China adalah negara besar dengan total jumlah penduduk lebih dari 1 milyar jiwa. Pada masa pemerintahan Mao Zedong, China menganut sistem sosialisme penuh dengan menolak sistem kapitalisme ala barat. Seluruh sistem ekonomi sepenuhnya dikuasai pemerintah.
Belajar Ke Negeri Cina |
Sistem sosialisme penuh ini ternyata menyebabkan kekacauan di China. Negara ini tidak berhasil mengeksplore dirinya lebih jauh karena banyak keterbatasan pemerintah. Gerak swasta sangat dibatasi, sedangkan korupsi di pemerintahan menggila karena kekuasaan yg tidak terbatas.
Memasuki era Deng Xiaoping, sistem ekonominya lebih pragmatis. Deng berhasil me-restrukturisasi sistem ekonomi China dengan menggabungkan konsep sosialisme dan kapitalisme. China membuka diri terhadap investasi asing dan swasta diberikan peran lebih dalam ekonomi, tetapi semua tetap mengikuti peraturan pemerintah. Pemerintah memberi fasilitas2 kepada swasta, membeli hasil kerja mereka dan menjualnya di pasar internasional.
Dengan sistem penggabungan itu, China tumbuh menjadi negara dengan ekonomi raksasa. Pemerintah menjadi pemain bukan hanya sebatas sbg pembuat kebijakan.
Kebalikan dengan Indonesia. Pada masa lalu sistem ekonomi kita menganut sistem kapiitalisme penuh. Negara hanya sebatas sbg pembuat kebijakan sedangkan swasta menjadi pemain dominan dalam ekonomi. Modal asing masuk dgn deras dan menguasai banyak sektor. Pemerintahan sangat korup karena mempermainkan regulasi atau kebijakan.
Ketika era pemerintahan Jokowi ini, negara mulai bermain dengan banyak mengambil alih sektor2 yg selama ini dikuasai kumpulan swasta. Sektor pendidikan, sektor kesehatan bahkan sektor transportasi mulai dikuasai negara dgn sistem akuisis secara halus.
Terbitnya BPJS mengambil alih peran kuat perusahaan asuransi asing yg selama ini berjaya disana. Dari premi yg diterima pemerintah trilyunan rupiah setiap tahun, digunakan utk pembiayaan infrastruktur dan penambahan modal kepada BUMN utk semakin memperkuat posisinya di internasional.
Di Jakarta, proyek Transjakarta menghantam lahan yg selama ini dinikmati bertahun2 oleh Organda. Pembangunan sistem transportasi dimana2 mulai dr tol laut smp mass rapid transit di kembangkan. Pulau2 dibangun rel kereta utk meningkatkan ekomoni.
Proyek swasembada pangan ditingkatkan utk menghantam impor yg selama ini dikuasai swasta. Presiden pun sudah meminta PTPN menyediakan 10 rb hektar lahan sbg pengembangan buah lokal. Pelan2 peran swasta yg dulu bermain secara bebas, diatur dan dikendalikan oleh pemerintah.
Kalau dulu China menganut sistem sosialisme kemudian akhirnya dipadukan dgn kapitalisme, Indonesia yg dulu menganut sistem kapitalisme sekarang memadukannya dgn sosialisme.
Dengan memadukan sistem ini, maka Indonesia sudah melakukan hal yg mirip dengan China dimana negara bermain dengan baik mengatur swasta, mengambil keuntungan darinya dan digunakan utk memajukan negara ini.
Karena itulah PT Freeport tidak bisa lagi bermain2 dgn pemerintahan sekarang, karena pemerintah tdk hanya mau bermain di sisi kebijakan dan pajak saja, tapi sudah harus menjadi pemain utama. Sudah terlalu lama kita duduk di bangku cadangan.
Ah, seandainya dulu pada zaman Soeharto beliau memainkan dengan baik kediktatoran-nya utk seluruh bangsa bukan hanya untuk kelompoknya yg rakus itu saja, bisa dibayangkan negara kita ini kayanya seperti apa. Meski kelihatannya negara ini maju tapi realitanya kapal ini bocornya dimana2.
Ditambah lagi periode 10 tahun yang bocornya di Kalimantan, nambalnya di Senayan, ya makin banyak bocornya. Bocor karena memang sengaja tidak ditambal dengan baik, hanya dikasih selang dan dialirkan ke tangki2 yg sudah disiapkan.
Sambil nyeruput kopi, ngomong masalah bocor saya kok jadi ingat seseorang yang tidak boleh disebut namanya itu ya ?
Oke, kita sebut saja namanya "Mawar". Mawar adalah korban perkosaan.... Halah, malah kayak berita kriminal di koran.
Penulis: Denny Siregar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar