Tapi kau tak bisa mengukur tubuh dari melihat bayangan. Keduanya selalu beriringan tapi tak pernah seukuran. Selalu ada bias, memanjang atau memendek.
Dan naluri manusia senang bergunjing. Lebih senang mendengar kabar-kabar angin dan berita dari pelantang ke sekian, daripada datang langsung ke sang sahibul hikayat. Masih lebih suka mengukur badan dengan melihat bayang-bayang. Mungkin juga karena sebagian tak sanggup bersitatap muka atau bersirobok mata. Atau bisa juga karena tiada kesempatan. (Nasibmulah itu... :D)
Tapi saya bukan Mario Teguh yang punya segudang kata-kata bijak. Saya hendak bercerita tentang dua kesempatan melewati aneka rumor, menerobos bayang-bayang. Bertemu sumber berita, mendengar informasi dari tangan pertama.
Jokowi dan Prabowo |
* * * * *
Yang pertama adalah dari seorang jenderal gagah perkasa: Prabowo Subianto.
Mertuanya yang lama berkuasa terjungkal dari tahta di tahun 1998, dan ia pun langsung hilang ditelan bumi. Tiada kabar, tak ada berita. Segala informasi di tanah air tentang Prabowo hanya kabar-kabar angin semata. Rumor yang serupa bayang-bayang, memanjang dan memendek, sesuai arah dan terang redupnya cahaya.
Dan ternyata, ia memang tak di Indonesia. Ia menetap di Yordania, negeri tempat sahabatnya sesama lulusan sekolah militer Amerika, Fort Benning, menjadi putra mahkota. Namanya Pangeran Abdullah -- kini, Raja Abdullah II.
Raga Prabowo ada di Yordania, tapi kabar-kabarnya tertiup ke tanah air bagai angin lalu. Tak ada yang pasti karena tak ada wawancara media, tak ada percakapan dan testimoni terbuka. Bahkan ujar-ujar kerinduannya ke tanah air tak didendangkannya dari negerinya yang kedua itu. Prabowo adalah rumor belaka.
Lalu pada bulan November 2001 ia pulang ke Indonesia setelah dua tahun tetirah di Yordania. Dan media-media tanah air pun gelisah. Mereka mencari jalan untuk datang dan bertanya kepadanya.
Dan saya beruntung. Lewat jalan memutar dengan menghubungi sahabat-sahabatnya -- Fadli Zon, Faried Prawiranegara, dan Ahmad Sumargono -- saya berhasil menemuinya. Saya datang bersama kawan Adi Prasetya dan Bambang Harymurti.
Kami bercakap selepas petang di ruang tamu rumahnya di Jalan Cendana. Hampir dua jam lamanya, dan saya mendengar aneka cerita yang sungguh terang dari tangan pertama, dari mulut Prabowo Subianto, tentang aneka rumor: dari soal duit pengamanan ibukota dalam kerusuhan Mei 1998, soal mertua dan tentu istrinya Titiek Soeharto, soal para jenderal di sekitar masa kejatuhan Soeharto.
* * * * *
Yang kedua adalah Rabu kemarin itu: dua jam bersama Presiden Joko Widodo.
Di tengah sengkarut isu dan rumor yang berkelindan dengan politik di tanah air, saya senang mendapat kabar langsung dari tangan pertama, dari seorang presiden. Bukan dari kabar-kabar angin, bukan dari pergunjingan warung kopi.
Informasi tangan pertama, dan bukan sekadar rumor, adalah berlian berharga dari pelimbahan isu yang melimpah-limpah di percakapan dunia maya dan di pergunjingan dunia nyata.
Media sosial kini membuat setiap orang adalah pewarta. Dan setiap pewarta butuh asupan berita, kendati sekadar dinikmati untuk diri sendiri.
Selamat pagi para pewarta dunia maya.
Penulis: Tomi Lebang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar