Breaking News

Islam

Politik

Selasa, 14 November 2017

Antara Trump dan Anies


Dalam beberapa hal gaya Trump itu mirip-mirip dengan Anies. Banyak yang bilang keduanya "rasis": Trump anti non-pribumi Amerika, sedang Anies anti non-pribumi Indonesia. Padahal, keduanya sama-sama pendatang.

Warga pribumi Amerika itu ya, antara lain, suku-suku Indian (sekarang disebut "native Americans"). Emang Trump keturunan suku-suku Indian? Orang-orang kulit putih di Amerika seperti Trump kan keturunan kaum migran, pengungsi, dan pendatang dari Eropa. Sama seperti para bule Australia. Semua migran.

Anies juga sama. Ia keturunan migran Arab-Yaman (khususnya dari daerah Hadramaut di Yaman selatan) yang dulu berbondong-bondong berlayar ke Nusantara karena di negerinya dilanda perang dan paceklik berkepanjangan. Jadi orang Arab-Yaman ke Nusantara itu dulu untuk jualan dan mencari makan. Ada beberapa kelompok migran Arab-Yaman di Nusantara: sadah, irshadi dan qabail. Baswedan masuk grup irshadi yang di Yaman masuk kelompok sosial sedang-sedang saja: elit bukan, gembel juga bukan.
Jika yang dimaksud Trump dengan "non-pribumi Amerika" itu khususnya kaum Latinos, Blacks, dan Arabs. Maka, yang dimaksud dengan "non-pribumi Indonesia" itu khususnya adalah Cina (Tionghoa).


Apakah Trump dan Anies tidak tahu atau tidak sadar kalau mereka sebetulnya juga bukan pribumi Amerika dan Indonesia? Mereka berdua jelas tahu betul dan sadar benar kalau pendatang! Emangnya mereka berdua itu Mamat yang nggak tahu-tahu dan gak sadar-sadar tapi malah bangga dengan ketidaktahuannya dan ketidaksadarannya he he?
Meskipun banyak yang bilang kalau Trump dan Anies itu "rasis". Tapi bagiku mereka itu tidak rasis. Mereka hanya memanfaatkan sentimen rasisme yang sudah tumbuh-berkembang di sebagian kelompok masyarakat. Mereka hanya "mengfasilitasi" atau mewadahi kemauan para gerombolan bigot dan rasis di kedua negara. Dengan kata lain, mereka berdua hanya sebagai "corong" dan "echo" para Mamat-Mimin-Momon di kedua negara.

Mereka berdua menggunakan sentimen rasisme dan isu "pri-nonpri" itu hanya sebagai "alat jualan" dalam kampanye politik untuk mendulang suara dan meraup dukungan. Itu saja. Pidato berapi-api Mr. Trump yang mengatakan "non-pribumi sering menyantap makan siang jatah orang pribumi Amerika" atau Anies yang bilang "Kini saatnya pribumi memimpin" hanyalah retorika belaka yang tujuan utamanya hanya untuk menyenangkan para pendukungnya, terutama kaum Mamat-Mimin-Momon itu.

Apakah Trump anti-Arab dan Muslim? Tidak. Bagaimana mungkin anti-Arab dan Muslim wong dia itu berauliya dengan para tokoh dan pengusaha Arab dan Muslim. Trump misalnya dikenal sebagai sahabat dekat Prince Alwaleed bin Talal yang dulu pernah membeli Yacht mewah milik Mr. Donald bernama "Trump Princess" disaat Trump dillit utang karena perusahaan real estate-nya bangkrut. Kini yacht itu bernama Kingdom 5KR.

Anies juga bukan anti-China. Bagaimana mungkin anti-China wong dia dan Uno itu justru dikelilingi dan "diberkati" oleh para tokoh dan pengusaha China, khususnya para tokoh dan pengusaha China yang anti-Ahok he he. Nih lihat foto ini, bagaimana "30 naga" mengelilingi dan "memberkati" Anies he he. Saatnya pribumi memimpin? Preetttt...

Penulis: Sumanto Al Qurtuby
Read more ...

