Di beberapa warung makan di kampung yang kebetulan pernah saya singgahi pun ada fasilitas ini meskipun tidak khusus disediakan, yaitu stop kontak yang ada di warung itu sendiri. Boleh dipinjam untuk menancapkan charger, ada yang gratis, ada yang mesti bayar. Ada warung yang menulis di selembar kertas: charger/ ngecas Rp 5000.
Free Charging |
Di ruang rapat kantor, saya juga mengamati para peserta rapat kalau bisa memilih duduk yang tak jauh dari tempat stop kontak, bersiap baik untuk keperluan charging laptop maupun gadgetnya. Mereka suka berkata, "Saya tak mau jauh-jauh dari sumberdaya."
Saya kalau sedang mengajar kursus di hotel, ruang rapat yang diubah menjadi kelas selama lima hari biasanya dilengkapi dengan begitu banyak extension stop kontak di setiap meja peserta kursus, kabel-kabel extension jalin-menjalin berestafet dari pangkal ke ujung ditutupi plester lakban agar aman tak terantuk kaki.
Di bus Damri bandara, bus jarak jauh, dan kereta api, juga di pesawat-pesawat tertentu kelas bisnis jarak jauh, semuanya dilengkapi stop kontak yang dipasang tak jauh dari setiap tempat duduk.
----------------
Nah, dari warung kampung sampai tempat duduk kelas bisnis di pesawat selalu disediakan stop kontak untuk charging gadget. Gejala apa ini?
Saya pikir kita tahu jawabannya: akibat kemajuan zaman, ekses zaman, zaman kemajuan elektronika, komunikasi, informatika. Budaya menggunakan gadget kini sudah jadi bagian kehidupan manusia, baik di kota maupun di kampung, meskipun tentu masih banyak juga orang-orang yang tak menggunakannya di daerah-daerah terpencil yang tak terjangkau sinyal komunikasi atau gaya hidup masyarakat yang sangat tradisional.
Namun di kota-kota, anak-anak SD sampai abang becak yang sedang santai bergulung di dalam becaknya pun menggunakan gadget, dari gadget yang sangat sederhana sampai yang paling canggih.
Apakah gadget itu, khususnya di kota, sudah jadi kebutuhan primer? Relatif. Mungkin sekarang ada orang yang lebih stres bila HP-nya ketinggalan daripada perutnya lapar. Padahal makan itu kebutuhan primer. Relatif, sebab bagi satu orang gadget itu begitu pentingnya, bagi yang lain biasa-biasa saja.
Secara ilmu ekonomi, mungkin gadget itu kebutuhan sekunder yang definisinya adalah kebutuhan yang sifatnya melengkapi kebutuhan primer dan kebutuhan ini baru terpenuhi setelah kebutuhan primer terpenuhi. Kebutuhan ini bukan berarti tidak penting, karena sebagai manusia yang berbudaya, yang hidup bermasyarakat sangat memerlukan berbagai hal lain yang lebih luas dan sempurna, baik mengenai mutu, jumlah, dan jenisnya. Contoh kebutuhan sekunder antara lain televisi, kulkas, sepeda motor, dan kebutuhan-kebutuhan lain yang mendukung kebutuhan primer.
Kebutuhan primer sendiri adalah kebutuhan utama yang harus dipenuhi untuk mempertahankan kelangsungan hidup manusia secara wajar. Menurut ILO (International Labour Organization) bahwa kebutuhan primer adalah kebutuhan fisik minimal masyarakat, berkaitan dengan kecukupan kebutuhan pokok setiap masyarakat, baik masyarakat kaya maupun miskin.
Begitu kira-kira, tetapi yang dulu kebutuhan sekunder kini bisa menjadi kebutuhan primer. Relatif.
Anda sendiri bagaimana merasakan kebutuhan akan gadget itu? Saya sendiri merasakannya penting, penting sekali bahkan - baik untuk komunikasi biasa dan penting-sangat penting, sampai urusan pekerjaan. Tetapi, tetap di bawah kebutuhan pokok: pangan, sandang, papan.
Dan hati-hatilah menggunakan gadget Anda, bijaklah, jangan menulis di media sosial atau mengirimkan pesan via sms, BBM, WA, Instagram, Line, dll yang isinya mengancam, memojokkan, mencemooh, memfitnah, dan sejenisnya sebab perbuatan itu kini ada sanksi hukumnya dan bisa diadukan. Lalu hati-hatilah menjaga gadget Anda sebab itu benda berharga dan pribadi.
Gadget adalah seperti pisau, bisa menolongmu, bisa menusukmu.***
Penulis: Awang Satyana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar