"Saya tidak terlalu khawatir dengan permintaan ekstradisi, sama
seperti saya tidak khawatir dengan kematian," kata Fetullah Gulen, ulama
kharismatik yang dituduh Erdogan mendalangi kudeta militer di Turki.
Saat kudeta terjadi, Gulen mengecamnya. Makanya ketika Erdogan menuduh
Gulen mendalangi kudeta, komentarnya singkat saja. "Saya tidak akan
melakukan apa pun yang akan menodai martabat saya."
Gulen memang
orang besar. Ulama, intelektual, penulis dan aktifis pendidikan juga
konsen dengan isu-isu tolaransi. Pandangan keagamaanya membawa nafas
Jalaluddin Rumi yang penuh kasih. Untuk menyebarkan ajaran Islam yang
toleran dan menghargai sains dia menggagas berdirinya berbagai lembaga
pendidikan. Salah satunya lembaga Pasiad yang jaringannya sampai ke
Indonesia.
Putri saya bersekolah di dua tempat di bawah naungan
Pasiad : Sekolah Pribadi di Depok dan Sekolah Kharisma Bangsa di Pondok
Cabe, Tenggerang Selatan. Sekolah-sekolah yang bekerjasama dengan Pasiad
tersebar di berbagai kota di Indonesia, dengan berbagai program
beasiswa.
Bukan hanya di Indonesia, jaringan sekolah Pasiad ini
ada di Korea, Australia, Malaysia, Selandia Baru, berbagai negara Eropa,
Amerika, juga Afrika. Kebanyakan siswanya muslim. Tapi tidak menutup
diri dari siswa beragama lain. Sebab ideologi yang dikembangkan Gulen
adalah Islam yang menjunjung dialog peradabani.
Gulen juga
menggagas semacam ruang pembelajaran luar sekolah. Dia mendidirkan
asrama (rumah bersama) yang isinya anak-anak dari sekokah negeri.
Anak-anak itu bersekolah seperti biasa, tapi mereka disiapkan rumah
khusus. Mereka tinggal bersama untuk mendapatkan pendidikan tambahan
seperti sains, matematika, bahasa inggris dan menghafal Quran.
Anak teman saya Muhammad Furqon Jamzuri,
mengikuti program ini di Pasar Minggu. Dia selalu bercerita tentang
anaknya yang bersikap lebih positif, mulai menghafal Quran dan prestasi
lebih bagus di sekolahnya. Saya rasa sedikit banyak jasa Gulen sampai ke
anak itu di Pasarminggu. Sebuah jarak yang terbentang ratusan ribu
kilometer dari AS, tempat tinggalnya sekarang.
Kenapa Gulen
mengembangkan jaringan pendidikan ke seluruh dunia, bukan hanya di
Turki? Jika cuma kekuasaan Turki yang diinginkannya kenapa repot-repot
memberi beasiswa buat seorang siswa di Pasarminggu? Mungkin karena Gulen
lebih tertarik untuk mengembangkan peradaban, ketimbang cuma duduk di
kursi kekuasaan. Saya tidak tahu.
Bagi Gulen mengembangkan
masyarakat harus melalui pendidikan. Dia kumpulkan konglomerat Turki
untuk mengembangkan pendidikan melalui dananya. Mendirikan sekolah,
menyebar beasiswa,mensosialisasikan ideologi Islam penuh kasih sayang,
mengembangkan toleransi, sambil tetap berpegang teguh pada nilai
keislaman. Gulen mengembangkan Islam yang bermartabat. Yang bisa berdiri
sejajar dengan komunitas lain di dunia.
Jika pendidikan menjadi
konsen Gulen dalam menyebarkan gagasannya, wajar saja jika pengaruhnya
sedemikian dalam di Turki. Jutaan jiwa pernah tersentuh ajarannya.
Tertular semangatnya. Disana dikenal dengan sebutan Hizmet atau Gulen
Movement. Semangat menyebarkan kebaikan, penghargaan pada ilmu,
berwawasan internasional, tapi tetap memegang nilai keagamaan secara
ketat.
Makanya di pemerintahan dan birokrasi banyak orang Turki
yang merasa seide dengan Gulen. Mereka inilah yang kini dibersihkan
Erdogan dari Turki.
Kabarnya Erdogan telah menahan 7000 orang dan
mengancam memberlakukan hukuman mati. Bukan hanya itu dia telah memecat
20 ribu guru, ribuan pegawai kementerian pendidikan. Juga
memberh3ntikan 1.557 dekan di berbagai universitas Turki.
Sementara 2.700 hakim dan jaksa juga dicopot dari jabatannya.
Pemberhentian juga terjadi pada Gubernur, ribuan polisi, ribuan karyawan
kementerian dalam negeri, kementrian keuangan, kantor Perdana Menteri,
kementrian agama dan dinas intelejen.
Bersih-bersih mengerikan ini
adalah bagian dari usaha Erdogan untuk membendung pengaruh Fetullah
Gulen di Turki. Sebuah tindakan yang menurut saya berlebihan dan
sia-sia.
"Daftar surat perintah penangkapan sudah ada tidak lama
setelah kudeta gagal mengisyaratkan hal itu telah disiapkan sebelumnya
dan digunakan pada momen tepat," kata Johannes Kahn, komisioner Uni
Eropa.
Erdogan memang seperti paranoid. Dia kuatir kekuasaannya
terganggu. Sementara Gulen adalah seorang pendidik dan menyebar
ideologi. Sehebat-hebatnya politik meredam sebuah ideologi yang rasional
dan manusawi, saya rasa tidak akan efektif. Sejarah mencatat betapa
pendeknya usia kekuasaan dan betapa abadinya hasil sebuah memikiran.
Erdoga boleh saja memecat dan menyingkirkan siapapun yang terpengaruh
dengan ide-ide Gulen. Tapi itu seperti meminum aspirin untuk mererakan
demam akibat typus. Tidak banyak gunanya. Cuma sementara saja hasilnya.
Politik yang ketakutan dengan bersemainya ide-ide, akan terlihat
seperti monster dalam film Monster Inc, dia takut dengan cekikikan anak
kecil. Tapi ide-ide, meskipun dilindas sedemikian rupa tidak akan mati.
Seperti anak kecil yang tidak kehilangan keceriaannya meski hidup dalam
camp pengungsi.
Ingat waktu Soeharto menggencet Gus Dur dan ingin
membersihkan NU dari pengaruh Gus Dur, nyatanya ide-ide yang dibawa Gus
Dur justru makin berkembang sekarang. Seorang diktator bisa membunuh
seorang manusia, tapi dia pasti gagal menguburkan sebuah ide yang
terlanjur berbiak.
Saya tidak setuju dengan kudeta politik. Jalan
paling beradab untuk pergantian kekuasaan hanyalah via Pemilu. Tapi
memberangus semua orang yang tidak seide, saya rasa sama tidak
beradabnya dengan kudeta poilitik.
Penulis: Eko Kuntadhi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar