudera, S.H
6. I Wayan Sudirta, S.H
7. Yanuar Prawirawasesa, S.H, M.H dll.
E. Agenda sidang yg ke 20 adalah : Pledoi/Pembelaan
F. Terdakwa BTP :
#NOTA PEMBELAAN
BASUKI TJAHAJA PURNAMA
TERHADAP TUNTUTAN PENUNTUT UMUM DALAM PERKARA PIDANA
No. 1537/Pid.B/2016/PN.JKT.UTR
“SAYA BUKAN KAFIR”
Bapak Ketua Majelis Hakim, dan Anggota Majelis Hakim yang saya muliakan,
Yang saya hormati :
Tim Penuntut Umum
Polisi, TNI dan Petugas Pengadilan
Wartawan, Hadirin dan Penasehat Hukum
Pertama-tama Saya ingin menyampaikan terima kasih kepada Majelis Hakim atas kesempatan, yang diberikan kepada Saya.
Setelah mengikuti jalannya persidangan, memperhatikan realitas yang terjadi selama masa kampanye Pilkada DKI Jakarta, serta mendengar dan membaca tuntutan Penuntut Umum, yang ternyata mengakui dan membenarkan bahwa saya tidak melakukan penistaan agama seperti yang dituduhkan kepada saya selama ini dan karenanya terbukti saya bukan penista/penoda agama. Saya mau tegaskan, selain saya bukan penista/penoda agama, saya juga tidak menghina suatu golongan apapun.
Kalau kita mau jujur menegakkan hukum diatas semua suku bangsa, agama, ras dan golongan, di dalam sidang semakin jelas sudah terjadi kesalahan fatal dengan memaksakan kasus yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya. Begitu jelas terungkap bahwa kasus ini, sejak awal adalah rekayasa politik dan merupakan pengadilan massa (trial by the mob) yang didalangi oleh orang-orang yang sejak lama telah membenci saya dan menolak saya dan mencap saya sebagai gubernur kafir. Mereka bahkan sudah melantik gubernur tandingan sejak tanggal 1 Desember 2014.
Orang-orang ini juga yang selalu berdemo menolak saya sebagai gubernur dan meneriaki saya sebagai pemimpin kafir. Bahkan menghalalkan untuk membunuh saya. Faktanya terbukti di dalam persidangan ini, semua Pelapor adalah anggota FPI atau ormas yang terafiliasi dengan FPI atau pihak yang sudah dikenal sebagai pembenci saya menyebut saya kafir dan bahkan ada Pelapor yang menghina iman kepercayaan saya pada Tuhan Yesus. Padahal jelas saya bukan kafir. Mengapa saya bukan kafir? Karena saya juga taat kepada Tuhan dan agama saya diakui oleh Negara. Dan iman kepercayaan saya didasarkan pada firman Tuhan yang hidup. Itu sebabnya, pada bulan April ini, semua orang Indonesia, suka tidak suka, baru saja merayakan libur nasional pada hari kematian Tuhan Yesus (Jumat Agung) dan hari kebangkitan Yesus (Paskah) dan perayaan kenaikan Isa Almasih yaitu Tuhan Yesus ke Surga pada tanggal 25 Mei mendatang. Perlu saya ceritakan, itulah yang saya imani bahwa Tuhan Yesus mati menggantikan saya yang harusnya binasa karena dosa dan sediakan tempat di Surga setelah dia bangkit dan naik ke surga. Firman Tuhan dalam 1 Korintus 15:16-20: “Sebab jika benar orang mati tidak dibangkitkan, maka Kristus juga tidak dibangkitkan. Dan jika Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah kepercayaan kamu dan kamu masih hidup dalam dosamu. Demikianlah binasa juga orang-orang yang mati dalam Kristus. Jikalau kita hanya dalam hidup ini saja menaruh pengharapan pada Kristus, maka kita adalah orang-orang yang paling malang dari segala manusia. Tetapi yang benar ialah, bahwa Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati, sebagai yang sulung dari orang-orang yang telah meninggal.”
Majelis Hakim yang saya muliakan,
Banyak tulisan yang menyatakan saya ini korban fitnah. Bahkan Penuntut Umum pun mengakui adanya peranan Buni Yani dalam perkara ini. Hal ini sesuai dengan fakta bahwa saat di Kepulauan Seribu, banyak media massa yang meliput sejak awal hingga akhir kunjungan saya dan bahkan disiarkan secara langsung yang menjadi materi pembicaraan di Kepulauan Seribu, tidak ada satupun yang mempersoalkan, keberatan atau merasa terhina atas perkataan saya tersebut. Bahkan termasuk pada saat saya diwawancara setelah dialog dengan masyarakat Kepulauan Seribu. Namun baru menjadi masalah 9 (sembilan) hari kemudian, tepatnya tanggal 6 Oktober 2016 setelah Buni Yani memposting potongan video sambutan saya dengan menambah kalimat yang sangat provokatif, barulah terjadi pelaporan dari orang-orang yang mengaku merasa terhina, padahal mereka tidak pernah mendengar langsung bahkan tidak pernah menonton video sambutan saya secara utuh.
Adapun salah satu tulisan yang menyatakan saya ini korban fitnah adalah dari Goenawan Mohammad : “Stigma itu bermula dari fitnah. Ahok tidak menghina agama Islam, tapi tuduhan itu tiap hari diulang – ulang; seperti kata ahli propaganda Nazi Jerman, dusta yang terus – menerus diulang akan menjadi “kebenaran”. Kita mendengarnya di masjid – masjid, di media sosial, di percakapan sehari – hari, sangkaan itu menjadi bukan sangkaan, tapi sudah kepastian. Ahok pun harus diusut oleh pengadilan, dengan undang – undang “penistaan agama” yang diproduksi rezim Orde Baru, sebuah undang – undang yang batas pelanggarannya tak jelas, dan tak jelas pula siapa yang sah mewakili agama yang dinista itu. Walhasil, Ahok diperlakukan tidak adil dalam tiga hal (1) difitnah, (2) dinyatakan bersalah sebelum pengadilan, (3) diadili dengan hukum yang meragukan. Mengakui adanya ketidakadilan di dalam kasus ini tapi bertepuk tangan untuk kekalahan politik Ahok, yang tidak bisa diubah, sebuah ketidakjujuran.”
Majelis Hakim yang saya muliakan,
Sebuah ketidakjujuran memang telah terjadi, tetapi kita bisa mengubahnya kalau kita mau jujur dan melihat dengan mata hati perjalanan hidup saya, apa yang telah almarhum Bapak saya ajarkan dan perbuat, khususnya dalam menjalin kekerabatan dan kemaslahatan dengan saudara-saudara Muslim, serta praktik pemerintahan yang saya jalankan yang telah berusaha sebisa mungkin untuk memberikan pelayanan terhadap harapan dan keperluan umat Islam.
Karenanya, perlu saya tegaskan apabila saya menguraikan segala keyakinan politik saya dan membeberkan semua maksud dari segala perkataan dan tindakan saya yang menjadi proses dalam perkara ini, maka itu bukan untuk mempropagandakan kebenaran atau menyatakan diri saya yang paling benar dan paling baik, tetapi semata-mata untuk menyatakan apa yang terjadi sesungguhnya seperti tulisan Goenawan Muhammad mengakui adanya ketidakadilan dalam kasus ini, supaya tidak ada lagi orang atas nama apapun mengoyakkan Bhinneka Tunggal Ika yang sudah diletakkan sebagai fondasi oleh para pendiri bangsa (founding fathers).
Majelis Hakim yang saya muliakan,
Ketika saya memilih untuk mengabdi melayani bangsa tercinta ini, saya masuk ke pemerintahan dengan kesadaran penuh untuk mensejahterakan rakyat – otak, perut dan dompet penuh. Untuk itu, ketika saya memberikan sambutan di Pulau Pramuka, saya memulai dengan kalimat bahwa saya mau cerita ini, biar Bapak Ibu semangat. Dari sambutan saya, jelas sekali bahwa saya hanya punya satu niat saja agar warga tebal kantongnya, mau ambil program yang sangat menguntungkan ini. Terbukti Penuntut Umum mengakui bahwa saya tidak punya niat sedikitpun untuk menghina, menista/menodai agama. Dan saya tegaskan, saya pun tidak punya niat sedikitpun untuk menghina golongan tertentu.
Tetapi niat baik dan pengabdian saya ternyata tidak cukup !
Judy Latif menulis, “Nasionalisme bukan soal dari mana kita bermula, melainkan apa yang kita perbuat. Bahwa kita menjadi makan dari daratan dan lautan kepulauan ini, minum dari air yang terpancar dari perut bumi dan sungai yang mengalir di sini, serta menghirup oksigen dari atmosfir alam raya nusantara ini. Maka, kita punya hutang budi kehormatan terhadap Tanah Air ini. Dimana Bumi dipijak, di sana langit dijunjung.
Kecintaan kepada Nusa Bangsa tanpa mengenal asal – usul itu ditunjukkan oleh Pahlawan Nasional Keturunan Tionghoa, Laksamana Muda John Lie (Jahja Daniel Dharma). Lahir di Manado, 9 Maret 1911, jalan hidupnya mengambil jalur “menyimpang” dengan meninggalkan zona nyaman demi mengabdi kepada Ibu Pertiwi lewat jalur ketentaraan. Ketulusan pengabdian dan kecintaannya pada Nusa Bangsa Indonesia, membuat John Lie memiliki pandangan tersendiri tentang apa yang disebut sebagai “pribumi” dan “non Pribumi”. Menurutnya orang pribumi adalah orang – orang yang pancasilais, sapta margais, yang jelas – jelas membela kepentingan negara dan bangsa. Sedangkan non-pribumi adalah mereka yang suka korupsi dan merugikan kepentingan Nasional. “Mereka itu sama juga menusuk bangsa kita dari belakang. Maka patutlah mereka digolongkan orang non-pribumi”.
Majelis Hakim yang saya muliakan,
Apakah kita bisa memilih untuk lahir sebagai suku atau agama apa? Tidak ! Semua KedaulatanNYA. Tetapi kita bisa memilih untuk menjadi pribumi dan mengabdi kepada nusa dan bangsa. Sayapun memilih jalur politik untuk melayani masyarakat, walaupun sebenarnya pilihan hidup saya tersebut membuat saya mengambil jalur “menyimpang” melawan arus dengan meninggalkan zona nyaman demi mengabdi kepada Ibu Pertiwi.
Bicara mengenai melawan arus, mengingatkan saya ketika saya mengajak anak-anak yang mengunjungi saya di Balaikota untuk bersama menonton cuplikan film Finding Nemo melawan arus. Setelah itu saya menjelaskan apa pesan moral dari film Finding Nemo, sebagaimana dapat dilihat dalam video youtube yang saya kutip kembali sebagai berikut:
“Bapak mau kasih tahu melalui pelajaran ikan ini, kalian bisa lihat ngga tadi? Papanya tidak ijinkan Nemo masuk ke jaring. Ya…jadi jaring tadi, Nemo bisa keluar masuk kan? Ikan besar kan tertangkap? Kalau Nemo ga mau masuk boleh ga? boleh juga, buat apa dia membahayakan nyawanya. Dia masuk…padahal papanya khawatir, kalau masuk, ikan gitu banyak, bisa kejepit, bisa keangkat. Nah kita hidup dijaman orang-orang itu kadang-kadang berenangnya salah arah…jadi persis seperti ikan. Yang benar harus berenang ke bawah, tapi semua ikan ikut jaring ke atas. Kalau dibiarkan ikut ke atas ikan-ikan ini ketangkap akan mati ga? (jawaban anak-anak) mati! Nah bagaimana mereka bisa tau apa yang bener? Nemo yang tahu! Waktu Nemo minta berenang berlawanan arah, kira-kira orang nurut ga? Ga nurut pertama. Jadi sama, kita hidup di dunia ini…kadang kita melawan arus, melawan orang yang ke arah berbeda sama kita. Tapi kita tetap lakukan demi menyelamatkan dia, dia bilang kalau ngga si Dori bisa mati nih, ikan yang biru tadi. Jadi papanya pun mengikhlaskan…merelakan anaknya untuk masuk. Lalu ketika dia mulai teriak minta turun..Nemo..papanya tau ngga resiko Nemo? Tahu bisa kejepit mati ikan kecil. Lalu begitu terlepas, ada ngga ikan yang berterima kasih kepada Nemo yang terkapar pingsan? Tidak ada! Jadi inilah yang harus kita lakukan, sekalipun kita melawan arus semua, melawan semua orang berbeda arah, kita harus tetap teguh. Semua tidak jujur, ngga papa, asal kita sendiri jujur. Mungkin setelah itu tidak ada yang terima kasih sama kita, kita juga tidak peduli karena Tuhan yang menghitung untuk kita, bukan orang. Nah, ini pelajaran dari film ikan Nemo, jadi bukan soal ketangkap ikannya itu tadi. Jadi orang tanya sama saya, kamu siapa? Saya bilang saya hanya seekor ikan kecil Nemo di tengah Jakarta…seperti itu. Nah ini pelajaran untuk kita….(disambut tepuk tangan anak-anak)”.
Majelis Hakim yang saya muliakan,
Sambutan tepuk tangan anak-anak kecil diakhir cerita saya tersebut, memberikan saya penghiburan dan kekuatan baru untuk terus berani melawan arus menyatakan kebenaran dan melakukan kebaikan sekalipun seperti ikan kecil Nemo dilupakan, karena saya percaya di dalam Tuhan segala jerih payah kita tidak ada yang sia-sia. Tuhan yang melihat hati, mengetahui isi hati saya.
Saya hanya seekor ikan kecil Nemo di tengah Jakarta, yang akan terus menolong yang miskin dan membutuhkan (Poor dan Needy) walaupun saya difitnah dan dicaci maki, dihujat sebagai kafir serta darah kafir dianggap halal untuk dibunuh. Ironis memang, tetapi seperti Tuhan Yesus Kristus, ketika Dia diadili karena difitnah, Pilatus ingin menyelesaikan kasus fitnah ini dengan menawarkan untuk membebaskan Tuhan Yesus di depan orang banyak karena Pilatus tahu Tuhan Yesus tidak bersalah. Tetapi walaupun mengetahui kebenaran bahwa Yesus tidak bersalah, Pilatus tidak berani membebaskan Yesus karena khawatir akan terjadi pemberontakan besar dan takut kepada orang banyak. Maka dia bertanya, akankah orang-orang tersebut menerima pembebasan dan pengampunan bagi Yesus Kristus? Mereka menolak dan memilih membebaskan Barabas, seorang pembunuh, pemberontak dan penjahat keji. Orang-orang lebih memilih pembunuh keji daripada Yesus, Sang Penyembuh! Pembunuh lebih mereka sukai daripada Pemberi Hidup! Betapa butanya orang-orang tersebut karena berita bohong yang disebarkan para imam. Betapa rusaknya para imam, yang dengan bakat yang sangat hebat dan ketekunan yang sangat besar memengaruhi opini orang-orang dan mengubah mereka menjadi ganas dan penuh niat membunuh.
Walaupun Yesus disalib (Jumat Agung), Yesus tidak membenci dan memusuhi tetapi justru mengampuni mereka yang menyalibkannya dan bahkan tetap menyelamatkan mereka ketika dia bangkit (Paskah). Sebagai seorang kristen, saya diajarkan hal yang sama untuk mengampuni orang yang memfitnah, membenci dan mencaci maki saya dan memaksa saya diadili di pengadilan ini. Saya akan tetap berbuat baik karena saya tahu kasih menutupi banyak kesalahan dan kita hanya bisa mengalahkan kejahatan dengan kebaikan.
Majelis Hakim yang saya muliakan,
Seperti John Lie yang walaupun keturunan Tionghoa dan beragama Kristen, memilih untuk mengabdi kepada nusa dan bangsa dan sadar dirinya adalah pribumi, demikian juga saya yang selalu sadar diri saya adalah pribumi karena seperti pesan Bapa saya, bahwa saya adalah orang Indonesia, punya hak dan kewajiban yang sama di negeri ini dan pekerjaan yang paling mulia adalah menjadi pejabat yang melayani masyarakat, karena orang miskin jangan lawan orang kaya, orang kaya jangan nantang pejabat. Kalau mau lawan pejabat yang kotor dan korupsi harus jadi pejabat”.
Majelis Hakim yang saya muliakan,
Apakah saya yang “double minoritas” di bangsa ini, keturunan Tionghoa dan Kristen, ketika saya mau melayani dan mengabdi kepada bangsa ini, yang hak dan kewajibannya dijamin oleh konstitusi selalu harus berhadapan dengan oknum politisi yang demi mencapai kekuasaan rela mengoyakkan Bhinneka Tunggal Ika yang menjadi dasar hidup kita berbangsa dan bernegara?
Pengadilan ini adalah bukti sejarah bahwa realita politik demokrasi bangsa ini masih jauh dari cita-cita luhur pendiri bangsa (founding fathers), yang telah meletakkan fondasi Pancasila dan UUD 1945 yang memberikan jaminan kepada setiap anak bangsa, apapun latar belakang suku, agama dan rasnya boleh menjadi apa saja di negeri ini termasuk menjadi seorang gubernur. Sayangnya, sebagian dari kita tidak berani melawan arus dan masih takut untuk membela kebenaran, keadilan dan taat pada konstitusi, sehingga secara sadar membiarkan terjadinya peradilan ini karena ketakutan pada tekanan massa.
Majelis Hakim yang saya muliakan,
Saya bersyukur, karena dalam persidangan ini saya bisa menyampaikan kebenaran yang hakiki dan saya percaya bahwa Majelis Hakim yang memeriksa perkara ini tentu akan mempertimbangkan semua fakta dan bukti yang muncul dalam persidangan ini di mana Penuntut Umum mengakui dan membenarkan bahwa saya tidak melakukan penistaan/penodaan agama seperti yang dituduhkan kepada saya selama ini dan karenanya terbukti saya bukan penista/penoda agama.
Berdasarkan hal tersebut di atas, haruskah masih dipaksakan bahwa saya menghina suatu golongan? padahal tidak ada niat untuk memusuhi atau menghina siapapun dan tidak ada bukti bahwa saya telah mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang bersifat permusuhan atau penghinaan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap agama Islam dan Ulama atau penghinaan terhadap suatu golongan.
Saat ini, apakah pengadilan massa (trial by the mob) yang menang atau Pengadilan demi keTuhanan Yang Maha Esa yang menang? Saya menyerahkan kepada Majelis Hakim Yang Mulia, apakah saya dianggap bersalah atau saya harus dibebaskan dari tuntutan Penuntut Umum.
Mengutip adagium yang sangat terkenal dalam hukum pidana yaitu, “lebih baik membebaskan seribu orang bersalah daripada menghukum satu orang yang benar.”
Saya berkeyakinan bahwa Majelis Hakim akan memberikan keputusan yang menjunjung tinggi kebenaran dan keadilan karena mengambil keputusan demi keadilan berdasarkan keTuhanan yang Maha Esa.
Keputusan Majelis Hakim akan menentukan bhinneka tunggal ika akan terkoyak atau apa yang sudah coba dikoyakkan orang akan yang akan ditenun kembali. Sebab seperti kata Gus Dur, “kita tidak boleh takut-takut. Kalau kita kehilangan keberanian, itulah yang salah, karena hidup kita hanya sekali saja demi kebenaran.”
Mungkin orang – orang yang membenci, menyerang, memaki dan menghujat saya berpikir mereka sudah berhasil mengalahkan dan menjatuhkan saya, tetapi saya percaya orang mereka-reka yang jahat, Tuhan pasti mengubahnya menjadi kebaikan. Ingat saja pepatah Tiongkok, ‘Sebelum bunyi empat paku di atas peti mati kamu, kamu tidak bisa nilai orang lain itu baik atau buruk.” Nanti kamu baru tahu apa yang saya kerjakan.
Majelis Hakim yang saya muliakan,
Biarlah sejarah akan mencatat bahwa kebhinekaan hanya dapat dipertahankan dengan menerima perbedaan dan selalu berlandaskan pada konstitusi.
Kepada semua rakyat Indonesia yang mencintai kejujuran dan menghargai kebhinnekaan semua orang-orang yang ingin hidupnya bersih, transparan dan profesional dan mau melayani bangsa ini, jangan pernah menyerah seperti si ikan kecil Nemo, berani melawan arus sekalipun nyawa taruhannya, walaupun engkau tidak dihargai, dan tidak ada orang yang berterima kasih.
Seperti kata Bung Karno, “perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri.
Percayalah Tuhan tahu yang terbaik. Bangkit dan jadilah terang di tengah kegelapan korupsi, pencurian uang rakyat, ketidakjujuran dan kemunafikan juga upaya mengingkari konstitusi dan kebhinekaan yang sudah dibangun dengan keringat darah dan nyawa founding fathers kita.
Majelis Hakim yang saya muliakan.
Demikian Nota Pembelaan ini saya buat untuk mematahkan semua tuduhan dan fitnah atas sambutan saya selaku Gubernur DKI Jakarta yang sedang menjalankan tugas di Kepulauan Seribu pada tanggal 27 September 2016 dengan maksud mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui program budidaya ikan kerapu, berdasarkan Pasal 31 UU Pemerintah Daerah.
Saya percaya Allah itu adalah setia dan adil, sejak awal telah mengetahui akhir cerita hidup kita. Apapun yang telah kita kerjakan dan katakan dan apapun yang telah terjadi pada kita semua adalah atas seijin Tuhan. Percayalah bahwa kekuasaan itu Tuhan yang kasih, Tuhan yang ambil. Tidak ada seorangpun bisa menjabat tanpa seijin Tuhan. Akan hal ini aku yakin sepenuhnya yaitu Allah yang memulai pekerjaan yang baik diantara kita akan menyempurnakannya sampai pada akhirnya.
Jakarta, 25 April 2017
Hormat saya,
Ir. Basuki Tjahaja Purnama, M.M.
G. Penasehat Hukum terdakwa :
- Hanya membacakan yg nota2 pembelaan pokok saja Majelis Hakim
- Harus berupaya objektif melakukan pembenaran dan tdk ditemukannya bukti kesalahan pada terdakwa
- Kasus ini adanya rekayasa massa dan dipaksakan karena adanya desakan massa diawali oleh pidato di Kepulauan Seribu
- Tidak ada penduduk Kepulauan Seribu yg merasa marah sakit hati dan sakit hati dan justru malah orang2 yg menjadi saksi pelapor justru dari Buni Yani yg meng upload video tersebut
- Berapa ahli pun saksi yg dihadirkan oleh JPU jika tdk ada saksi fakta yg ada
- Perkara ini banyak Calon Gubernur Walikota yg Non Muslim selalu dijadikan orang2 tertentu untuk tdk memilih pemimpin yg Non Muslim ini merupakan sebuah suatu ironi
- Ahli yg dihadirkan dlm sidang ini adalah melihat keseharian sehari hari dari terdakwa sehingga pantas tidak menjadikan terdakwa
- saksi yg dihadirkan menyatakan bahwa BTP banyak membantu saudara muslim, hal ini membuktikan tdk mungkin nya BTP untuk melukai Agama Muslim
- Semua orang yg melapor adalah FPI orang yg telah membenci BTP
- 15 April 2017 BTP telah menjadi korban dari Pasal anti demokrasi, LBH Jakarta menyatakan ini sebuah ironi namun nyata
- Pernyataan BTP tdk memenuhi itikad tdk baik
- Pasal 156 a KUHP jelas telah membatasi bicara
- Penafsiran negatiflah yg dikeluarkan oleh media dan tekanan massa yg menjadi hal ini lah menjadi tunduk karena adanya tekanan massa
- Adanya seolah memaksakan bahwa BTP telah melanggar, hanya menyampaikan isi hatinya kebebasan berpendapat dijamin oleh konstitusi kita
- Pemaksaan terhadap kss BTP ini adanya terkoyakan ke Bhinekaan di negeri ini
- Pelapor dalam kss ini tdk bisa disamakan dengan perkara lainnya, saksi di Kepulauan seribu tdk keberatan sesuai dengan fakta bahwa masyarakat di Kepulauan seribu tdk ada pelapor dalam keberatan pidato BTP
- Ahli Agama yg hadir juga menjelaskan Al Maidah diturunkan bukan konteks pemilihan pemimpin melainkan memilih teman bukan yg Non Muslim
- Ahli Hukum pidana juga menjelaskan bahwa niat dilihat dari sikap hidup keseharian dari pelakunya
- BTP melakukan perbuatan yg positif kepedulian terhadap umat islam di Jakarta dan banyak yg sudah dilakukan, membangun Masjid di Balai Kota, Telah Membangun Masjid Raya Jakarta, BTP membangun masjid di setiap rusun, Sejak th 2016 KJP diberikan kpd siswa, memajukan jam pulang PNS selama bulan Ramadhan, BTP rutin memberikan infak dan sedekah dan rutin memberikan Qurban dari dana pribadinya.
- Jika ada salah satu unsur pasal tdk terpenuhi maka dakwaan terhadap terdakwa harus dibebaskan
- Alternatif kedua adalah unsur dimuka umum tdk terpenuhi menurut hukum harus memenuhi seluruh unsur unsur dalan kandungan pasal tersebut
- Pidato sambutan BTP bukan dalam sedang kampanye, memperlihatkan tdk ada kehendak untuk menyatakan kebencian penghinaan terhadap adanya unsur kebencian dan tdk objektif, melakukan sambutan dalam penuh keceriaan sesuai dengan asas kepatutan dalam kesehariannya tdk adanya unsur kebencian dalam suatu agama atau golongan masyarakat indonesia
- Pidato sambutan BTP di Pulau Pramuka tdk memenuhi unsur dalam sikap penistaan atau penodaan terhadap suatu agama atau golongan suatu kelompok
- Untuk membebaskan terdakwa dari Pasal alternatif terhadap terdakwa
- BTP jauh dari sifat pejabat yg malas selaku Gubernur selalu bersikap jujur dan diganjar 4 penghargaan sekaligus, namun begitu banyak caci maki serta demontrasi yg diterima oleh BTP seolah olah tdk ada hal yg baik yg dilakukan oleh BTP
- Secara Yuridis BTP telah bebas secara Yuridis karena telah ditetapkannya Buni Yani yg mengunggah dan saat itu barulah ada reaksi dari masyarakat karena tdk ada kata atau menghilangkan kata pakai, unggahan Bumi Yani lah yg menjadi pintu masuk resah diluar sana
- JPU tdk bisa menyebut golongan mana saja yg menjadi korban secara kongkrit dan tdk Limitatif dalam perkara ini
- Kami mohon kpd Yang Mulia sangat jelas adanya hal keraguan yaitu putusan yg membebaskan BTP, memohon untuk membebaskan BTP dari segala tuntutan hukum, dengan arif dan penuh keberanian dalam membebaskan BTP dlm perkara ini
- Pernyataan LBH Jakarta bahwa BTP dalan hal ini menjadi korban pasal demokrasi dan menjadi sebuah ironi namun nyata, pernyataan BTP sama sekali tdk masuk dalam tafsir agama justru kritik terhadap orang dengan menipu publik dalam kaitan politik, pernyataan Ahok dilindungi dalam UUD 45 HAM, ada pihak ketiga yg memaknai pernyataan Ahok dan pihak ketiga ini tdk mendengar dan melihat langsung pernyataan Ahok tersebut, tekanan massa dan Fatwa MUI merupakan tindakan yg merusak Indonesia sepanjang sejarah telah terjadi.
- Agar Majelis Hakim menjunjung tinggi penegakan Hukum atas Hak kebebasan beragama dan berkeyakinan
- Agar Majelis Hakim menerapkan 156 a KUHP delik materil yg tdk diuraikan JPU tdk terpenuhi
- Harus mengacu terhadap acuan MK, sehingga tdk menerapkan pasal 155 KUHP yg bertentangan
- LBH Jakarta juga menyampaikan untuk melakukan Review karena jelas pasal tersebut akan meruntuhkan demokrasi
- Agar Majelis Hakim Yang Mulia memutuskan ;
1. Ahok tdk terbukti secara sah dan meyakinkan tdk bersalah dalam suatu agama yg di anut di Indonesia
2. Melakukan tindak pidana barang siapa dimuka umum menyatakan penghinaan golongan masyarakat indonesia, membebaskan Ahok dari Dakwaan pertama dan kedua
3. Memulihkan keadaan Ahok dalam segala hal semenjak Kasus ini berlangsung sampai dengan saat ini
4. Menyampaikan BB tetap terlampir An Ahok
5. Membebankan biaya pengadilan kpd Negara
6. Membebaskan BTP dari segala tuntutan
H. JPU tanggapan :
- Ada beberapa pertimbangan tdk akan ada hal yg baru
- Kami akan resmi memberikan jadwal untuk menghindari yg tdk perlu kami tetap pada prinsip tuntutan yg kami sampaikan.
I. PH Tanggapan :
- Segalanya kami serahkan kepada Yang Mulia dan Kami tetap pada pembelaan kami
K. Pkl 11.14 Wib sidang selesai, dan akan kembali dilanjutkan pada hari Selasa tgl 09 Mei 2017 pkl 09.00 Wib dengan agenda sidang Putusan.
DUM TTK