Rabu, 08 November 2017

Jaman NOW Kok RASIS


Hati-hati dengan kelompok rasis. Waspadalah dengan politik rasisme. Masyarakat harus hati-hati dan tetap waspada, jangan mau diadu-domba dan digiring oleh para "pecundang kesiangan" dan tokoh-tokoh "bermental Hitler" atau Trump atau "si anu" yang hobi "mainin si sara" dan isu-isu rasisme.
Kaum bigot dan rasis ada dimana-mana, di suku-bangsa manapun: Jawa, Betawi, Sunda, Cina, Arab, Eropah (pakai "h"), Persi, Afrika, India, Ngamerika, dlsb. Oleh gerombolan rasis ini, rakyat hanyalah dijadikan sebagai "bahan bakar" belaka: sebagai pembuat spanduk, tukang yel-yel waktu demo, pemandu sorak pawai, dan seterusnya.


Mereka tidak akan mendapatkan apa-apa di kemudian hari, paling-paling cuma dapat pegel-pegel karena disuruh demo terus sama nasbung dan uang recehan doang he he. Di mana-mana, rakyat kecil memang hanya dijadikan sebagai "tumbal" oleh sejumlah "kelompok menengah-elit tengil" yang rakus bin serakah dengan kekuasaan dan keduniaan.
Kita hendaknya melihat orang dari pemikiran, tindakan, atau kelakuan orang, bukan dari etnik dan suku-bangsa mereka.

Memang ada tokoh-tokoh China yang "bermental Eddy Tansil" alias Tan Tjoe Hong yang berengsek mengemplang trilyunan uang rakyat. Entah dimana rimbanya dia sekarang kok lenyap seperti Bang Tayyip gak pulang-pulang kayak "si anu". Ingin sekali saya memberi hadiah "bom panci" untuknya. Atau Si Felix meskipun kemana-mana sering pakai baju batik, tapi ngomongnya khilafah melulu. Sepertinya si doi cinta mati sama mbak khilafah.

Tetapi ada pula tokoh Tionghoa seperti Pak Kwik Kian Gie atau Pak Eddie Lembong atau Pak Sudhamek yang sangat nasionalis dan tidak diragukan lagi jiwa nasionalisme, spirit keindonesiaan, dan semangat kebangsaannya.

Dulu, di zaman kompeni dan perjuangan kemerdekaan, juga ada tokoh-tokoh Tionghoa yang sangat nasionalis dan anti-kolonial seperti Liem Koen Hian, Oey Tiang Tjoe, Oey Tjong Hauw, atau Laksamana John Lie Tjeng Tjoan. Liem Koen Hian dulu mendirikan Partai Tionghoa Indonesia untuk membantu proses kemerdekaan RI. Ia juga memimpin surat kabar Sin Tit Po sebagai "corong gerakan nasionalisme yang anti penjajah". Tetapi ada pula kelompok Tionghoa yang bergabung di Chung Hwa Hui yang pro-Tionghoa dan Belanda.

Kubu Arab juga sama. Dulu ada tokoh bernama Syaikh Salim bin Abdullah bin Sumair, kakeknya Habib Muhammad bin Idrus al-Habsyi di Surabaya yang sangat masyhur itu, yang sangat anti-penjajah kolonial Belanda. Tetapi juga ada tokoh bernama Sayyid Usman bin Abdullah al-Hussaini yang pro-Belanda. Atas usulan Christian Snouck Hurgronje, Sayyid Usman diangkat sebagai penasehat Belanda untuk mengurusi masyarakat Arab di Hindia Belanda yang sekarang bernama Indonesia.

Dewasa ini juga banyak para habib seperti Habib Luthfi bin Yahya, Habib Syech Abdul Qadir Assegaf, Habib Ahmad Muthahar, dlsb yang sangat toleran, humanis, nasionalis, dan masya Allah lembutnya. Tetapi ada juga sejumlah habib yang tergabung di "Kelompok Petamburan" yang assuudahlah...

Jadi, sekali lagi, lihatlah atau fokuslah pada pemikiran dan tindakan, bukan etnis dan suku-bangsa seseorang. Politik rasisme hanya akan merugikan kita dan anak-cucu kita semua. Masak jaman now kok cuma HP-nya doang yang smart he he

Jabal Dhahran, Arabia
Penulis: Sumanto Al Qurtuby
Read more ...

Sabtu, 04 November 2017

PESAN TERPENTING


Terlampir adalah pesan-pesan untuk saya yang dikirimkan kedua anak saya melalui line pada hari saya berulang tahun -kemarin. Ini adalah pesan-pesan terpenting bagi saya.
Mereka tahu ayahnya banyak berkarya bagi geologi Indonesia, mereka tahu passion ayahnya, tetapi mereka juga tahu kesulitan-kesulitan yang dihadapi ayahnya baik dalam kehidupan pribadi maupun profesional.


Maka anak yang besar tetap menyemangati ayahnya agar tak putus berkarya bagi Indonesia meskipun fisik menua dan umur pensiun mendekat. Dan adiknya mengingatkan ayahnya untuk tetap berusaha bahagia meskipun banyak kesulitan yang dihadapi.

---


Ya Hans dan Io, ayahmu akan tetap berkarya bagi geologi Indonesia, sekalipun fisik menua - hanya kehilangan semangat yang mengeringkan tulang, menuakan orang itu. Dan ayahmu akan tetap berkarya sekalipun kesulitan-kesulitan berjalan bersamanya. Cinta ayahmu akan terbukti justru pada saat kesulitan, bukan pada saat kemudahan. Semua orang akan mencintai pada saat ia senang dan mudah, belum tentu begitu bila pada saat sedih dan sulit.

Dari ayahmu lebih muda dari kalian sekarang ia telah membangun dirinya oleh kesulitan demi kesulitan. Dan ia memasukkan "dua gen" ini ke dalam dirinya:

1. Doloris sopitam recreant vulnera viva animam -luka yang hebat dari duka derita membangunkan kemampuan jiwa yang layap-layap tertidur
2. Lebih baik menyusul dengan diam-diam daripada membuang waktu dengan iri hati kepada orang yang berjalan di depan.

Kedua "gen" itu yang menemani ayahmu selama ini. Kedua "gen" ini tak bisa ayahmu turunkan kepada kalian meskipun kalian anak-anaknya, sebab ini masalah mental. Tetapi kalian bisa tanamkan ke dalam diri kalian melalui usaha dan pengingatan akan ayahmu -teladan dari ayahmu, sebagaimana ayahmu ini selalu mengingat teladan kerja keras dan kesederhanaan dari kakekmu (alm).
Terima kasih anak-anakku, pesan-pesan terpenting buat ayahmu.***

Penulis: Awang Satyana
Read more ...

Rabu, 01 November 2017

ISU PRIBUMI MENEMBAK JOKOWI


Karl Marx membangkitkan revolusi sosial dengan membenturkan kaum proletar dan borjuis. Dasarnya adalah kecemburuan ekonomi. Dengan cara itulah diharapkan terjadi kemarahan proletar yang merasa tertindas untuk mengambil alih kekuasaan.

Di Indonesia seruan Karl Marx tampaknya ingin dicobakan lagi. Kali ini isu yang dipakai adalah soal pribumi yang mewakili proletar dan non-pribumi yang diasumsikan mewakili kelompok borjuis. Dasar argumennya sama, membakar kecemburuan sosial dan ekonomi.

Problem kesenjangan adalah masalah laten di Indonesia. Jaman Orde Baru yang menggenjot pembangunan ke arah pertumbuhan ekonomi ternyata gagal menghadirkan trickle down effect dalam bentuk pemerataan. Kesenjangan melebar, terbaca dari rasio gini yang tinggi.

Isu seperti inilah yang dibakar pada saat tragedi 1998. Kebencian rasial yang dibungkus kecemburuan sosial berhasil membakar Jakarta. Apinya menjalar keseluruh Indonesia. Latar belakang itulah dan trauma kerusuhan yang mendasari dibuatnya UU pelarangan penggunaan idiom pribumi dan nonpri.


Jokowi sadar dengan masalah kesenjangan ini. Dia fokus membangun infrastuktur di pelosok yang diharapkan nantinya akan berdampak pada pertumbuhan di daerah. Dengan cara itu diharapkan terjadi distribusi pertumbuhan ekonomi yang ujung-ujungnya akan mempersempit kesenjangan.
Tapi seperti juga sebuah proses, hasil pembangunan membutuhkan waktu untuk merasakan dampaknya. Meski ada penurunan sedikit indeks koefesien gini saat ini, masalah kesenjangan sosial dan ekonomi tetap menjadi problem laten di Indonesia.

Setiap isu soal kesenjangan sosial dan ekonomi telunjuk kita selalu mengarah pada pemerintah. Jika perdebatan soal pribumi dibingkai dengan latar belakang ini kita tahu kemana mana laras senjata sedang diarahkan.

Saya sih membayangkan, sejak pelantikan Gubernur Jakarta, persaingan Pilpres sudah dimulai.

Penulis: Eko Kuntadhi
Read more ...

Senin, 30 Oktober 2017

350 Tahun Belanda Menjajah Pribumi?

350 TAHUN?
Berapa lama Belanda menjajah Indonesia? Hampir semua dari kita akan menjawab: 3,5 abad atau 350 tahun. Sebab demikianlah yg umumnya diajarkan di sekolah2, termasuk saat saya belajar dulu dari SD-tingkat pertama kuliah.
Hitungan dari mana 350 tahun itu? Dari pendaratan pertama penjelajah dan pedagang Belanda, yaitu Cornelis de Houtman tahun 1596 di Banten saat mencari rempah2, sampai proklamasi kemerdekaan Indonesia tahun 1945.

Logikanya, begitu kapal dagang Belanda ini mendarat, apakah Indonesia - wilayah kepulauan yang terbesar di dunia ini - serentak dijajah seluruhnya oleh Belanda? Tidak logis. Maka meragukan angka 350 tahun itu.
Dan itu yang dari tahun 1960 sudah meragukan Prof. Mr. G.J. Resink -seorang Belanda-Jawa berkewarganegaraan Indonesia kelahiran Yogyakarta tahun 1911 meninggal di Jakarta tahun 1997. Guru besar hukum internasional, sejarah modern dan sejarah diplomasi UI ini menulis buku-buku penting yang mendorong metodologi penelitian sejarah menggunakan data-data hukum.
Foto terlampir itu adalah salah satu bukunya yang terpenting yang memasalahkan 350 tahun itu yang kebetulan terjemahannya (1973) saya punya. Judul aslinya "Inlandsche Staten in den Oosterschen Archipel" (1873-1915) - Resink, 1960.


Dari penelitiannya atas dokumen2 hukum, Prof. Resink menolak ajaran bahwa Belanda menjajah Indonesia selama 350 tahun. Prof. Resink termasuk yang pertama dalam membuat kontroversi atas sejarah Indonesia "versi Pemerintah".


Ini beberapa argumen Resink.
1. Antara tahun 1460-1910 belum ada suatu negara Indonesia sebagai bentuk politik yang bulat yang meliputi keseluruhan kepulauan Indonesia.
2. Penjajahan oleh bangsa-bangsa asing sampai 1910 belum meliputi seluruh kepulauan Indonesia, hanya terbatas pada beberapa wilayah tertentu saja.
3. Sebelum 1910 kepulauan Indonesia terdiri atas kerajaan2 besar dan kecil yang masing-masing berkedudukan sebagai negara merdeka bertaraf internasional.
4. Terdapat dokumen2 hukum bahwa Belanda tidak bisa mengadili kasus-kasus hukum yang terjadi di wilayah2 tertentu sebab wilayah2 itu tidak masuk ke dalam koloni Belanda.
Pendapat Prof. Resink itu sontak telah memicu perdebatan sebab versi resmi sejarah yang diakui Pemerintah (sejak Orba) adalah Belanda menjajah Indonesia 350 tahun. Dan itu yang diajarkan kepada kita.

Di beberapa tempat seperti di Jawa memang Belanda (VOC dan Pemerintah Belanda) lama menjajah Jawa, tetapi tidak 350 tahun juga sebab Jawa pun dikuasai Belanda terjadi secara berangs

Penulis: Awang Satyana
Read more ...

Kamis, 26 Oktober 2017

TERIMA KASIH PAK ANIES, PAK SANDI


Terimakasih pak Anies Sandi
Ternyata saya baru tahu kenapa warga Jakarta lebih banyak memilih anda untuk memimpin kota ini daripada Ahok..
Ketika Ahok memimpin, bawaannya tegang mulu. Selalu ada amarah dan bentakan. Warga Jakarta kurang enjoy dengan semua itu, karena hidup mereka sudah sulit.
Mana panas, macet dimana2, kalau hujan banjir. Mereka tegang setiap hari, dan Ahok malah menambah ketegangan mereka..
Tapi zaman bapak Anis Sandi beda, beda banget..
Bapak berdua sungguh menghibur. Ada saja lawakan yang diberikan kepada kami supaya kami tertawa. Ada saja perilaku bapak berdua yang membuat kami rileks dan bersenda ria.
Waktu bapak ngomong pribumi, sontak banyak meme yang bicara pribumi. Apalagi waktu bapak Anies klarifikasi bahwa itu maksudnya pribumi di masa kolonial Belanda yang hanya ada di Jakarta, semua langsung kreatif membikin kata-kata kocak, "Belanda ngapain ke Bandung ? Beli peyempuan..."


Belum tingkah pak Sandi yang suka mbanyol. Gaya bangaunya itu lhoo... membuat kami terpingkal. "Kok bisa ya wagub bisa sekonyol itu ? Gak jaim orangnya, asik juga.." Sungguh menbuat kami merasa menjadi generasi milenial kembali..
Kami juga jadi asik waktu bapak barengan naik motor. Mesra sekali, seperti Ropik dan Juleha. Kemana-mana berdua. Duh, jomblo mana yang gak kepengen seperti itu ? Gubernur aja gandengan, masak kamu nggak ?
Kami tahu kok, masalah janji bapak untuk menutup Alexis itu becanda kaaaan ? Kami tahu kok, pak.. Reklamasi juga. Bapak bisaan becandanya..
Dan asiknya lagi, 5 tahun ini akan penuh dengan canda ria. Serasa Warkop DKI, Srimulat, Bagito ma Kwartet S tampil sepanggung kembali. Rame pastinya dengan tingkah dan kelucuan spontan yang tercipta.

Inilah yang gak dipunyai Ahok, yang bawaannya tegang terus. DPR beli UPS, ribut. DPR bikin anggaran seenak udelnya, ribut lagi. Sumpah, gada lucu-lucunya zaman Ahok..
Sebagai Gubernur zaman now, tentu Pak Anies Sandi paham sekali bagaimana bisa membuat warga Jakarta lupa akan masalahnya sehari-hari. Kita kurang hiburan, hibur kami pak, tolong hibur kami...
Saya yakin semua itu gak dibuat-buat. Spontan dan mengalir saja. Seperti ada bakat ngelawaknya bapak berdua. Terimakasih, Tuhan.. Engkau sudah menghadiahkan kami penimpin yang bisa menghibur kepenatan kami..

Saya aja, setiap kali bapak berdua muncul di media langsung ketawa kebahak-bahak. Pasti ada aja ulahnya, sampe kopi saya tumpah saking gak kuat nahan geli.. Terbaik, terbaik...
Terimakasih bapak, nanti kapan-kapan saya terbitkan buku "Mati ketawa cara Anies Sandi".
Katanya, menghibur orang itu ada pahalanya loh pak. Sungguh... Gak percaya ? Yah, Percaya cukur, gak percaya gondrong...

Semoga Tuhan membalas kebaikan pak Anies Sandi selama memimpin dengan gaya berbeda...
Salam seruput kopi, pak...

Penulis: Denny Siregar
Read more ...

Indonesia

Air Hidup

Advertise Here

Designed By VungTauZ.Com