Saya merasa terlempar ke masa sekian ribu tahun lalu, saat pasukan Yazid bin Muawwiyah berbaris dan barisan paling depan memegang tombak yang diatasnya terpancang kepala Imam Hussain as, yang mereka penggal saat pertempuran yg tidak seimbang. Sedangkan di belakang barisan berjejer keluarga Imam yang tersisa, berjalan dengan dirantai, kehausan dan kelaparan.
Demi Hussain |
Kaget pendeta itu dan spontan bertanya, "Apakah dia cucu Muhammad, Nabi kalian ?" Kepala pasukan mengangguk. Pendeta menawarkan mereka semua istirahat sejenak karena hari mulai malam.
Malamnya, pendeta mendatangi kepala pasukan dan memohon untuk sebentar saja membawa kepala Imam Hussain as dan dia berani membayar. Sesudah sepakat, pendeta lalu membawa kepala Imam Hussain as ke biliknya. Ia memandikan kepala yang kotor dan berdebu itu, memberikannya wewangian sambil terisak dan terus menciuminya.
"Wahai cucu Muhammad, gerangan apa yang membuat mereka sekejam ini kepadamu ? Bukankah datukmu yang membawa ajaran kasih kepada umat ini ? Beginikah balasan mereka kepada cucu Nabinya sendiri ?"
Peristiwa Karbala adalah peristiwa besar yang namanya tidak kunjung padam. Bahkan setiap arbain, 40 hari kematian Imam Hussain as dan syuhada2nya, lebih dari 20 juta orang berjalan bersama2 memperingati perjalanan penuh darah itu dari Najaf ke Karbala sejauh 80 km. Dan itu bukan hanya umat muslim, para pendeta-pun berjalan bersama karena mereka mempunyai emosi yang sama.
Demi Hussain |
Secangkir kopi pagi ini entah kenapa menjadi hambar.
Dan ketika saya heran kenapa dulu teman2 syiah begitu dalam memukul dada mereka sambil menangis, saya akhirnya paham bahwa mereka ingin meredakan rasa sakitnya. Sakit yang mereka pendam begitu lama dan mereka jadikan api untuk membela kemanusiaan dimanapun peristiwa itu berada. Demi Hussain.
Penulis: Denny Siregar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar