Pada tahun 1999, para biolog dan ilmuwan mendokumentasikan sekitar 500 spesies binatang adalah homo, kemudian pada tahun 2006, jumlah binatang homo ini meningkat menjadi 1.500 spesies. Daftar binatang homo ini hampir merata di semua jenis: mamalia, burung, ikan, reptil, ampibi, serangga, dlsb. Bison, anjing, serigala, pinguin, bebek, gajah, jerapah, kucing, rakun, koala, kuda, ayam, emu, salmon, baboon, domba, dlsb ada "kelompok homo"-nya.
Riset tentang kaum binatang homo ini baru berkembang sejak awal
1990-an. Sebelumnya belum populer karena sikap sosial masyarakat Barat,
khususnya kaum agamis-moralis, yang sangat keras dan anti-pati terhadap
isu-isu homoseksual atau LGBT yang mereka anggap sebagai tabu, haram,
"tidak Kristeniani" dsb.
Penemuan dan fakta-fakta tentang binatang homo yang disajikan oleh para biolog dan ilmuwan itu, terutama karya-karya monumental Bruce Bagemihl dan Joan Roughgarden, kemudian dijadikan sebagai basis penyelenggaraan eksibisi berjudul "Against Nature?" di sejumlah negara Eropa yang menampilkan aneka gambar, binatang, dan model spesies yang mengalami homoseksual. Eksibisi yang diprakarsai oleh Natural History Museum, University of Oslo, ini bertujuan untuk meruntuhkan persepsi, anggapan, keyakinan, dan "mitos" tentang orientasi dan perilaku homoseksual yang dipercayai oleh kelompok agama dan "kaum moralis" sebagai "pelanggaran terhadap alam" dan "kodrat Tuhan".
Argumen dasarnya kira-kira: jika memang perilaku dan orientasi homoseksual itu "melawan kodrat" dan "kehendak alam", kenapa fenomena ini terjadi pada komunitas binatang? Bukankah fenomena "binatang homo" ini alami, bukan rekasayasa? Terlepas dari pro-kontra tentang homoseksual di kalangan umat manusia, yang jelas fenomena "binatang homo" ini tampak lebih damai dan toleran. Para binatang atau "jamaah hewan" tidak ribut dan saling mengharamkan dan mengafir-sesatkan. "Binatang hetero" tidak menuduh teman-temannya, "binatang homo", sebagai penghuni neraka atau makhluk yang dilaknat Tuhan hanya gara-gara memiliki perilaku dan orientasi seks terhadap sesama jenis. Sepertinya mereka saling memaklumi kalau kaum "binatang hetero" maupun "binatang homo" adalah sama-sama alamiah dan "kodrat ilahi". Selamat berakhir pekan.
Jabal Dhahran, Arab Saudi
Penulis: Sumanto Al Qurtuby
Penemuan dan fakta-fakta tentang binatang homo yang disajikan oleh para biolog dan ilmuwan itu, terutama karya-karya monumental Bruce Bagemihl dan Joan Roughgarden, kemudian dijadikan sebagai basis penyelenggaraan eksibisi berjudul "Against Nature?" di sejumlah negara Eropa yang menampilkan aneka gambar, binatang, dan model spesies yang mengalami homoseksual. Eksibisi yang diprakarsai oleh Natural History Museum, University of Oslo, ini bertujuan untuk meruntuhkan persepsi, anggapan, keyakinan, dan "mitos" tentang orientasi dan perilaku homoseksual yang dipercayai oleh kelompok agama dan "kaum moralis" sebagai "pelanggaran terhadap alam" dan "kodrat Tuhan".
Argumen dasarnya kira-kira: jika memang perilaku dan orientasi homoseksual itu "melawan kodrat" dan "kehendak alam", kenapa fenomena ini terjadi pada komunitas binatang? Bukankah fenomena "binatang homo" ini alami, bukan rekasayasa? Terlepas dari pro-kontra tentang homoseksual di kalangan umat manusia, yang jelas fenomena "binatang homo" ini tampak lebih damai dan toleran. Para binatang atau "jamaah hewan" tidak ribut dan saling mengharamkan dan mengafir-sesatkan. "Binatang hetero" tidak menuduh teman-temannya, "binatang homo", sebagai penghuni neraka atau makhluk yang dilaknat Tuhan hanya gara-gara memiliki perilaku dan orientasi seks terhadap sesama jenis. Sepertinya mereka saling memaklumi kalau kaum "binatang hetero" maupun "binatang homo" adalah sama-sama alamiah dan "kodrat ilahi". Selamat berakhir pekan.
Jabal Dhahran, Arab Saudi
Penulis: Sumanto Al Qurtuby
Tidak ada komentar:
Posting Komentar