Seorang teman seumuran saya, geolog juga, bingung ketika anaknya
hendak melakukan TA (tugas akhir). Anaknya duduk di tingkat akhir
jurusan geologi di sebuah perguruan tinggi. Sang bapak ingat saya dan
mengirimkan sms tadi pagi menanyakan apa kiranya tema TA di sebuah
daerah di Indonesia dengan kondisi geologi begini. Aku bapaknya anaknya
tahu saya dari publikasi-publikasi saya, hanya belum berani bertemu saya
langsung. Kebetulan bapaknya teman saya, jadi mungkin dimintalah
bapaknya untuk bertanya kepada saya, he2... Saya memberikan beberapa
alternatif tema TA yang disambut gembira sang bapak, tetapi saya bilang
ke teman saya itu, "Temani anaknya bertemu saya dan bawa peta geologi
published daerah itu, nanti saya akan tunjukkan tema TA yang pas dengan
kondisi geologinya". Teman saya lalu meneruskan, "Asyik, semoga Pak
Awang bisa membimbing anak saya." Hm...
Seorang teman, lebih
senior dari saya, geologi juga latar belakang pendidikannya, akhir tahun
lalu mengirimkan e-mail kepada saya berisi visi dan misi Puteri
Indonesia. Saya heran pada awalnya, apa hubungan saya dengan Puteri
Indonesia, tetapi lalu segera maklum. Anaknya, seorang geolog juga,
mengikuti seleksi Puteri Indonesia 2016. Sebagai seorang geolog, dia
ingin membawa aspek-aspek geologi dalam pengembangan pariwisata
Indonesia, visi dan misinya sebagai calon Puteri Indonesia ingin
dikaitkan dengan geologi. Bapaknya meminta saya mengecek visi misi itu
buat sebuah seleksi wawancara. Bapaknya bilang, "Anak saya tahu Pak
Awang, tetapi dia masih malu kalau bertemu langsung Pak Awang".
Hm...dalam hati saya berkata..gagal deh bertemu calon puteri, he2...
Lalu saya koreksi visi misinya dan mengirimkan kembali email kepada
bapaknya bersama tiga artikel saya tentang geologi Indonesia. Sorenya
sang bapak kirim sms kepada saya mengabarkan dengan gembira bahwa
anaknya lolos seleksi wawancara visi misi Puteri Indonesia. Saya ikut
gembira tetapi tak mengikuti lagi bagaimana kabarnya kini.
Seorang teman saya, seorang geolog juga, seumur saya, beberapa tahun
lalu saat anak pertamanya mengikuti tes di sebuah perguruan tinggi yang
ada geologinya, berkata kepada saya, "Awang, nanti tolong ya anak saya
dibimbing kalau masuk geologi." Saya tak menjawabnya hanya tersenyum
sambil berkata dalam hati - dia sendiri kan seorang geolog, bahkan kedua
orang tuanya geolog, kok minta saya yang bimbing ya...
-------------------------------------
Itulah sekelumit tiga kisah dari banyak kisah nyata yang saya hadapi
saat para orang tua yang geolog meminta saya membimbing para
anak-anaknya para mahasiswa geologi. Agak aneh bagi saya para geolog
kawan saya ini merasa kurang PD -percaya diri membimbing anak-anaknya
sendiri. Tetapi saya sangat memakluminya sebab saya tetap memelihara
diri saya agar menjadi hardcore geologist seumur-umur, sementara para
kawan saya ini kebanyakan sudah tidak banyak menangani hardcore geology
dengan meningkatnya karier mereka.
Dan saya juga melihat tak
banyak para geolog hebat di Negeri ini menurunkan anak-anaknya yang
memilih geologi, dan kemudian menjadi sehebat orang tuanya. Bahkan ada
yang drop out dari geologi. Mungkin anak-anak ini dulu dipaksa orang
tuanya masuk geologi?
Anak-anak saya tidak memilih geologi
sebagai profesi untuk hidupnya. Mereka memilih kedokteran. Bukan mereka
takut kepada saya tidak bisa melebihi saya sebagai seorang geolog, atau
takut saya bimbing dengan keras agar mereka bisa lebih baik dari saya.
Tidak, kedokteran adalah pilihan mereka dengan segala konsekuensinya.
Setahun saya membiarkan mereka berpikir, termasuk menerangkan geologi
itu apa, profesinya bagaimana, bagaimana peranan saya bila mereka
memilih geologi, dsb. Saya juga menerangkan kedokteran itu bagaimana,
kuliahnya bagaimana, dsb. Kedokteran bukan barang asing bagi saya.
Menjadi dokter adalah cita-cita saya dari kecil, dan saya pernah
tercatat juga sebagai mahasiswa kedokteran.
Demikian... Tak
masalah saya membimbing anak-anak para geolog, syarat saya hanyalah
mereka harus rajin, kalau bisa rajin sekali.***
Penulis: Awang Satyana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar