Bapak saya adalah guru. Bapak menyelesaikan pendidikan tertingginya di PGSLP [ Pendidikan Guru Sekolah Lanjutam Pertama] dalam perjuangan yang tidak mudah. Ia harus "ngenger" [ istilah yang sering dipakai untuk seseorang yang hidup mengabdi kepada keluarga orang lain] sejak kecil hanya supaya bisa bersekolah. Namun perjuangan untuk "ngenger" itu membuat bapak paham bahwa pendidikan adalah segala-segalanya.
Bapak menjadi guru sejak tahun 1958 di sebuah Sekolah Rakyat di Purbalingga sampai akhirnya pensiun sebagai guru di SMP Negeri Miri di Sragen. Saya adalah 8 bersaudara. Impian bapak sangat sederhana. Bapak ingin anak-anaknya mendapatkan pendidikan yang sebaik mungkin. Sadar bahwa gaji seorang guru smp tidaklah cukup untuk membiayai 8 anak-anaknya, bapak memutuskan untuk mengajar tambahan di sekolah swasta pertama yang ada di kota kecamatan Gemolong Sragen.
Tidak cukup hanya itu, bapak juga membuka kursus bahasa Inggris di rumah. Bapak pernah mengikuti kursus bahasa Inggris di Oxford Solo, yang merupakan kursus bahasa inggris satu-satunya di kota Solo saat itu. Bapak sering pulang malam sampai ke rumah yang di desa karena mengikuti kursus tersebut. Selesai mendapatkan sertifikat kursus tersebut, bapak mulai mengurus perijinan membuka kursus yang dicita-citakannya. Dan tidak perlu waktu lama, akhirnya sebuah papan iklan tegak berdiri di depan pagar rumah: "Kursus Bahasa Inggris untuk SMP dan SLTA".
Kursus itu dilakukan di ruang tamu rumah. Bapak mempersiapkan papan tulis dan bangku-bangku untuk para peserta kursus. Setiap sore saya bisa melihat bagaimana bapak mengajar di kursus yang dikelolanya. Kursus itu berkembang dengan baik, sehingga ruang tamu tidak cukup lagi menampung jumlah murid yang datang. Bapak memindahkan kursusnya di sekolah dasar yang tidak jauh dari rumah, setelah mendapatkan ijin dari kepala sekolahnya. Dan ketika respon semakin baik, akhirnya bapak memindahkan ruang kursus di kantor pendidikan dan kebudayaan di kecamatan dengan seijin kepala P&K. Setiap pagi sampai siang, bapak menjadi guru di smp. Sorenya mengajar di kursusnya.
Perintisan kursus bahasa Inggris yang dilakukan bapak ternyata menarik minat orang lain untuk membuat kursus-kursus serupa. Persaingan kursus itu membuat usaha kursus bapak mulai menurun, sampai akhirnya bapak menutup kursus bahasa inggris yang telah dirintisnya itu. Bapak kembali hanya fokus dengan panggilannya menjadi seorang guru smp sampai pensiun di tahun 1998.
Hari Guru |
Dalam kesehariannya, bapak menjadi guru bagi saya. Bapak sangat peduli dengan budaya. Dan cara bapak menularkan budaya kepada saya adalah dengan mengajarkan tembang-tembang yang memiliki filsafat kehidupan yang agung. Setiao malam selepas belajar, bapak selalu menghampiri saya untuk mengajarkan berbagai tembang jawa, khususnya tembang-tembang macapat. Beberapa tembang macapat masih saya ingat sampai sekarang. [Saya pernah dengan bangga menyanyikan salah satu tembang macapat yang diajarkan bapak di sebuah persekutuan gabungan alumni Jabodetabek yang mengusung tema budaya].
Sebagai guru, bapak tidak pernah bosan mencintai negeri ini. Rasa cintanya Itu dibuktikannya dengan kesetiaannya untuk selalu mendorong saya dan saudara saya lainnya berpartisipasi dalam pemilu. Bahkan dalam pemilu 2014 yang lalu, meski dalam kondisi sakit, bapak tetap mengingatkan saya untuk tidak lupa ikut mencoblos di pemilu. Bagi bapak, itulah cara kita mencintai negeri ini. Itulah cara untuk merubah negeri dengan memilih pemimpin-pemimpin yang baik.
Sebagai guru, bapak dekat dengan masyarakat. Dan karenanya , bapak terpilih selama beberapa periode menjadi ketua RT. Tidaklah mengherankan, karena di desa profesi guru sangatlah mendapat tempat yang terhormat. Sebagai bentuk penghormatan, masyarakat desa sering memanggil para guru dengan sebutan "mas guru". [Ibu saya yang berprofesi sebagai guru juga dipanggil dengan sebutan "mas guru"].
Kalau berkunjung ke rumah di Bekasi, bapak akan selalu bertanya apakah keterlibatan saya di lingkungan dan masyarakat. Nasehat tanpa bosan dari bapak itulah yang membuat saya tidak kuasa menolak ketika masyarakat dimana saya tinggal meminta saya sebagai pengurus RT.
Bapak tidak hanya menjadi guru di sekolah dan guru di masyarakat. Bapak juga telah menjadi "guru" di gereja kristen jawa Gemolong sebuah gereja yang dirintis pertama kali di daerah saya. Kehidupannya di kemajelisan gereja dalam waktu yang panjang menegaskan perannya sebagai seorang guru bagi masyarakat [jemaat] gereja.
Saya telah menyaksikan dalam hidup saya bagaimana bapak menghidupi perannya sebagai guru. Guru bagi saya, guru bagi keluarga, "guru" bagi gereja dan guru bagi masyarakat.
Hari ini hari Guru. Saya tersentak dalam kenangan kepada bapak, sang guru, yang telah pergi menghadap Tuhan 3 bulan lalu. Sang guru itu meninggalkan kenangan yang amat mendalam dalam diri saya. Sang guru itu telah mengajarkan kepada saya tentang panggilan untuk "memberi hidup" dalam peran-peran yang dilakoninya.
Selamat hari guru.
Tanah Bekasi, 25 November 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar