Pada wajah ini PKS menyadari magmet politik Jokowi makin kuat. Memusuhi Jokowi sama saja bunuh diri. Makanya sejak pertama kali terpilih sebagai Presiden PKS, Sahibul Iman mewanti-wanti kadernya berhenti mencaci maki Jokowi.
Kekuatiran DPP terbukti saat Pilkada yang lalu. Suara PKS jauh dari target. Untuk memulihkan kembali citranya pengurus DPP mendatangi Jokowi di Istana. Statemennya tentang pemerintahan Jokowi juga sangat lunak. "Kalau bagus, tentu kami dukung," ujar Presiden PKS kepada wartawan.
Bukan hanya itu. PKS juga memberi sinyal untuk mengganti Fahri Hamzah sebagai wakil ketua DPR. Fahri memang dikenal sebagai oposan Jokowi kelas wahid.
Semua ini adalah langkah politik PKS untuk mencuri simpati publik. Sebab mereka sadar politik 'kebencian' yang selama ini dipraktekan justru menjadi bumerang. Pisaunya memotong suara mereka sendiri.
Tapi PKS juga punya Jonru, sang juru tebar isu. Mereka juga punya Pekanews dan PKSpiyungan. Sejak Pilpres kemarin populasi orang sejenis Jonru dan pengikut piyungan lumayan banyak. Mereka ini yang selalu nyinyir pada Jokowi sampai sekarang. Tidak peduli fakta atau fitnah. Nyinyir dulu, verifikasi belakangan.
Saya yakin di FB atau twitter dengan mudah kita bisa menemukan mahluk jenis ini. Mereka menampilkan wajah PKS yang lain.
Langkah DPP adalah langkah politik. Mirip fatwa politik. Jika fatwa agama itu bersifat konsisten dalam segala keadaan, beda dengan fatwa politik yang bisa berubah tergantung kepentingan.
Fatwa haram memilih pemimpin perempuan, misalnya. Fatwa tersebut tidak beredar pada Pilkada Tanggerang Selatan yang baru lalu. Di Tangsel PKS mendukung Airin Diany.
Atau fatwa haram memilih pemimpin non-muslim. Fatwa itu tidak terdengar saat pemilihan walkot Solo beberapa waktu lalu. Ketika itu Jokowi berpasangan dengan FX Rudi yang non-muslim. Kebetulan PKS jadi salah satu partai pendukungnya.
Tapi saat di Jakarta Jokowi berpasangan dengan Ahok dan PKS jadi rivalnya, fatwa haram memilih pemimpin non-muslim beredar luas.
Saya sih, memahami itu cuma bagian dari strategi politik. Cuma sekadar main-main atas nama agama. Yang namanya politik bisa berubah setiap saat. Jangankan sikap terhadap Jokowi. Wong fatwa agama aja bisa berubah, kok.
Bagi saya PKS memang cuma partai politik. Sama seperti PKI atau Golkar. Sebagai Parpol tentu bisa saja menggunakan berbagai strategi untuk meraih kekuasaan, termasuk politisasi isu-isu agama.
Sedangkan wajah Jonru, piyungan dan pengikutnya adalah wajah ideologis. Wajah yang jujur. Wajah yang apa adanya. Wajah PKS sebelum memakai bedak dan lipstik. Mereka bisa dianggap mewakili pikiran dan perasaan kader PKS.
Jonru |
Sejak seruan DPP tentang bicara yang lebih santun, sikap Jonru dan Piyungan toh, tidak berubah. Terlihat dari konten dan ocehannya. Sebagian besar kader di lapangan juga sama saja.
Ini memang fenomena luar biasa. Partai yang dibangun dengan semangat tarbiyah itu kini menemui jalannya sendiri. Dulu setiap kader sangat tunduk pada murobi-nya. Kini, seorang Jonru bahkan berani menantang Presiden PKS.
Penulis: Eko Kuntadhi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar