Ia 10 tahun lebih tua dariku. Aku bersamanya saat masa2 sulitnya. 10 tahun ia mengalami situasi paling rendah dalam hidupnya. Ia bergerak kesana kemari untuk mencari apa yang bisa ia bawa pulang ke rumah sekedar menghidupkan api dapurnya.
Pada situasi itu, betapa aku sadar bahwa aku diajari hidup olehnya. Ia menjadi orang yang paham agama, dan mengajari tanpa menggurui bagaimana caranya berserah diri kepada Tuhan. Dan ia menjadi role model yang bagus bagiku saat aku sedang mencari misteri hidup dan mati.
Hingga pada satu momen, ia menjadi bagian dari satu partai dengan idealisme yang tinggi. Dan ia berhasil menjadi anggota dewan yang terhormat. Sejak itulah frekwensi pertemanan kami semakin lama berkurang. Aku lebih sering membaca kiprah dan karirnya di surat kabar. Karirnya terus naik sehingga ia menduduki kursi terhormat itu selama 2 periode.
Topeng Manusia |
Kami bertemu lagi secara tidak sengaja. Ia sudah jauh berubah. Kaya, terhormat, lingkungan pergaulannya sekelas pejabat. Ia bercerita tentang kemungkinan ia akan menjadi bupati di tanah kelahirannya.
Entah kenapa ada yang hilang dalam pertemuan ini. Ada dimensi yang berbeda antara ia dahulu dan ia sekarang. Nilai2 hidupnya lebih banyak ditentukan oleh materi, seberapa banyak istrinya dan hartanya. Aku tidak lagi menemukan nilai2 spiritual yang dulu membuat aku tertarik dalam pembicaran lama dengannya. Ia tidak lagi menghadirkan misteri bagiku, seakan semua yang dulu diajarkannya hilang tak berbekas.
Pembicaraan itupun tidak berlangsung lama. Mungkin karena ia merasa juga ada kekakuan dan perbedaan pikiran yang jauh. Kami menjadi manusia yang penuh dengan basa basi yang tidak menyenangkan.
Lama aku berfikir sesudah pertemuan itu, betapa cepatnya situasi bisa merubah seorang manusia. Sesuatu yang dulu terlihat emas, ketika ia dibakar maka tampaklah bahwa dasarnya adalah perunggu.
Aku jadi teringat nasihat Imam Ali as, bahwa adakalanya Tuhan mengambil semuanya dari seorang manusia supaya ia menemukan Tuhannya. Dan ketika ia merasa menemukan Tuhannya, maka di-ujilah ia dengan kenikmatan. Ujian itu bukan hanya untuknya, tetapi juga untuk memberi pelajaran kepada manusia lain.
Seseorang bertanya kepada Imam Ali as, "wahai Imam, kenapa seseorang diberikan kekayaan ?". Imam menjawab,"Untuk membuka jati dirinya, siapa dia sebenar2nya.."
Ah, secangkir kopi lagi kuminum sebelum melanjutkan perjalanan ini. Terkadang aku merindukan semua yang ada di belakang, tetapi misteri di depan selalu membuatku penasaran.
Penulis: Denny Siregar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar