Pada masa kegelapan, seringkali kita melihat politikus dan pejabat beriklan di media TV dan koran. Tema yang diangkat bermacam2 dan yg terbanyak adalah tema anti korupsi. Sepertinya mereka ingin ter-citrakan putih bersih sampe ke celana dalam. Tapi itu dulu dan sekarang sudah tidak laku.
Apa yang dilakukan para pemimpin2 muda sekarang jauh dari polesan. Mereka lebih terbuka, bebas dan merdeka. Mereka membangun karakter yang kuat dalam kepemimpinannya.
Mari kita lihat seberapa kuatnya karakter mereka sehingga mereka bisa terangkat dan menjadi media darling atau kesukaan media.
Jokowi masih yang terkuat karakternya. Pribadinya yang pendiam dan sosoknya yang tidak diperhitungkan, dijadikannya jembatan untuk membalik semua anggapan orang. Ia melakukan pembangunan dimana2 dari yang ekstrim sampai yang biasa. Ia tidak perlu menonjolkan citra bahwa ia sebenarnya orang sederhana, karena ia sejak dahulu sederhana. Makan di warteg, ngopi di warkop bukan hal yang perlu di-iklankan. Tetapi keras kepalanya itulah yang menimbulkan banyak kekaguman. Ia tipikal pendiam tapi pembangkang.
Indonesia |
Ahok adalah sosok kontroversial. Ia china dan kristen, dua hal yang selama ini selalu dijadikan pembatas di lingkungan mayoritas. Tetapi ia melabrak semua sekat dengan gaya pesisirnya yang keras dan membuat orang banyak tersentak. Ia sangat dibenci lawan politiknya, tetapi kebencian itu malah digunakannya untuk menaikkan namanya. Ia menjadi lawan kata dari ciri2 pejabat masa lalu yang masih menduduki jabatan masa kini. Namanya menjulang justru karena serangan lawan politiknya. Ia tipikal pemberontak, dan sialnya, banyak yang suka gayanya.
Bu Risma adalah sosok wanita satu2nya yang berkarakter kuat. Ia bisa tercitra menjadi seorang ibu yang bekerja dan bertarung untuk hidup layak buat warganya, yang selalu meng-asosiasikan diri sebagai anaknya. Menjadikan Surabaya yg kumuh menjadi kota yang asri itu sudah langkah luar biasa. Tapi ia meningkatkan taruhannya melawan DPRD yang sudah mengantongi kesepakatan membangun tol tengah kota. Ia membawa kasus ini menjadi kasus nasional sebagai perlawanan terbesarnya. Dan, gilanya, dia menang. Namanya yang harum ini membuat lawan politiknya keder dan mundur barengan saat pilkada. Siapa orang waras mau melawan dia sekarang di Surabaya ? Kalau pun ada, itu cuman buat pantas2an.
Ridwan Kamil adalah tipikal manusia bebas. Ia anak kota yang gaul dan kekinian. Ia aktif sekali di media sosial, bukan hanya mengabarkan hasil kerjanya, tapi juga memperlihatkan jati dirinya yang terbuka. Ia menggoda rakyat bandung dgn celotehannya yang nakal, ia bergabung dengan suporter Persib dan berada satu baris dgn mereka. Ia dan warganya sama, gak ada bedanya. Gak ada jaim-jaimnya.
Ada beberapa pemimpin yang bagus, komitmen dan jujur di daerah lainnya, tetapi itu belum cukup mengangkat namanya ke tingkat nasional. Mereka butuh momen dan memperkuat karakter mereka sendiri. Karakter yang orisinal bukan pemanis buatan.
Kesamaan mereka semua adalah mereka terbang namanya karena mereka mampu memanfaatkan situasi yang ada.
Jokowi, ahok, bu risma adalah contoh pemimpin yang justru namanya naik karena dibenci lawan politiknya. Lawan mereka tidak sadar, bahwa setiap serangan mereka, baik itu di media maupun demo massal berpotensi menaikkan rating mereka. Media akan terus menerus meliput apa yang mereka lakukan, tindakan apa yg mereka kerjakan, dan kesalahan apa yang mereka dapatkan. Sedangkan Ridwan Kamil lebih populer di media sosial. Ia seperti kita senang bercanda, saling berolok dengan riang di dunia maya.
Inilah yang tidak mampu diterjemahkan dgn baik oleh lawan mereka yang masih pakai gaya lama, beriklan. Lawan mereka masih sibuk di seputar hal kumis, santun, bersih, putih sambil menangkupkan kedua tangan didada dan tersenyum di depan kamera memperlihatkan taringnya yang tajam. Cara lama yang bahkan ayam-pun malas mematuknya.
Pancasila |
Tapi seperti di dalam cerita mana saja, ada tokoh baik dan selalu ada tokoh jahat.
Tokoh jahat yang karakternya kuat itu ada di Haji Lulung yang jika ada pengemis, pengemisnya yang malah memberikan uang untuk dia. Ada juga Jonru yang menjual semua yang dia punya, bahkan kehormatannya, untuk sekedar mendapat ribuan like karena itu ada hubungannya dgn iklan supaya asap dapur terus berkibar.
Ada Fahri Hamzah yang harus mengomentari apapun, asal kamera menghadap dia. Ada juga model Ratna Sarumpaet yang harus berteriak apa saja, supaya tetap di sewa sebuah acara di media.
Tapi biar bagaimanapun, mereka berhasil karena orang banyak meresponnya dan, bagi sebagian dari mereka, itu bisa jadi mata penghasilan tetap yang lumayan dan menaikkan strata sosialnya.
Ini mungkin bisa jadi pelajaran yang bagus untuk Hari Tanoe yang tidak pede untuk melakukan sesuatu, kalau tidak melalui jaringan medianya. Atau bang Rhoma yang menonjolkan kegagahannya sebagai seorang idaman wanita untuk mencari wanita lain, eh sorry, untuk menaikkan peringkatnya.
Bagaimana dengan Ibas ? Kalau ini memang caranya selalu retro. Kebakarannya di Kalimantan, nanam pohonnya di Senayan. Ia teguh dengan prinsipnya, "ini cara gua lu mau apa ?" Begitulah kira2.
Kalau pak Prabowo ? Kalau beliau ini selalu terkenal dan dikenang sepanjang masa. Tapi di komunitas kecilnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar