Breaking News

Islam

Politik

Sabtu, 15 April 2017

Perda Syariat Itu Sekuler


Banyak pihak salah paham tentang "Perda Syariat" yang dianggapnya sebagai "perda Islami", dan kalau sudah dianggap "Islami" atau "relijius" terus asumsinya sudah "sangat Tuhani" (maksudnya: sesuai dengan kehendak Tuhan dan karena itu direstui oleh-Nya).
Sebetulnya, saya tidak setuju dengan istilah "Perda Syariat" karena "Perda Syariat" itu sejatinya tidak ada, dan tidak akan pernah ada. Kalau Perda (Peraturan Daerah) yang didasarkan pada tafsir atau interpretasi atas sejumlah diktum "Hukum Syariat Islam", itu baru ada. Pembuatan pasal-pasal dalam sebuah Perda bisa didasarkan atau bersumber pada hukum apa saja: Hukum Syariat, Hukum Adat, Hukum Kolonial Belanda, Hukum Injil, dlsb.
Kemudian, semua Undang-Undang atau peraturan hukum (termasuk yang diklaim sebagai "Perda Syariat" tadi) jelas sangat "sekuler" karena produk dari kebudayaan manusia. Semua hasil cipta, karsa, dan rasa manusia itu disebut "kebudayaan", dan karena sebuah "kebudayaan" maka itu bersifat sekuler. Yang namanya "Perda" adalah hasil kreasi, ide, tafsir, pemikiran, dan "otak-atik" manusia. Memang Tuhan yang bikin "Perda Syariat"? Tidak kan? Kaaannnn.



Lalu, jika ada yang mengklaim bahwa "Perda Syariat" itu "Islami" karena berdasarkan pada ayat-ayat Al-Qur'an misalnya, itu juga keliru karena apa yang mereka klaim bahwa "Perda Syariat" itu bersumber dari Al-Qur'an pada hakikatnya atau dalam realitasnya adalah bersumber pada jenis-jenis penafsiran Al-Qur'an dan wacana Hukum Islam tertentu.
Karena bersumber pada tafsir dan wacana hukum Islam tertentu inilah maka kenapa masing-masing negara/daerah yang mayoritas berpenduduk Muslim menggunakan peraturan hukum yang berbeda-beda. Semua mengklaim "sangat Islami", "sangat Qur'ani", "sangat Syar'i".
Negara yang menganut Mazhab Hukum Islam Hanbali seperti Saudi atau Qatar, berbeda dengan negara yang menganut Mazhab Maliki (seperti Maroko), mazhab Hanafi (seperti Turki), atau mazhab Syafii seperti Mesir dalam mengimplementasikan peraturan hukum. Negara yang mayoritas Sunni akan menerapkan sistem hukum yang berbeda dengan negara yang mayoritas Syiah (seperti Iran), Ibadiyah (seperti Oman), atau negara-negara yang hampir sama kekuatan Sunni-Syiah seperti Irak atau Lebanon.

Pula, jika yang disebut "Perda Syariat" itu adalah Perda yang pasal-pasalnya bersumber dari (tafsir) ayat-ayat Al-Qur'an atau Sunnah Nabi, maka semua pasal dan ketentuan hukum yang baik pada dasarnya adalah sangat Syar'i. Maka, demokrasi itu sangat syar'i karena Al-Qur'an menggarisbawahi tentang pentingnya bermusyawarah, berpendapat, dlsb. Bahkan "komunisme" juga sangat syar'i karena Al-Qur'an juga menandaskan tentang pentingnya egalitarianisme ekonomi yang menjadi fondasi Komunisme.
Jadi, sejumlah kelompok Islam di Indonesia yang mengkampanyekan tentang "Perda Syariat" itu pada dasarnya adalah mengkampanyekan kelompoknya sendiri, bukan mengkampanyekan Tuhan. Mengkampanyekan kelompok atau ormas Islamnya sendiri, bukan mengkampanyekan Islam. Mereka mengkampanyekan imajinasi dan tafsir mereka atas Hukum Tuhan. Mereka memperjuangkan Hukum Islam yang sesuai dengan selera, pemahaman dan praktek kelompoknya. Itu saja.

Dengan demikian, kampanye Perda Syariat yang Islami, Syar'i dan segala macam itu pada hakikatnya hanyalah retorika, jargon, alat kampanye, dan medium untuk meraih atau mempertahanan kekuasaan saja. Tidak lebih, tidak kurang. Hanya orang yang lugu-njegu saja yang percaya dan terbuai dengan propaganda dan kampanye tentang Perda Syariat.

Al-Qur'an adalah "korpus terbuka" yang kaya-makna dan multi-tafsir. Sejumlah kaum Muslim dan kelompok Islam yang berwawasan cupet-sempitlah sebetulnya yang membuat Al-Qur'an itu menjadi tampak eksklusif, sempit, dan miskin-makna. Udah ya Mat, saya mau nyusu dulu: nyut, nyut, nyut...

Penulis: Sumanto Al Qurtuby

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Indonesia

Air Hidup

Advertise Here

Designed By VungTauZ.Com