Menteri PAN-RB |
Kebijakan ini kurang tepat. Mengapa?
Cum Laude Bukan Satu-Satunya Ukuran Keunggulan Seseorang
Cum Laude bukanlah ukuran satu-satunya keunggulan mahasiswa. Pada umumnya untuk program sarjana predikat cum laude dihitung dari nilai IPK dari IPK 3,51 - 4, 00 dengan lama waktu 4-5 tahun. IPK didapat dari nilai-nilai penilaian tiap semester. Nilai tiap semester dihitung dari ujian tengah semester, ujian akhir semester, dan tugas-tugas, serta aktivitas mahasiswa di kelas. Nilai itu tidak bisa mencakup pengukuran kemampuan mahasiswa menyelesaikan masalah-masalah nyata dengan ilmu yang dimilikinya. Kemampuan mahasiswa berkomunikasi dan kemampuan mahasiswa berorganisasi serta kemampuan mahasiswa memahami kondisi masyarakat juga tidak tercermin dalam nilai IPKnya sehingga predikat cum laudenya tidak menunjukkan keunggulan mahasiswa itu.
Selain itu tidak sedikit mahasiswa yang cerdas membiarkan dirinya tidak cum laude karena ikut dalam berbagai kegiatan di luar kuliah formal demi meningkatkan kemampuannya baik kemampuan ilmiahnya maupun kemampuan kepribadiannya. Misalkan seorang mahasiswa sosiologi rela melamakan waktu kuliahnya karena terlibat dalam penelitian penyakit masyarakat . Sekalipun IPK nya 3,8 , akan tetapi dia tidak bisa cum laude bila demi penelitiannya waktu kuliahnya membengkak jadi 6 tahun. Demikian juga seorang mahasiswa biologi , rela meneruskan penelitian tanaman tradisional untuk menemukan unsur yang mengandung obat dan untuk itu dia rela tidak lulus dalam waktu 5 tahun.
Contoh lain seorang mahasiswa terlibat dalam kegiatan aktivitas pemberdayaan masyarakat sehingga nilainya mencapai 3,51. Dia rela mencapai 3,4 tetapi dengan pengalaman yang kaya dalam pelayanan masyarakat.
Mahasiswa-mahasiswa seperti itu adalah bibit-bibit unggul, tetapi tidak akan pernah diterima Menteri Yuddy sebagai PNS.
Bagaimana Menentukan Perguruan Tinggi Ternama?
Menteri Yuddy belum menyatakan bagaimana menentukan ke”ternama”an satu perguruan tinggi. Ini akan menjadi masalah tersendiri. Pertama, belum ada ukuran yang bisa diterima semua pihak untuk mengukur keunggulan Perguruan Tinggi. Karena penamaan terkenal ini akan berkaitan dengan penerimaan sebagai PNS, pasti akan menimbulkan perdebatan yang hebat di antara perguruan tinggi dan juga antara mahasiswanya. Lalu apakah ini juga akan mencakup perguruan tinggi swasta? Hal ini juga persoalan lainnya. Kedua, apabila perguruan tinggi ternama itu ada di Jawa, bagaimana mereka yang lulus cum laude di luar Jawa?
Pemerintah Mana Yang Akan Diwajibkan Menerima?
Apakah aturan yang direncanakan oleh Menteri Yuddy ini berlaku di Departemen atau juga di pemerintahan daerah ? Apabila Pemda juga diwajibkan menerima, apakah Pemda bersedia menerima lulusan yang berasal dari daerah lain? Selain itu jika Perguruan Tinggi ternama yang nanti akan ditentukan itu hanya ada di jawa, bagaimana pemerintah daerah di luar jawa bisa mendapatkan bibit unggul itu?
Saya rasa Menteri Yuddy perlu mencari ukuran yang lain untuk mendapatkan manusia Indonesia unggul, tidak tepat hanya menggunakan ukuran cum laude dari perguruan tinggi terkenal.
Penulis: Gunawan Sri Haryono
Tidak ada komentar:
Posting Komentar