Di punggungnya begitu banyak hal yang tidak penting. Keinginan, ketakutan, harapan, rasa was-was, ambisi, perasan berdosa dan entah apalagi. Belum lagi akibat dari sebab2 di masa lalu seperti hutang yang besar,
Aku dulu pernah seperti itu.
Menumpuk harta karena ketakutan akan tidak makan di masa depan. Ambisi yg selalu terancam ketika ada orang yang lebih sukses di depan mata. Selalu takut diukur orang dan selalu mengukur orang. Bodoh dan bebal.
Merasa kaya padahal sesungguhnya miskin ga keruan. Sibuk mencari yang namanya "kebahagiaan" di tempat sampah. Menutupi jiwa yang kosong dengan bersenang2. Emosi tak terkendali karena terbungkus sombong dan arogan.
Betapa memalukan.
Hidup ku jadikan sebuah peluang. Tidak pernah terpikir bahwa semua ini hanya amanat, hanya titipan yang harus disalurkan. Aku hanya "merasa" punya, padahal sesungguhnya tidak. Dan bodohnya, perasaan "merasa" itu saya umbar kemana2, saya pamerkan dgn kebanggaan.."
"Lalu bagaimana kamu sadar kalau semua itu salah ?" Tanyaku sambil menghirup kopi hitam yang harum sore ini.
Akhirat |
"Tuhan mengambil semua milik-Nya, merampasnya dariku dgn banyak peristiwa. Sebagian karena kebodohan dan kelalaian-ku, sebagian lagi karena hal yang tidak kuduga bernama musibah.."
Temanku menyeruput kopinya. Matanya tampak menerawang.
"Semua atribut kesombonganku di preteli, sampai bahkan tidak ada yg bisa kusombongkan lagi. Aku menghadapi banyak penghinaan, dijauhi teman, dikejar2 hutang.. Ah, sakit rasanya mengingat peristiwa2 dulu..."
Aku menatapnya. Sama sekali tidak kulihat kesulitan di matanya, padahal ceritanya bisa saja mengerikan ketika didengar orang yang tidak pernah mengalami situasinya. Dia malah tersenyum, seakan sudah mengalahkan badai situasinya. Ya, dia tersenyum.
"Baru aku paham, bahwa seumur hidup ternyata aku adalah budak. Budak dari keinginan, ketakutan. Budak dari nafsu yang ada dalam diriku sendiri. Aku membawa begitu banyak barang di punggungku. Barang yang sebenarnya tidak penting, tetapi selalu kubawa karena ingin "berjaga2"
Sore ini nampak indah. Hujan turun dengan lembut seakan menyapanya dengan ucapan selamat datang.
"Kuturunkan ranselku diperjalanan. Kubuang semua keinginan dan ketakutan. Aku berjalan tanpa beban. Semua mengalir. Dan ternyata, semua ketakutanku sama sekali tidak terbukti. Tuhan menyediakan banyak buah di pinggir jalan supaya aku tidak kelaparan. Ada saja hal yang menyelamatkan situasiku...
Aku paham, aku disuruh pasrah dan ikhlas. Semakin lama aku beradaptasi dgn situasi. Aku merasa merdeka. Dan ternyata, ketika aku merasa merdeka, kebahagiaan yang dulu kucari2 datang padaku dari sisi yg sama sekali tidak kuduga. Tubuhku seperti magnet yg menarik semua kebahagiaan itu. Jalan tiba2 terbuka dan semuanya jauh dari keinginanku dulu yang kuciptakan penuh nafsu.."
Aku merasakan pancaran ketenangan di wajahnya. Hal yang tidak dibuat2. Dan hujan semakin deras mengetukkan iramanya. Sore ini kopi sungguh nikmat sekali.
"Perbaikilah akhiratmu, maka Tuhan akan memperbaiki dunia-mu" Imam Ali as.
- Untuk seorang teman. -
Penulis: Denny Siregar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar