Kamis, 17 November 2016
JANGAN, JANGAN DITERUSKAN. HIKS...
Ini gila. Saya mendapat undangan untuk menandatangani petisi agar dilakukan audit keuangan terhadap MUI. Alasannya karena MUI, selain menggunakan dana dari APBN, juga menarik uang dari masyarakat untuk pengurusan sertifikat halal.
Sebetulnya sih, biasa saja. Semua lembaga yang menarik duit dari masyarakat sejatinya harus bisa mempertanggungjawabkan. Diperlukan keterbukaan laporan keuangan agar tidak terjadi salah paham. Ada yang menghitung, potensi uang dari sertifikat halal mencapai Rp 240 triliun.
Tapi, masa sih, kita gak percaya sama MUI? Meskipun tanpa audit, jika sudah distempel halal, terus kamu mau apa? Mau bilang itu belum tentu halal, makanya harus dibuktikan dengan audit? Itu namanya suudzon. Kamu tahu, suudzon, apalagi sama lembaga sekelas MUI, sungguh bukan tindakan terpuji.
Jangankan suudzon. Nusron yang matanya memang belo saja, dianggap memeloti ulama, kok. Padahal kalau tidak salah, Nusron dibesarkan ketika lagu "Mata Indah Bola Pingpong' dari Iwan Fals sedang hit-hitnya. Struktur bola matanya memang begitu.
Jadi sudahlah, petisi itu gak perlu diteruskan. Lagipula apakah kita kuat jika ada ustad yang merekam tangisannya lagi?
Apa kamu mau di timeline FB kamu berlalu lalang lagi video lelaki yang wajahnya disendu-senduin lalu dia menangis gegerungan? Apakah kamu tidak melihat kepiluannya? Rasa pilu yang bagaikan disayat pisau Swiss Army, lalu lukanya ditetesi cuka Cap Petani, lantas disundut Dji Sam Soe. Juss...
Lihat saja saat dia menggigit bibirnya yang mulai bergetar. Suara isaknya tertahan, seperti tidak kuat mengekang perasaannya sendiri. Perasaan orang yang tersakiti.
Coba perhatikan matanya yang mulai mendung, seperti langit Jakarta di awal Oktober. Dia benar-benar sedang bersusah hati. Air matanya berlinang, mas intan yang kukenang. Bumi, gunung, sawah, lautan. Simpanan kekayaan....
Sedih mblo. Terlalu sedih untuk kita resapi. Manusia mana yang sanggup melihat video yang sangat menyayat hati itu? Jika kita tidak menangis menonton video itu, jangan-jangan kita tergolong mahluk yang tidak punya hati atau tidak punya empati. Atau kita adalah mahluk yang tidak punya perasaan. Atau mungkin tidak punya duit?
Jadi, jangan. Jangan ditiru, ya. Jangan. Adik-adikku, saya mohon jangan diteruskan petisi itu. Hiks...
Penulis: Eko Kuntadhi
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar