Fahri sudah duduk di kursi dewan perwakilan. Saya, seperti dulu, masih jongkok. Setelah isi bensin, dia meminta saya menepi. Lalu kami ngobrol.
Saat itu dia ingin meyakinkan saya bahwa Jend Wiranto adalah pilihan terbaik sebagai pemimpin. "Kualitas kepemimpinannya sudah terbukti," ujar Fahri.
Saya, cuma manggut-manggut. Fahri mungkin tahu, saya termasuk orang yang agak skeptis dengan kepemimpinan militer. Lagipula percuma juga meyakinkan saya, wong saya bukan siapa-siapa. Saya cuma punya satu suara di Pilpres, itupun jarang digunakan.
Fahri Hamzah |
Waktu itu, elit PKS memang terbelah. Faksi Fahri dan Anis Matta berusaha mendorong partai itu menjagokan Wiranto. Kubu yang lain lebih suka dengan Amien Rais yang dianggap representasi umat Islam.
Faksi Fahrii kalah. PKS menjagokan Amien Rais, lalu pada putaran kedua dukungan diarahkan ke SBY. Ini berbuah sukses. PKS masuk ke pusat kekuasaan.
Fahri adalah politisi yang ngotot. Selain karakter, belakangan kita tahu kengototan itu juga karena diperintahkan partai. Sebagai contoh lihat serangan dia pada KPK ketika membela Lutfi Hasan Ishak. Begitu gencar. Ternyata dia diperintahkan partai untuk membela LHI habis-habisan. Betapaoun absurdnya logika yang dibangun. Sandiwara politik itu seperti merasuk ke dalam jiwanya.
Saat orang bicara KPK, orang akan ingat Fahri dan PKS yang hendak membubarkannya.
Juga saat Pilpres kemaren ketika PKS memilih bergabung dengan Prabowo. Fahri ditugaskan peran penting untuk menyerang lawan-lawan politiknya. Hasilnya, ada pengkristalan kebencian para pendukung Parabowo pada Jokowi.
Peran itu terus dimainkan setelah pelantikan Presiden. Serangan dan komentar miring pada pemerintahan Jokowi terus dibombardir. Plus Jonru dan Piyungan, PKS dikenal sebagai partai nyinyir dan bicara tanpa fakta.
Tiba-tiba ada angin perubahan di elit PKS. Dewan Syuro berganti juga kekuasaan DPP. Kombinasi Sohibul Imam dan Salim Segaf, ingin mengembalikan PKS ke titik awal. Sebagai partai yang santun dalam komunikasi politik.
Fahri yang sudah punya stempel nyablak dan duduk sebagai wakil ketua DPR, hendak ditarik untuk digantikan dengan orang baru. Fahri menolak. Mungkin dia kaget dengan arah angin yang berbelok tiba-tiba.
Lalu setelah proses panjang DPP PKS menjatuhkan hukuman terkeras sepanjang sejarah partai itu. Memecat Fahri dari keanggotaan. Bukan hanya dari posisi wakil ketua DPR, tetapi dari PKS.
Bahkan sang koruptor LHI dan Gatot Pujobroto tidak mendapat hukuman ini dari DPP. Begitu juga anggota DPR dari PKS yang kedapatan nonton bokep saat sidang paripurna.
Sekarang posisi Fahri sama seperti Ahok. Tidak punya partai.
Fahri melawan. Dia menggugat keputusan DPP PKS ke jalur hukum. Konflik terbuka kedua terjadi di PKS setelah kasus Jusuf Supendi.
Saya mendukung perlawanan Fahri. Sebab ketika orang duduk di kursi DPR sesungguhnya dia tidak cuma mewakiki partai. Dia juga mewakili suara pemilihnya. Jadi partai tidak bisa main gencet sembarangan.
Apalagi sampai pemecatan segala.
Ayo Fahri. Lawan DPP PKS. Kalau kalah Anda bisa bergabung ke Teman Ahok. Mereka semua tidak berpartai. Sama seperti Anda sekarang.
Penulis: Eko Kuntadhi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar