Sebenarnya tujuan debat pada waktu itu tidak lain adalah mencari kebenaran, dan pencarian itu tidak bisa dalam bentuk doktrin. Harus dibentur2kan supaya akal terlatih menganalisa dan memilah mana yg benar dan mana yg salah.
Semakin lama ternyata bukan ke arah yang semakin baik, malah hati diliputi keegoisan. Karena masing2 merasa benar sehingga banyak terjadi pertengkaran.
Hingga akhirnya saya mengundurkan diri dari perdebatan yg tidak ada habisnya itu, dan mulai berkaca, "Bagaimana sesuatu yg dianggap benar disampaikan dgn cara yang tidak benar ?"
Tetapi ternyata perdebatan itu meninggalkan beberapa hal. Ada yang menjadi ekstrim dengan meng-kafirkan saudaranya sendiri, baik dari yang syiah dan sunni. Yang syiah merasa berhak surga karena mereka ber-imam, yang sunni merasa berhak surga karena mereka-lah yang merasa paling mengikuti Nabi Muhammad Saw.
Syiah takfiri atau suka mengkafirkan masih ada sampai sekarang, bahkan beberapa waktu lalu mereka mengundang ulama garis keras ke Indonesia. Mereka berpatokan pada sejarah bahwa merekalah yang benar dan mereka bangga disebut rafidhi atau pembangkang. Kenapa begitu ? Karena mereka membangkang fatwa2 ulama besar syiah yang menyatakan siapapun yang menyalakan api permusuhan dgn saudara muslimnya, maka ia bagian dari zionis.
Semakin lama mereka semakin aneh, dan mulai melakukan tatbir atau melukai diri saat hari asyura. Biasanya mereka melukai kepala supaya bisa ditutupi. Bukan itu saja, mereka juga mencaci ulama2 besar Syiah yang mem-fatwakan persatuan dan membangun sikap permusuhan. Cara masuk surga yang aneh, menurut saya. Bagaimana surga yang suci bisa dimasuki oleh mereka yang gemar mencaci ?
Sunni ekstrim juga tidak kalah parahnya. Mereka pelan2 menjadi wahabi. Bukan hanya syiah, bahkan yang sunni sendiri-pun mereka kafirkan. Mereka selalu mempermasalahkan ritual ibadah yang dilakukan NU. Mulai dari kata syirik sampai juwita, mungkin juga Oki dan Nirmala, mereka lontarkan kepada orang2 NU.
Pada intinya buat saya sama saja, mau dia meng-klaim sebagai syiah maupun sunni. Ketika ahlak mereka jauh dari ke-syiahan dan ke-sunnian mereka, sama saja mereka juga menjauhi panutan mereka yaitu Nabi-nya. Mereka hanya merasa cukup memegang sejarah, tanpa mau sibuk mendalami perilaku dari junjungan mereka, padahal mereka selalu bilang kembalilah kepada Al-quran dan hadis. Apanya yang kembali ? Nyasar iya...
Bersujud |
Surga itu di akal. Akal itu tempat Tuhan menurunkan siksa dan memberi nikmat. Ketika mereka mulai membenci, maka mereka menghilangkan nikmat mereka dan itu berarti kehilangan surga. Dan mereka tanpa sadar menyiksa dirinya sendiri dengan pikiran yang paranoid dan lama2 menjadi gila.
Menyiksa diri sendiri seperti yang dilakukan di kalangan syiah takfiri dan menyiksa orang lain seperti yang dilakukan wahabi, itu sudah masuk pada tingkat gila. Kalau di syiah ada yang ngamuk karena saya sebut gila, silahkan cari saya. Kalau yang wahabi mungkin dah bosen dengan tudingan saya.
Yang indah itu sebenarnya perasaan damai dan perasaan damai itu baru didapat ketika kita bersatu. Apa enaknya berkelompok ? Kenapa jadi seperti hewan yang suka berkelompok sesuai jenis dan sifatnya ? Tidak cukupkah Tuhan memberi contoh kepada kita melalui sifat alam ?
Seharusnya nasihat Imam Ali bin abu thalib as ini bisa menjadi tamparan telak :
"Orang yang paling bijak akalnya dan yang paling sempurna keutamaannya adalah yang mengisi hari-harinya dengan perdamaian, bergaul bersama saudara-saudaranya dengan rekonsiliasi, dan menerima kekurangan zaman. "
Tapi nasihat itu untuk mereka yang berfikir dan orang yang tidak mampu berfikir yah apalagi namanya kalau tidak gila. Gila surga...
Ngopi dulu biar gak gila, karena kewarasan hanya bisa didapat ketika pahit dan manis disatukan sehingga jiwa menjadi seimbang. Dan ketika kita mampu menjadi seimbang, kita berupaya menyeimbangkan sekitar.
Silahkan dimakan gorengan ban dalam isinya...
Penulis: Denny Siregar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar