Rabu, 26 April 2017
ORANG-ORANG SUPER KAYA
Baru-baru ini saya berjumpa dengan orang-orang terkaya di negeri ini..
Mereka mengundang saya sekedar untuk mendengar penjelasan bagaimana analisa saya terhadap situasi negeri ini ke depannya nanti.
Bukan kekayaan mereka yang membuat saya takjub - karena saya tidak pernah takjub dengan materi - tetapi justru kesederhanaan mereka. Pakaian mereka tidak lebih bagus dari apa yang saya pakai.
Dan - menariknya - mereka mampu menghargai saya yang sama sekali bukan apa-apa dalam masalah materi jika dibandingkan dengan mereka. Seperti buih di lautan...
Saya tidak diundang ke rumah, tetapi ke kantor mereka. Kebetulan memang saya diundang makan siang bersama di sana. Kantor mereka tidak lebih bagus dari kantor2 yang pernah saya kunjungi. Model kantor lama. Ini diluar perkiraan saya mengingat nama besar mereka ketika nangkring di majalah yang selalu kepo dengan kekayaan seseorang, Forbes.
Di satu lantai yang dekat dengan kantor Direksi, saya melihat ada kantin disana dengan riuhnya para karyawan mereka. Saya bertanya, "Kenapa kok kantin ada dekat ruang Direksi ? Biasanya kantin karyawan ada di lantai bawah atau basement..".
Salah seorang "pangeran" yang sangat rendah hati meski masih muda, dengan senyum berkata, "Disini kami memang terbiasa makan bersama tidak membedakan pangkat dan jabatan. Dan itu bukan kantin, itu memang tempat makan siang dengan gaya kantin..". Ugh, menarik sekali bagaimana mereka memposisikan diri sebagai pemilik dengan para karyawannya.
Makan siangpun tidak istimewa - jika diukur dari besarnya kekayaan mereka. Sayur asem dan pecel. Yang agak mewah sedikit ada gule ayam padang disana kesukaan saya. Tidak ada lobster seperti yang biasa dimakan anggota DPRD DKI sebelum Ahok menjabat.
Selama perbincangan mereka banyak mendengar. Kemampuan mereka untuk menjadi pendengar sungguh mengagumkan. Mereka menyerap ilmu dengan mudah karena menggunakan prinsip air, ilmu tidak akan mengalir ke tempat yang lebih tinggi. Sesudah selesai, mereka bahkan mengantarkan saya ke bawah ke tempat mobil di parkir...
Apa yang bisa dipelajari pada situasi ini ?
Pada level orang superkaya, mereka sudah tidak perlu lagi menunjukkan eksistensi materinya. Tidak ada yang perlu dipamerkan. Mereka sudah membumi dengan sendirinya.
Mereka menemukan tingkat tertinggi nilai materinya dan menemukan kekosongan di dalamnya. Mereka sudah tidak mengukur dirinya dan orang lain. Siapa yang berani mengukur mereka ?
Dalam tingginya puncak materi, mereka menemukan spiritualitas. Mirip seorang ulama yang dengan ketinggian ilmunya, menjadikannya membumi bukan sibuk demo dan memperkaya diri dengan teriakan-teriakan yang membuat ngeri.
Uang buat mereka sangat penting karena itu mereka terus memperbesar jaringannya kemana-mana. Tetapi disana bukan lagi berapa yang ingin mereka capai, karena "berapa" sudah bukan lagi nilai tertinggi. Mereka mengerjakan "apa" yang menarik dan terus mengembangkan insting.
Saya jadi teringat film tentang runtuhnya pasar modal di Amerika karena bubble. Dan disana ada adegan Warren Buffet - salah seorang terkaya di dunia - sedang mengajak jalan cucunya di Mc Donald sambil menerima telpon Presiden. Sungguh kontras pemandangan sebagai orang biasa dibandingkan berapa nilai materi yang dia punya.
Pelajaran berharga tentang nilai saya dapatkan lagi dalam perjalanan hidup yang semakin lama semakin menarik ini.
Dan sambil seruput kopi pagi ini, saya membaca berita bahwa Setnov baru saja membeli pesawat pribadi senilai hampir 700 miliar rupiah.
Memang beda antara orang superkaya dan kayasuper. Kalo kayasuper itu kaya tapi kwalitas super..
Seruputtt..
Penulis: Denny Siregar
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar